Jakarta (ANTARA) - Rey (Daisy Ridley), Poe (Oscar Isaac), Finn (John Boyega), Chewbacca, C-3PO dan BB-8 kembali dalam petualangan mereka untuk mengungkap pertanyaan yang tercipta dari dua film saga "Skywalker" sebelumnya, "The Force Awakens" (2015) dan "The Last Jedi" (2017).

Film ini mengambil latar satu tahun setelah kejadian di "Star Wars: The Last Jedi". Kelompok The Resistence yang dipimpin oleh Princess Leia masih harus menghadapi First Order.

Dengan segelintir orang yang tersisa, Leia pun mengirim sinyal untuk meminta bantuan ke seluruh penjuru galaksi.

Di tengah pertarungan sengit itu, Rey juga berkesempatan untuk mencari tahu lebih dalam akan jati dirinya, makna menjadi seorang Jedi, dan menata kepingan misteri yang ia kumpulkan sebelumnya.

"The Rise of Skywalker" merupakan film ketiga dan menutup perjalanan dari saga "Skywalker" setelah empat tahun sejak perilisan film pertama trilogi tersebut.



Lebih "manusia" Rey (Daisy Ridley) dalam cuplikan "Star Wars: The Rise of the Skywalker" (2019). (ANTARA/HO/Lucasfilm)

JJ Abrams kembali menunjukkan kepiawaiannya dalam menyutradarai film dengan genre aksi/sci-fi itu.

Tak hanya memberikan perhatian pada laga (stunts), efek visual, dan pertarungan lightsaber yang menegangkan, Abrams juga terlihat lebih berfokus pada sisi manusia dari para tokohnya.

Bila penggemar mengikuti trilogi terbaru "Star Wars" ini, bisa dilihat bagaimana para karakter utama, mulai dari Rey, Poe, Finn, hingga Kylo Ren (Adam Driver) tumbuh menjadi individu yang lebih dewasa memaknai segala perjalanan dan pertempuran yang pernah mereka hadapi.

Di tengah pertarungan Dark Side dan Light Side yang penuh dengan ledakan dan adrenalin, Abrams mampu menyisipkan momen sunyi yang menonjolkan sisi emosional yang cukup dinamis.



Hubungan antara Rey dengan teman-temannya, hingga dengan The Forces juga dirasa menjadi elemen cerita yang cukup kental dan mampu menggugah perasaan penonton.

Terlebih, kelima karakter utama ini memang memiliki ikatan persahabatan yang kental, ditambah dengan humor yang menggelitik, hangat, dan dekat dengan penggemar.

Kedekatan emosi

Kedekatan emosi antara sebuah waralaba film serta karakter dengan penggemarnya memang bukanlah hal yang baru, utamanya bagi waralaba yang sudah dibangun sejak film original pertamanya yang rilis di tahun 1977 silam.

Ketika seseorang bicara tentang "Star Wars", tak jarang mereka mengaitkannya dengan memori masa kecil dan mudanya. Tak terkecuali untuk film final dari sekuel trilogi "Skywalker" ini.

Terdapat banyak referensi dari komik maupun film-film sebelumnya yang seakan menyalakan kembali nostalgia penggemar "Star Wars", seperti munculnya karakter ikonik Princess Leia yang diperankan oleh mendiang Carrie Fisher.

Dari sisi visual, tidak diragukan lagi bahwa film yang diproduksi Lucasfilm ini mampu memanjakan mata dan menghidupkan imajinasi penonton secara total.



"The Rise of the Skywalker" baru-baru ini bahkan berhasil masuk ke dalam daftar pendek Efek Visual Terbaik untuk Oscars 2020, bersaing dengan "1917", "Cats", dan "Avengers: Endgame".

Secara keseluruhan, film dengan judul alternatif "Star Wars: Episode IX - The Rise of Skywalker" ini memberikan kejutan, jawaban, dan kesimpulan dari pertanyaan dan misteri para karakter "gelap" dan "terang" di dalamnya.

Film ini pun menutup saga "Skywalker" dengan penuturan yang menegangkan, epik, dekat, dan menyenangkan bagi para penggemar yang ikut berpetualang bersama Rey cs selama lima tahun terakhir.

"Star Wars: The Rise of the Skywalker" tayang di bioskop-bioskop Indonesia mulai hari ini (18/12). May the force be with you always!
 

Pewarta : Arnidhya Nur Zhafira
Editor : Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024