Pakar sebut debat cawapres lebih cerdas
Jakarta (ANTARA) - Pakar tata ruang Universitas Trisakti Yayat Supriatna menilai debat kedua antara para calon wakil presiden (cawapres) pada Jumat (23/12) malam lebih cerdas dan kontekstual sehingga dapat memberikan pertimbangan bagi para pemilih.
"Iya, debat kali ini ini semakin jelas dibandingkan debat pertama. Lebih soft (lembut), lebih cerdas, tidak menembak. Kalau menyindir, menyindir secara intelektual, bukan memojokkan dengan sarkasme yang tujuannya memang menguji kapasitas cawapres," kata Yayat kepada ANTARA di Jakarta, Sabtu.
Yayat menilai debat pertama antara para calon presiden (capres) pada 12 Desember 2023 lalu penuh emosi. Sedangkan untuk debat cawapres, Jumat (22/12) malam, para kontestan menyampaikan gagasan secara lebih kontekstual dan intelek.
Debat kedua untuk cawapres Pemilu 2024, Jumat (22/12) malam, mengangkat tema meliputi ekonomi kerakyatan, ekonomi digital, keuangan, investasi, pajak, perdagangan, pengelolaan APBN dan APBD, infrastruktur, dan perkotaan.
Khusus untuk masalah perkotaan, Yayat menilai ketiga kontestan perlu untuk mengelaborasi lebih jauh mengenai gagasan-gagasannya.
"(Untuk masalah perkotaan) jadi masih bersifat normatif, tidak dijelaskan apa yang dihadapi oleh tiap kota saat ini, kebutuhan paling mendesak itu apa. Masih generik, tapi memang sesinya terbatas sehingga eksplorasinya tidak bisa maksimal dalam waktu terbatas," katanya.
l
"Iya, debat kali ini ini semakin jelas dibandingkan debat pertama. Lebih soft (lembut), lebih cerdas, tidak menembak. Kalau menyindir, menyindir secara intelektual, bukan memojokkan dengan sarkasme yang tujuannya memang menguji kapasitas cawapres," kata Yayat kepada ANTARA di Jakarta, Sabtu.
Yayat menilai debat pertama antara para calon presiden (capres) pada 12 Desember 2023 lalu penuh emosi. Sedangkan untuk debat cawapres, Jumat (22/12) malam, para kontestan menyampaikan gagasan secara lebih kontekstual dan intelek.
Debat kedua untuk cawapres Pemilu 2024, Jumat (22/12) malam, mengangkat tema meliputi ekonomi kerakyatan, ekonomi digital, keuangan, investasi, pajak, perdagangan, pengelolaan APBN dan APBD, infrastruktur, dan perkotaan.
Khusus untuk masalah perkotaan, Yayat menilai ketiga kontestan perlu untuk mengelaborasi lebih jauh mengenai gagasan-gagasannya.
"(Untuk masalah perkotaan) jadi masih bersifat normatif, tidak dijelaskan apa yang dihadapi oleh tiap kota saat ini, kebutuhan paling mendesak itu apa. Masih generik, tapi memang sesinya terbatas sehingga eksplorasinya tidak bisa maksimal dalam waktu terbatas," katanya.
l