Makassar (ANTARA) - Menjadi pelukis profesional bisa dilakukan oleh siapa saja, namun menjadi pelopor pelukis dengan wadah yang tidak lazim dan memiliki nasionalime tinggi, mungkin hanya dimiliki segelintir orang yang salah satunya adalah pria asal Makassar, Sulawesi Selatan bernama Zaenal Beta.

Untuk menjumpai pelukis yang menggunakan air tanah liat ini, cukup berkunjung ke Benteng Fort Rotterdam, Makassar, karena di salah satu sudut benteng bersejarah itu Zaenal akan ditemui bersama puluhan lukisannya.

"Sejak umur 9 tahun karya lukisan saya tuangkan menggunakan cat atau crayon, kemudian hobby itu saya kembangkan dengan menggunakan tanah liat," tutur lelaki yang sudah lewat paruh baya ini.

Lelaki pecinta seni ini yang sejak awal bercita-cita menjadi pelukis mengisahkan awal pertama kali melukis menggunakan tanah liat.



Saat itu dirinya tengah pulang ke rumah dengan berjalan kaki membawa kertas untuk melukis, namun di jalan ia tak sengaja menjatuhkan kertas tersebut ke tanah.

Zaenal terkejut saat melihat ada motif yang dihasilkan dari kertas yang terjatuh itu. Berawal dari momen itulah ia mendapat ide untuk membuat karya lukisan dengan menggunakan tanah liat

Cita-cita menjadi pelukis, lanjut dia, semula ditentang oleh orang tua dan meminta Zaenal fokus melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Namun karena kecintaannya menekuni seni lukis itu dengan menggunakan sebagian besar waktunya melukis, akhirnya Zaenal hanya memperoleh Ijazah Sekolah Menengah Pertama (SMP).



Akibatnya, Zaenal sempat dilarang pulang ke rumah dan ini justru menjadi motivasi bagi lelaki yang sepintas mirip pelukis Afandi ini untuk terus menggeluti seni lukis tanah liat.

Seiring dengan waktu, karya-karya Zaenal pun mulai di lirik baik wisatawan lokal maupun mancanegara, bahkan tidak jarang diantara pengujung Benteng Rotterdam ini memborong hasil karya lelaki berambut gondrong ini.

"Orang-orang mulai menyukai karya-karya saya dari tanah liat tersebut menurutnya menarik karena berbeda dengan lukisan pada umumnya, para wisatawan mulai membeli baik dari Sulawesi maupun luar negeri," katanya.

Melihat perkembangan anaknya dan mulai tampil di layar televisi, orang tuanya pun mulai bangga dan akhirnya mendukung aktivitas seni anaknya.

Tak heran, jika lukisan unik karya Zaenal ini dibeli mulai dari harga Rp120 ribu hingga Rp20 juta yang rata-rata pembelinya adalah wisatawan mancanegara.

"Saya sempat mendapat tawaran untuk tinggal di Amerika dan mengajarkan seni lukis ini dengan bayaran yang tinggi, namun saya tolak dengan alasan Indonesia juga butuh orang seperti saya untuk berbagi ilmu di sini," katanya.



Semangat nasionalisme yang masih terpatri di dada Zaenal itu, rupanya belum berbalas dengan keinginannya mendapatkan ruang galeri yang layak untuk karya-karya, sehingga bisa bertahan dan menjadi pembelajaran bagi generasi selanjutnya.

"Saya hanya berharap, pemerintah dapat membantu menyediakan galeri yang lebih baik sehingga semua pengujung dapat menyaksikan karya lukisan tanah liat itu," kata pelukis tanah liat ini yang sebagian karyanya beraliran naturalis dan abstrak.

Hal terpenting lainnya adalah dukungan pemerintah untuk segera memberikan hak paten untuk penemuan karya seninya, agar tidak dicaplok negara lain.

Apalagi Zaenal merupakan pelukis pertama di dunia yang menggunakan cat berbahan dasar tanah liat untuk karya lukisannya.



 

Pewarta : Suriani Mappong
Editor : Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024