Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi mantan Bupati Kutai Timur Ismunandar dan mantan Ketua DPRD Kutai Timur Encek Unguria Riarinda Firgasih yang juga istri Ismunandar ke lembaga pemasyarakatan (lapas).
Keduanya adalah terpidana perkara suap terkait pekerjaan infrastruktur di Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur tahun 2019-2020.
"Kamis (26/8), tim jaksa eksekusi telah selesai melaksanakan putusan Pengadilan Tipikor pada PN Samarinda Nomor 37/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Smr tanggal 15 Maret 2021 jo putusan Pengadilan Tipikor pada PT Samarinda Nomor 3/PID-TPK/2021/PT SMR tanggal 3 Juni 2021 atas nama terpidana Ismunandar dan terpidana Encek Unguria Riarinda Firgasih," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan terpidana Ismunandar dimasukkan ke Lapas Kelas I Tangerang untuk menjalani pidana penjara selama 7 tahun dikurangi selama masa penangkapan dan berada dalam tahanan.
Ismunandar juga diwajibkan membayar pidana denda sebesar Rp500 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Selanjutnya, pembebanan pembayaran uang pengganti sebesar Rp27.438.812.973 paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan tersebut berkekuatan hukum tetap.
"Jika tidak membayar, maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut, dengan ketentuan apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka dipidana dengan pidana penjara selama 3 tahun," kata Ali.
Ismunandar juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak selesai menjalani pidana penjaranya.
Sedangkan, kata Ali lagi, untuk terpidana Encek Unguria dimasukkan ke Lapas Kelas II A Tangerang untuk menjalani pidana penjara selama 6 tahun dikurangi selama masa penangkapan dan berada dalam tahanan.
"Kewajiban membayar pidana denda sebesar Rp300 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 5 bulan," katanya lagi.
Kemudian, pembebanan pembayaran uang pengganti sebesar Rp629.700.000 paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan tersebut berkekuatan hukum tetap.
"Jika tidak membayar, maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut dengan ketentuan apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka dipidana dengan pidana penjara selama 1 tahun," kata Ali.
Encek Unguria juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak selesai menjalani pidana penjaranya.
Ismunandar dan istrinya merupakan penerima suap perkara tersebut. Tiga penerima suap lainnya, yaitu mantan Kepala Badan Pendapatan Daerah Kutai Timur Musyaffa, mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kutai Timur Suriansyah, dan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kutai Timur Aswandini.
Sedangkan pemberi suap adalah Aditya Maharani selaku kontraktor, dan Deky Aryanto selaku rekanan.
Baca juga: Ini kronologi OTT Bupati dan Ketua DPRD Kutai Timur oleh KPK
Baca juga: KPK tangkap Bupati Kutai Timur Ismunandar
Keduanya adalah terpidana perkara suap terkait pekerjaan infrastruktur di Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur tahun 2019-2020.
"Kamis (26/8), tim jaksa eksekusi telah selesai melaksanakan putusan Pengadilan Tipikor pada PN Samarinda Nomor 37/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Smr tanggal 15 Maret 2021 jo putusan Pengadilan Tipikor pada PT Samarinda Nomor 3/PID-TPK/2021/PT SMR tanggal 3 Juni 2021 atas nama terpidana Ismunandar dan terpidana Encek Unguria Riarinda Firgasih," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan terpidana Ismunandar dimasukkan ke Lapas Kelas I Tangerang untuk menjalani pidana penjara selama 7 tahun dikurangi selama masa penangkapan dan berada dalam tahanan.
Ismunandar juga diwajibkan membayar pidana denda sebesar Rp500 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Selanjutnya, pembebanan pembayaran uang pengganti sebesar Rp27.438.812.973 paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan tersebut berkekuatan hukum tetap.
"Jika tidak membayar, maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut, dengan ketentuan apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka dipidana dengan pidana penjara selama 3 tahun," kata Ali.
Ismunandar juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak selesai menjalani pidana penjaranya.
Sedangkan, kata Ali lagi, untuk terpidana Encek Unguria dimasukkan ke Lapas Kelas II A Tangerang untuk menjalani pidana penjara selama 6 tahun dikurangi selama masa penangkapan dan berada dalam tahanan.
"Kewajiban membayar pidana denda sebesar Rp300 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 5 bulan," katanya lagi.
Kemudian, pembebanan pembayaran uang pengganti sebesar Rp629.700.000 paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan tersebut berkekuatan hukum tetap.
"Jika tidak membayar, maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut dengan ketentuan apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka dipidana dengan pidana penjara selama 1 tahun," kata Ali.
Encek Unguria juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak selesai menjalani pidana penjaranya.
Ismunandar dan istrinya merupakan penerima suap perkara tersebut. Tiga penerima suap lainnya, yaitu mantan Kepala Badan Pendapatan Daerah Kutai Timur Musyaffa, mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kutai Timur Suriansyah, dan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kutai Timur Aswandini.
Sedangkan pemberi suap adalah Aditya Maharani selaku kontraktor, dan Deky Aryanto selaku rekanan.
Baca juga: Ini kronologi OTT Bupati dan Ketua DPRD Kutai Timur oleh KPK
Baca juga: KPK tangkap Bupati Kutai Timur Ismunandar