Jakarta (ANTARA) - "Karma" menjadi tema dari Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) ke-16 yang akan diselenggarakan pada tanggal 23–27 Oktober mendatang
Mulai dari penulis, seniman, pegiat, sutradara, cendekiawan dari seluruh dunia akan berkumpul di Ubud untuk berbagi cerita dan gagasan yang mengeksplorasi tema tahun yang terinspirasi dari filosofi Hindu, sama seperti tahun-tahun sebelumnya.
Bagi masyarakat dunia karma sering diartikan sebagai hukum sebab akibat, sementara bagi orang Hindu Bali, Karma Phala adalah konsep spiritual yang menyatakan bahwa setiap tindakan akan memicu konsekuensi yang setara dalam kekuatan dan bentuk yang serupa.
“Karena tindakan dalam kehidupan mereka sebelumnya mempengaruhi masa kini, dan perbuatan yang dilakukan di masa kini akan mempengaruhi masa depan mereka. Orang Hindu Bali menyadari bahwa nasib ada di tangan mereka sendiri,” jelas Founder & Director UWRF Janet DeNeefe dalam siaran pers, Kamis.
Festival yang akan dilangsungkan selama lima hari berturut-turut ini akan mengupas dampak dari tindakan pribadi dan kolektif manusia pada lingkungan sosial.
Diskusi menarik yang dibawakan oleh sosok-sosok sastra, cendekiawan, hingga penulis emerging pun akan menyemarakkan Festival.
Bersamaan dengan pengumuman tema 2019, UWRF juga meluncurkan karya seni untuk tahun ke-16, yang telah diciptakan oleh seniman visual komunitas Samuel Indratma, salah satu pendiri dari seni publik kolektif Yogyakarta yang ternama, Apotik Komik.
“Selain menerjemahkan semangat Ubud Writers & Readers Festival, saya juga mencoba menerjemahkan seperti apa karma itu sendiri. Apakah manusia mengubah wajah mereka? Apakah manusia mengubah bentuk mereka? Inilah mengapa saya memilih simbol topeng. Saya membayangkan karma sebagai siklus manusia yang terus berputar, kemudian kembali lagi," tutur Samuel.
Mulai dari penulis, seniman, pegiat, sutradara, cendekiawan dari seluruh dunia akan berkumpul di Ubud untuk berbagi cerita dan gagasan yang mengeksplorasi tema tahun yang terinspirasi dari filosofi Hindu, sama seperti tahun-tahun sebelumnya.
Bagi masyarakat dunia karma sering diartikan sebagai hukum sebab akibat, sementara bagi orang Hindu Bali, Karma Phala adalah konsep spiritual yang menyatakan bahwa setiap tindakan akan memicu konsekuensi yang setara dalam kekuatan dan bentuk yang serupa.
“Karena tindakan dalam kehidupan mereka sebelumnya mempengaruhi masa kini, dan perbuatan yang dilakukan di masa kini akan mempengaruhi masa depan mereka. Orang Hindu Bali menyadari bahwa nasib ada di tangan mereka sendiri,” jelas Founder & Director UWRF Janet DeNeefe dalam siaran pers, Kamis.
Festival yang akan dilangsungkan selama lima hari berturut-turut ini akan mengupas dampak dari tindakan pribadi dan kolektif manusia pada lingkungan sosial.
Diskusi menarik yang dibawakan oleh sosok-sosok sastra, cendekiawan, hingga penulis emerging pun akan menyemarakkan Festival.
Bersamaan dengan pengumuman tema 2019, UWRF juga meluncurkan karya seni untuk tahun ke-16, yang telah diciptakan oleh seniman visual komunitas Samuel Indratma, salah satu pendiri dari seni publik kolektif Yogyakarta yang ternama, Apotik Komik.
“Selain menerjemahkan semangat Ubud Writers & Readers Festival, saya juga mencoba menerjemahkan seperti apa karma itu sendiri. Apakah manusia mengubah wajah mereka? Apakah manusia mengubah bentuk mereka? Inilah mengapa saya memilih simbol topeng. Saya membayangkan karma sebagai siklus manusia yang terus berputar, kemudian kembali lagi," tutur Samuel.