Bandarlampung (ANTARA) - Abdul Basit Dihqan, seorang lulusan Magister Hukum dari Universitas Lampung (Unila) menunjukkan bagaimana ketekunan, komitmen, dan keberanian bisa mengubah tantangan menjadi peluang.
Lahir dan besar di Afghanistan, sebuah negara yang lama berjuang dengan konflik dan ketidakstabilan, Dihqan tumbuh dengan tekad untuk berkontribusi positif dalam membangun negaranya melalui jalur hukum dan advokasi.
Sebagai lulusan Sarjana Hukum (LL.B.) dari Universitas Kabul pada tahun 2018, Dihqan melangkah ke dunia profesional dengan bekerja sebagai konsultan hukum selama lima tahun.
Dalam peran ini, ia membantu lembaga pemerintah, organisasi non-pemerintah (NGO), serta sektor swasta, mengumpulkan wawasan yang luas tentang tantangan hukum dan sosial yang dihadapi masyarakat Afghanistan.
“Pengalaman ini memperkuat keyakinan saya pendidikan dan reformasi hukum adalah kunci untuk menciptakan perdamaian dan keadilan di negara-negara yang dilanda konflik,” ungkapnya.
Keinginan Dihqan untuk meningkatkan kapasitasnya membawa dirinya ke Unila, di mana ia mengejar gelar magister hukum. Meski menghadapi tantangan adaptasi budaya, bahasa baru, dan sistem akademik yang berbeda, Dihqan menjalani dengan semangat tinggi.
“Saya menghadapi banyak tantangan di awal studi, mulai dari beradaptasi dengan lingkungan geografis dan budaya, hingga mengelola beban studi yang berat. Namun, dengan membangun jaringan pertemanan dan dukungan mentor, serta berpartisipasi dalam kursus bahasa dan kegiatan budaya, saya berhasil melewatinya,” jelasnya.
Pengalaman akademis di Unila memberi Dihqan kesempatan untuk mendalami studi perbandingan hukum, khususnya antara sistem hukum Afghanistan dan Indonesia.
Fokus penelitiannya pada sistem parlementer kedua negara memberinya wawasan kritis tentang bagaimana hukum dapat diformulasikan untuk meningkatkan tata kelola dan demokrasi.
Selain itu, Dihqan memanfaatkan waktu kuliahnya dengan terlibat aktif dalam seminar, diskusi kelas, dan penelitian bersama dosen, memperdalam pemahaman teori serta aplikasi praktis dari konsep hukum yang kompleks.
Selain sisi akademis, Dihqan menjadikan pembelajaran budaya sebagai salah satu pilar penting dalam pengalamannya di Indonesia. Berpartisipasi dalam kursus bahasa, acara pertukaran budaya, dan program AIESEC memperkaya apresiasinya terhadap tradisi lokal.
“Belajar bahasa dan budaya Indonesia tidak hanya membantu saya beradaptasi, tetapi juga membuka jalan untuk memahami konteks hukum dan masyarakat setempat dengan lebih baik,” katanya.
Melalui semua pengalaman ini, Dihqan siap untuk melangkah lebih jauh. Ia bercita-cita melanjutkan pendidikan ke jenjang doktoral dengan fokus pada hukum internasional dan hak asasi manusia, serta berkontribusi pada organisasi internasional dan LSM yang berkonsentrasi pada penyelesaian konflik.
Visi besarnya adalah membawa perubahan positif bagi tanah kelahirannya, berbekal pengetahuan dan keterampilan yang telah ia kumpulkan selama studi di Unila.
“Saya ingin memanfaatkan apa yang telah saya pelajari untuk membantu merumuskan kebijakan yang mendukung perdamaian dan pembangunan di Afghanistan,” tuturnya dengan penuh harap.
Dihqan tak lupa menyampaikan rasa terima kasihnya yang mendalam kepada Unila atas kesempatan yang diberikan melalui beasiswa yang membantu mahasiswa internasional, khususnya warga Afghanistan.
Beasiswa ini bukan hanya soal dukungan finansial, tetapi juga kesempatan untuk berinteraksi dengan komunitas yang beragam dan memperluas wawasan. Selain itu, Dihgan juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada seluruh dosen pembimbing dan staf pengajar di Unila.
“Terima kasih, khususnya untuk Prof. Rudy, Ibu Dr. Ria Wierma, Dr. Candra Perbawati, Dr. Yusnani Hasymzum, dan Dr. Yusdianto, serta seluruh dosen yang saya hormati atas nasihat, keahlian, dan dukungan tak ternilai selama masa studi saya,” pungkasnya.
Kisah Abdul Basit Dihqan bukan hanya inspirasi bagi para mahasiswa internasional, tetapi juga bukti dedikasi dan semangat untuk belajar bisa membuka pintu perubahan, baik bagi individu maupun komunitas yang lebih luas.