Bandarlampung (ANTARA) - Kantor Wilayah (KPw) Bank Indonesia Provinsi Lampung mencatat pada Februari 2022 daerahnya mengalami deflasi sebesar 0,38 persen akibat penurunan harga sejumlah komoditas.
"Indeks harga konsumen di Provinsi Lampung pada Februari 2022 mengalami deflasi sebesar 0,38 persen. Lebih rendah dibandingkan realisasi inflasi bulan sebelumnya," ujar Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung, Budiyono melalui keterangan tertulis, di Bandarlampung, Selasa.
Ia mengatakan, tercatat rata-rata inflasi di bulan Februari pada beberapa tahun terakhir berjumlah 0,40 persen, dan 0,06 persen.
"Deflasi pada Februari ini terjadi akibat penurunan harga pada beberapa komoditas seperti telur ayam ras sebesar minus 0,18 persen, minus 0,12 persen cabai rawit, minus 0,07 persen untuk minyak goreng, daging ayam ras minus 0,03 persen, dan sabun detergen bubuk minus 0,02 persen," katanya.
Menurutnya, penurunan harga telur ayam ras dan daging ayam pada periode tersebut terjadi akibat terbatasnya permintaan akibatnya peningkatan status PPKM di tengah pasokan yang stabil, sedangkan penurunan harga cabai rawit terjadi akibat masuknya masa panen, dan untuk harga minyak goreng turun akibat penetapan HET.
"Meski demikian deflasi pada periode Februari 2022 dapat tertahan oleh tekanan inflasi yang terjadi pada sebagian komoditas diantaranya bawang merah, roti manis, sabun cuci, pengharum cucian, dan popok bayi sekali pakai," ujarnya.
Menurutnya, pada awal tahun 2022 diprediksi inflasi akan tetap terjaga pada rentang 3 plus minus 1 persen.
"Namun ada sejumlah risiko yang perlu di mitigasi seperti inflasi pada risiko kelompok inti, risiko ketidakpastian perekonomian global akibat isu kesehatan dan konflik, risiko pada kelompok volatile food, dan risiko kelompok administered price," ucapnya.
Ia melanjutkan, dalam rangka mengantisipasi beberapa risiko tersebut diperlukan langkah pengendalian inflasi agar tetap stabil dan rendah.
"Upaya untuk menjaga inflasi seperti memastikan keterjangkauan harga, menjaga ketersediaan pasokan dengan menjaga cadangan pangan nasional, memastikan kelancaran distribusi dengan menggunakan platform digital, dan meningkatkan komunikasi efektif harus terus dilakukan," tuturnya.
"Indeks harga konsumen di Provinsi Lampung pada Februari 2022 mengalami deflasi sebesar 0,38 persen. Lebih rendah dibandingkan realisasi inflasi bulan sebelumnya," ujar Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung, Budiyono melalui keterangan tertulis, di Bandarlampung, Selasa.
Ia mengatakan, tercatat rata-rata inflasi di bulan Februari pada beberapa tahun terakhir berjumlah 0,40 persen, dan 0,06 persen.
"Deflasi pada Februari ini terjadi akibat penurunan harga pada beberapa komoditas seperti telur ayam ras sebesar minus 0,18 persen, minus 0,12 persen cabai rawit, minus 0,07 persen untuk minyak goreng, daging ayam ras minus 0,03 persen, dan sabun detergen bubuk minus 0,02 persen," katanya.
Menurutnya, penurunan harga telur ayam ras dan daging ayam pada periode tersebut terjadi akibat terbatasnya permintaan akibatnya peningkatan status PPKM di tengah pasokan yang stabil, sedangkan penurunan harga cabai rawit terjadi akibat masuknya masa panen, dan untuk harga minyak goreng turun akibat penetapan HET.
"Meski demikian deflasi pada periode Februari 2022 dapat tertahan oleh tekanan inflasi yang terjadi pada sebagian komoditas diantaranya bawang merah, roti manis, sabun cuci, pengharum cucian, dan popok bayi sekali pakai," ujarnya.
Menurutnya, pada awal tahun 2022 diprediksi inflasi akan tetap terjaga pada rentang 3 plus minus 1 persen.
"Namun ada sejumlah risiko yang perlu di mitigasi seperti inflasi pada risiko kelompok inti, risiko ketidakpastian perekonomian global akibat isu kesehatan dan konflik, risiko pada kelompok volatile food, dan risiko kelompok administered price," ucapnya.
Ia melanjutkan, dalam rangka mengantisipasi beberapa risiko tersebut diperlukan langkah pengendalian inflasi agar tetap stabil dan rendah.
"Upaya untuk menjaga inflasi seperti memastikan keterjangkauan harga, menjaga ketersediaan pasokan dengan menjaga cadangan pangan nasional, memastikan kelancaran distribusi dengan menggunakan platform digital, dan meningkatkan komunikasi efektif harus terus dilakukan," tuturnya.