Sekretaris PWNU sebut Karomani minta Rp100 juta untuk infak LNC

id Lampung.,KPK,Bandarlampung,Suap Unila

Sekretaris PWNU sebut Karomani minta Rp100 juta untuk infak LNC

Saksi kasus suap penerimaan mahasiswa baru (PMB) Universitas Lampung (Unila) Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung Aryanto Munawar saat memberi kesaksian di PN Tanjungkarang, Kamis, (9/32023). (ANTARA/Dian Hadiyatna)

Bandarlampung (ANTARA) - Saksi kasus suap penerimaan mahasiswa baru (PMB) Universitas Lampung, Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung Aryanto Munawar mengatakan bahwa Karomani pernah meminta dana infak Rp100 juta untuk gedung Lampung Nahdiyin Center (LNC) kepada Hepi Asasi, orang yang dibantunya untuk memasukkan anaknya ke Fakultas Kedokteran Unila.

"Setelah anaknya Hepi Asasi mengisi form pendaftaran jalur mandiri, saya berjanji kepada Hepi Asasi untuk bertemu Karomani sebelum tes SMMPTN," kata Aryanto Munawar, saat menjadi saksi pada sidang lanjutan suap PMB Unila di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, di Bandarlampung, Kamis.

Sidang lanjutan kasus suap PMB Unila di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, atas terdakwa Karomani, Heryandi dan M Basri dipimpin oleh majelis hakim Lingga Setiawan, Aria Veronica, Edi Purbanus, Ahmad Rifai, dan Efiyanto.

Dia mengatakan bahwa awalnya Hepi Asasi bersedia membayar sumbangan pengembangan institusi (SPI) senilai Rp300 juta, namun anaknya sudah terlanjur mengisi SPI senilai Rp400 juta di formulir pendaftaran.

"Jadi saya menghubugi karomani, mengatakan mahasiswa tersebut merupakan keponakan Musa Zainuddin (mantan DPR RI). Saya bilang mahasiswa ini mau tes jalur mandiri, dan sudah mengisi formulir SPI dan siap menyumbang Rp400 juta," kata dia.

Aryanto pun mengatakan bahwa akhirnya bersama Hepi Asasi yang merupakan anggota Polri bertemu Karomani di Rektorat Unila, untuk meminta pengurangan uang SPI.

"Saat bertemu cuman membahas ini anaknya Hepi Asasi sudah mendaftar jalur mandiri dengan SPI Rp400 juta, uang SPI itu bisa tidak dikurangi Rp300 juta dan Rp100 juta lain untuk infak Gedung LNC," kata dia.

Namun, lanjut dia, selang beberapa waktu Karomani menghubunginya, bahwa nilai sumbanngan SPI tersebut sudah tidak bisa diubah ketika sudah di upload.

"Pak Karomani telpon saya, bilang nilainya tidak bisa diubah, jadi tetap Rp400 juta itu. Kemudian dia cuma bilang (Karomani) ditambah lagi Rp100 untuk sumbangan LNC," kata dia.

Kemudian itu, lanjut dia, sekitar tanggal 4 Juli 2021, Mualimin menelpon untuk menanyakan alamat rumah untuk mengambil uang Rp100 juta guna sumbangan gedung LNC.

"Mualimin nelpon saya, nanya alamat rumah, itu sekitar 4 juli 2021. Kemudian saya juga telpon Hepi Asisi orang tua calon mahasiswa untuk ke rumah. Kemudian Mualimin datang uang seratus juta saya kasih ke dia," kata dia.

Sementara itu, terdakwa Karomani dalam persidangan tersebut membantah adanya pertemuan di Rektorat Unila dengan Aryanto Munawar dan juga Hepi Asasi.

"Saya keberatan dengan kesaksian saksi Aryanto Munawar. Ti pernah bertemu bertiga di ruangan rektor dan tak pernah membicarakan soal infak," kata dia.

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menghadirkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI hingga kepala daerah menjadi saksi dalam sidang lanjutan Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) Universitas Lampung (Unila) Tahun 2022.

Keenam saksi tersebut, yakni Anggota DPR RI Tamanuri, Bupati Lampung Timur Dawam Rahardjo, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Lampung Sulpakar, Dosen FKIP Unila I Wayan Mustika, Sekretaris Dinas Pendidikan Lampung Selatan Asep Jamhur, dan Sekretaris PWNU Lampung Arianto Munawar.

Prof Karomani, mantan Rektor Unila, bersama dua orang terdakwa lainnya yakni mantan Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Prof Heryandi dan mantan Ketua Senat Unila Muhammad Basri juga menjadi terdakwa atas perkara dugaan penerimaan suap PMB Unila Tahun 2022.

Dalam perkara tersebut, KPK telah menetapkan empat orang tersangka yang terdiri atas tiga orang selaku penerima suap, yakni Prof Dr Karomani (mantan Rektor Unila), mantan Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi, dan mantan Ketua Senat Unila Muhammad Basri. Sementara itu, untuk tersangka pemberi suap adalah pihak swasta yakni Andi Desfiandi yang telah dijatuhi hukuman oleh majelis hakim.