Bandarlampung (ANTARA) - Rektor Institut Teknologi Sumatera (Itera) Prof I Nyoman Pugeg Aryantha menyatakan pembentukan Pusat Mitigasi Gempa dan Tsunami Sumatra merupakan salah satu bentuk kontribusi kampus tersebut pada Tanah Air terkait permasalahan kebencanaan.
"Pusat Mitigasi Gempa dan Tsunami Sumatra ini juga didukung oleh beberapa negara dan salah satunya yang sudah kami minta untuk memberikan orasi ilmiah Prof Phil R. Cummins dari Australian National University," kata Prof I Nyoman Pugeg Aryantha, di Lampung Selatan, Provinsi Lampung, Rabu.
Dia berharap Pusat Mitigasi Gempa dan Tsunami Sumatera bisa menjadi pusat kajian kebencanaan yang berfokus pada prediksi dan mitigasi gempa serta tsunami, melalui riset dan teknologi berbasis digital.
"Pusat Mitigasi Gempa dan Tsunami Sumatra ini akan dipimpin oleh Ir. Harkunti Pertiwi Rahayu, Ph.D., pakar kebencanaan dari ITB yang kini mengabdi di Itera. Selain itu, pusat ini juga menjalin kolaborasi internasional dengan beberapa kampus luar negeri," kata dia.
Ketua Umum Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) dan juga Scientific Committee for UN Ocean Decade Tsunami Program 2021-2030 Ir. Harkunti Pertiwi Rahayu, Ph.D., menjelaskan alasan mengapa diperlukannya Pusat Mitigasi Gempa dan Tsunami Sumatera di Itera karena Sumatera merupakan daerah yang rawan bencana.
“Bila kita melihat, total kerugian dan kerusakan akibat bencana yang paling besar adalah karena gempa bumi, tsunami dan banjir. Oleh karena itu, sebenarnya dibutuhkan satu lembaga khusus yang menangani gempa bumi dan tsunami,” kata dia.
Menurutnya, isu megathrust diangkat untuk mengingatkan semua orang akan potensi bencana besar yang akan terjadi.
"Di Sumatera sendiri terdapat dua sumber gempa yaitu patahan semangko dan megathrust. Gempa megathrust yang terjadi karena tumbukan lempeng tidak hanya berpotensi melepaskan gempa besar, tetapi juga gempa-gempa menengah dan kecil," kata dia.
Namun begitu, lanjut dia, saat ini dukungan terhadap mitigasi bencana di Indonesia masih rendah. Hal ini dapat dilihat saat terjadi bencana, semua sibuk melakukan penanganan, tetapi setelahnya lupa.
"Tentu ini menyebabkan masalah klasik selalu berulang, yaitu budaya membangun yang salah. Bangunan-bangunan di wilayah rentan gempa tidak menggunakan teknologi antigempa atau tahan gempa," kata dia.
Harkunti mengatakan Pusat Mitigasi Gempa dan Tsunami Sumatera ini dibuat dengan visi menjadi pusat Iptek yang menghasilkan penemuan dan inovasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mitigasi bencana yang unggul dan terpandang di tingkat lokal, nasional dan diakui secara internasional.
"Tentu saja, inovasi tersebut akan memberikan kontribusi yang signifikan dalam menciptakan kondisi masyarakat Indonesia yang lebih aman dari ancaman bencana, khususnya bencana gempa dan tsunami Sumatera," kata dia.