Bengkulu (ANTARA Lampung) - Kehidupan gajah Sumatera (elephas maximus sumatrae) di Taman Wisata Alam (TWA) Seblat, Kabupaten Bengkulu Utara makin terancam, sebab habitat terakhir hewan raksasa dilindungi itu kini dikepung oleh tujuh perusahaan pertambangan batu bara yang mendapatkan izin eksplorasi.
"Ada tujuh perusahaan pertambangan, enam masih melakukan eksplorasi dan satu perusahaan sudah produksi," kata Direktur Yayasan Genesis, salah satu lembaga anggota Walhi Bengkulu, Barlian di Bengkulu, Senin.
Ia mengatakan, data yang diperoleh Genesis dari Kementerian ESDM, izin eksplorasi yang diterbitkan pemerintah daerah di sekitar habitat satwa terancam punah itu yakni untuk PT Mukomuko Maju Sejahtera seluas 2.043 hektare, PT Lara Sakti Mandiri seluas 12 ribu hektare, PT Borneo Suktan Mining seluas 12 ribu hektare.
Selanjutnya PT Injatama seluas 4.859 hektare, PT Krida Dharma Andika seluas 7.236 hektare dan PT Ferto Rejang seluas 2.431 hektare. Sedangkan satu perusahaan batu bara yang saat ini sudah melakukan tahap produksi yakni PT Kaltim Global seluas 921 hektare.
Penerbitan izin eskplorasi di sekitar kawasan hutan ini dikhawatirkan akan berdampak buruk terhadap masa depan sejumlah satwa langka khas Sumatera.
Selain menjadi rumah bagi puluhan ekor gajah Sumatera, kawasan TWA Seblat seluas lebih 7.000 hektare juga merupakan habitat satwa langka lainnya antara lain harimau Sumatra (Phantera Tigris Sumatrae) dan beruang madu (Helarctos Malayanus).
Koordinator PKG Seblat Erni Suyanti Musabine mengatakan hingga saat ini terdapat lebih dari empat permintaan izin untuk melakukan eksplorasi batu bara di dalam kawasan seluas lebih 7.000 hektare itu.
"Seharusnya pemerintah mewujudkan komitmen menjaga kelestarian hutan, terutama TWA Seblat karena menjadi benteng terakhir gajah Bengkulu," ucapnya.
Sementara Pelaksana Tugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu, Jaja Mulyana mengatakan sudah pernah menangkap orang asing yang melakukan eksplorasi batu bara di dalam kawasan TWA Seblat.
"Kawasan konservasi bukan untuk pertambangan batu bara, jadi jangan bermimpi mendapat izin mengeksplorasi apalagi eksploitasi batu bara di dalam TWA Seblat," kata dia.
Ia mengatakan keberadaan pertambangan batu bara yang berada di luar TWA Seblat juga akan berpengaruh terhadap kelestarian satwa langka yang terdapat di dalam hutan konservasi itu.
Selain pertambangan batu bara dan perkebunan skala besar, habitat gajah Sumatera itu juga terancam oleh perambahan hutan oleh masyarakat.
"Seperti di kawasan hutan produksi Lebong Kandis sudah memutus koridor gajah menuju Taman Nasional Kerinci Seblat," ujarnya.
Ia mengharapkan pemerintah daerah mengambil tindakan terhadap pembukaan hutan untuk aktivitas ilegal di dalam hutan produksi itu.(Ant)
"Ada tujuh perusahaan pertambangan, enam masih melakukan eksplorasi dan satu perusahaan sudah produksi," kata Direktur Yayasan Genesis, salah satu lembaga anggota Walhi Bengkulu, Barlian di Bengkulu, Senin.
Ia mengatakan, data yang diperoleh Genesis dari Kementerian ESDM, izin eksplorasi yang diterbitkan pemerintah daerah di sekitar habitat satwa terancam punah itu yakni untuk PT Mukomuko Maju Sejahtera seluas 2.043 hektare, PT Lara Sakti Mandiri seluas 12 ribu hektare, PT Borneo Suktan Mining seluas 12 ribu hektare.
Selanjutnya PT Injatama seluas 4.859 hektare, PT Krida Dharma Andika seluas 7.236 hektare dan PT Ferto Rejang seluas 2.431 hektare. Sedangkan satu perusahaan batu bara yang saat ini sudah melakukan tahap produksi yakni PT Kaltim Global seluas 921 hektare.
Penerbitan izin eskplorasi di sekitar kawasan hutan ini dikhawatirkan akan berdampak buruk terhadap masa depan sejumlah satwa langka khas Sumatera.
Selain menjadi rumah bagi puluhan ekor gajah Sumatera, kawasan TWA Seblat seluas lebih 7.000 hektare juga merupakan habitat satwa langka lainnya antara lain harimau Sumatra (Phantera Tigris Sumatrae) dan beruang madu (Helarctos Malayanus).
Koordinator PKG Seblat Erni Suyanti Musabine mengatakan hingga saat ini terdapat lebih dari empat permintaan izin untuk melakukan eksplorasi batu bara di dalam kawasan seluas lebih 7.000 hektare itu.
"Seharusnya pemerintah mewujudkan komitmen menjaga kelestarian hutan, terutama TWA Seblat karena menjadi benteng terakhir gajah Bengkulu," ucapnya.
Sementara Pelaksana Tugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu, Jaja Mulyana mengatakan sudah pernah menangkap orang asing yang melakukan eksplorasi batu bara di dalam kawasan TWA Seblat.
"Kawasan konservasi bukan untuk pertambangan batu bara, jadi jangan bermimpi mendapat izin mengeksplorasi apalagi eksploitasi batu bara di dalam TWA Seblat," kata dia.
Ia mengatakan keberadaan pertambangan batu bara yang berada di luar TWA Seblat juga akan berpengaruh terhadap kelestarian satwa langka yang terdapat di dalam hutan konservasi itu.
Selain pertambangan batu bara dan perkebunan skala besar, habitat gajah Sumatera itu juga terancam oleh perambahan hutan oleh masyarakat.
"Seperti di kawasan hutan produksi Lebong Kandis sudah memutus koridor gajah menuju Taman Nasional Kerinci Seblat," ujarnya.
Ia mengharapkan pemerintah daerah mengambil tindakan terhadap pembukaan hutan untuk aktivitas ilegal di dalam hutan produksi itu.(Ant)