Strategi pencapaian "Indonesia's FOLU Net Sink 2030"

id folu, kehutanan, emisi rumah kaca, kementerian kehutanan

Strategi pencapaian "Indonesia's FOLU Net Sink 2030"

Strategi pencapaian Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 (ANTARA/HO)

Bandarlampung (ANTARA) - Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ruandha Agung Sugardiman, memaparkan strategi pencapaian Indonesia’s FOLU Net Sink 2030. 

Indonesia Forestry and Other Land Uses (FOLU) Net-Sink 2030 merupakan suatu kondisi dimana tingkat serapan karbon sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya sudah berimbang atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi yang dihasilkan sektor tersebut pada tahun 2030.

Dalam acara Sosialisasi Sub Nasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 di Lampung, Senin, Ruandha menjelaskan bahwa FOLU Net Sink 2030 dapat dicapai melalui 11 langkah operasional mitigasi sektor FOLU, yaitu: pengurangan laju deforestasi lahan mineral; pengurangan laju deforestasi lahan gambut; pengurangan laju degradasi hutan lahan mineral; pengurangan laju degradasi hutan lahan gambut.

Kemudian pembangunan hutan tanaman; sustainable forest management; rehabilitasi dengan rotasi; rehabilitasi non rotasi; restorasi gambut; perbaikan tata air gambut; dan Konservasi keanekaragaman hayati. 

Selain itu, menurut Ruandha, ke depan mangrove menjadi peluang untuk dielaborasi dalam Rencana Operasional FOLU Net Sink 2030 karena kapasitas mangrove dalam mengurangi emisi dari sektor lahan belum diperhitungkan baik di dalam NDC maupun di dalam dokumen LTS-LCCR 2050.

“Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 mendorong kinerja sektor kehutanan menuju target pembangunan yang sama, yaitu tercapainya tingkat emisi gas rumah kaca sebesar -140 juta ton CO2e pada tahun 2030. Pijakan dasar utamanya adalah sustainable forest management, environmental governance, dan carbon governance,” kata Ruandha yang hadir secara virtual.

Ruandha melanjutkan, capaian FOLU Net Sink 2030 sangat ditentukan oleh pengurangan emisi dari deforestasi dan lahan gambut. Selain itu, juga dari peningkatan kapasitas hutan alam dalam penyerapan karbon; restorasi dan perbaikan tata air gambut; restorasi dan rehabilitasi hutan; Pengelolaan hutan lestari; serta optimasi lahan tidak produktif. 

"Juga diperlukan pengembangan berbagai instrument kebijakan baru, pengendalian sistem monitoring, dan evaluasi dan pelaksanaan komunikasi publik,” tambahnya.

Inti dari kegiatan FOLU adalah kegiatan teknis di tingkat tapak melalui 3 aksi. Pertama, aksi pengurangan emisi gas rumah kaca, misalnya dengan pengendalian karhutla dan mengurangi deforestasi.

Kedua, aksi mempertahankan serapan emisi, dengan cara menjaga dan mempertahankan kondisi tutupan hutan-hutan yang ada. Ketiga, meningkatkan serapan emisi, dengan rehabilitasi hutan dan lahan serta membuat hutan-hutan tropis baru. 

Pada tahun 2030 Indonesia harus menurunkan 29 persen dari Business As Usual dan bisa mencapai 41 persen lebih rendah apabila ada dukungan dari international. Dari target penurunan emisi 41 persen tersebut, 24,1 persen berasal dari sektor kehutanan, artinya sektor kehutanan memiliki porsi terbesar, yakni 60 persen dari total kewajiban Indonesia untuk menurunkan emisinya. 

"Sektor kehutanan menjadi tumpuan Indonesia untuk bisa menurukan emisi gas rumah kacanya, oleh karena itu, kita harus menyusun Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 sampai ke tingkat provinsi dan daerah agar penurunan emisi 60 persen dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya dapat tercapai,” tegas Ruandha.

Sejalan jalan dengan target FOLU, komitmen Pemerintah Provinsi Lampung sudah on the track dalam upaya mendukung pencapaian target penurunan emisi gas rumah kaca secara nasional.

Provinsi Lampung telah menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 17,159 jt ton ekuivalen  karbondioksida (CO2e) atau sebesar 38,59 persen dari total Business As Usual Provinsi Lampung Tahun 2020 sebesar 27,9 juta ton ekuivalen karbondioksida (CO2e), jelas Sekda Provinsi Lampung, Fahrizal Darminto, yang hadir mewakili Gubernur membuka acara sosialisasi tersebut.

Untuk itu, Fahrizal berharap Pemerintah Pusat, pemerintah daerah dan akademisi dapat bekerja bersama secara kolektif melalui aksi percepatan dan implementasi langkah-langkah mitigasi, serta peran penting untuk melindungi, melestarikan dan memulihkan alam dan ekosistem dalam memberikan manfaat untuk adaptasi dan mitigasi iklim sambil memastikan perlindungan sosial dan lingkungan.