Pertemuan Megawati-Prabowo jadi embrio menuju Pilpres 2024
Jakarta (ANTARA) - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing berpendapat pertemuan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto bisa menjadi embrio kerja sama politik dalam menghadapi Pilpres 2024.
"Ini akan produktif dalam komunikasi politik ke depan dalam rangka pemasangan capres-cawapres," kata Emrus dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Minggu.
Emrus mengatakan hal itu menanggapi kunjungan silaturahmi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto ke kediaman Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Jakarta, Senin (2/5).
Megawati didampingi Prananda Prabowo dan Puan Maharani, sedangkan Prabowo didampingi Didit Hediprasetyo dan Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani.
Menurut dia, silaturahmi itu sebagai pertemuan informal. Dalam pertemuan informal, segala hal bisa diperbincangkan sepanjang sesuai dengan kepentingan para pihak. Hal itu berbeda dengan pertemuan formal yang lebih kaku karena ada koridor protokoler.
"Saya melihat ini pertemuan informal. Biasanya pertemuan informal itu lebih dekat secara psikologis, sosiologis, dan antropologis," ujarnya.
Dia melihat hal itu menjadi bukti adanya kedekatan antara PDIP dan Partai Gerindra. Pertemuan informal itu mensyaratkan adanya kedekatan psikologis.
Menurut Emrus, pertemuan itu akan berpengaruh terhadap skema 2024. Jika keduanya berkoalisi untuk mengajukan pasangan calon Prabowo-Puan pada Pilpres 2024, maka akan sangat produktif. Apalagi jika ditambah dengan koalisi partai lain, seperti Golkar, NasDem, PKB, dan PPP.
"Kalau itu dilakukan, saya kira hampir dipastikan memenangkan Pemilu 2024," jelasnya.
Emrus menilai pasangan calon Prabowo-Puan tidak hanya akan memenangkan kontestasi 2024, tetapi mampu membawa Indonesia lebih maju. Ia menilai menilai pasangan calon Prabowo-Puan saling melengkapi.
Prabowo dengan basis popularitas dan elektabilitas, sedangkan Puan dengan kualitas yang teruji ketika menduduki berbagai jabatan, seperti Menko PMK dan Ketua DPR RI.
Sebagai sosok perempuan, Puan dinilai memainkan peran keibuan untuk merangkul, merekatkan, dan mengayomi semua golongan.
"Artinya, Puan Maharani bisa merekatkan bangsa ini," tegasnya.
Apalagi, katanya, Gerindra dan PDIP mempunyai karakter kepartaian yang kurang lebih sama, yakni loyalitas kader yang sangat besar terhadap ketua umum masing-masing. Ketua umum partai mempunyai pengaruh dan peran yang sangat besar. Kedua partai itu menempati urutan tertinggi dalam perolehan suara pada Pemilu 2019.
"Gerindra dan PDIP, kadernya sudah sangat percaya dengan ketua umum partainya. Jadi mereka tegak lurus," tegasnya.
Sementara itu, Pengamat politik dan Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya menyatakan bahwa Puan Maharani perlu memperkuat "personal branding", bukan sekadar dikenal sebagai cucu proklamator maupun Ketua DPR RI.
"Mbak Puan harus berani menerobos pandangan lama yang muncul tentang dirinya, sering dilihat normatif, ada keterbatasan sebagai Ketua DPR, dan lebih bergantung pada sosok atau trah keluarga. Dia harus menunjukkan 'personal branding'-nya secara pribadi," ujarnya.
Selama ini masyarakat mengenal Puan sebagai keturunan Soekarno, prestasinya semasa menjabat di Kabinet Kerja Tahun 2014-2019, dan Ketua DPR RI. Namun menurut Yunarto, Puan masih perlu terus turun ke masyarakat.
"Jadi dia harus berani berbicara tentang apa yang ada di lapangan, isu-isu terkini termasuk banyak turun di lapangan, bukan cuma dalam kapasitas sebagai Ketua DPR. Dia harus datang sebagai kader PDIP dan mungkin dari situ kedekatan dengan masyarakat bisa lebih muncul," kata Yunarto.
"Ini akan produktif dalam komunikasi politik ke depan dalam rangka pemasangan capres-cawapres," kata Emrus dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Minggu.
Emrus mengatakan hal itu menanggapi kunjungan silaturahmi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto ke kediaman Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Jakarta, Senin (2/5).
Megawati didampingi Prananda Prabowo dan Puan Maharani, sedangkan Prabowo didampingi Didit Hediprasetyo dan Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani.
Menurut dia, silaturahmi itu sebagai pertemuan informal. Dalam pertemuan informal, segala hal bisa diperbincangkan sepanjang sesuai dengan kepentingan para pihak. Hal itu berbeda dengan pertemuan formal yang lebih kaku karena ada koridor protokoler.
"Saya melihat ini pertemuan informal. Biasanya pertemuan informal itu lebih dekat secara psikologis, sosiologis, dan antropologis," ujarnya.
Dia melihat hal itu menjadi bukti adanya kedekatan antara PDIP dan Partai Gerindra. Pertemuan informal itu mensyaratkan adanya kedekatan psikologis.
Menurut Emrus, pertemuan itu akan berpengaruh terhadap skema 2024. Jika keduanya berkoalisi untuk mengajukan pasangan calon Prabowo-Puan pada Pilpres 2024, maka akan sangat produktif. Apalagi jika ditambah dengan koalisi partai lain, seperti Golkar, NasDem, PKB, dan PPP.
"Kalau itu dilakukan, saya kira hampir dipastikan memenangkan Pemilu 2024," jelasnya.
Emrus menilai pasangan calon Prabowo-Puan tidak hanya akan memenangkan kontestasi 2024, tetapi mampu membawa Indonesia lebih maju. Ia menilai menilai pasangan calon Prabowo-Puan saling melengkapi.
Prabowo dengan basis popularitas dan elektabilitas, sedangkan Puan dengan kualitas yang teruji ketika menduduki berbagai jabatan, seperti Menko PMK dan Ketua DPR RI.
Sebagai sosok perempuan, Puan dinilai memainkan peran keibuan untuk merangkul, merekatkan, dan mengayomi semua golongan.
"Artinya, Puan Maharani bisa merekatkan bangsa ini," tegasnya.
Apalagi, katanya, Gerindra dan PDIP mempunyai karakter kepartaian yang kurang lebih sama, yakni loyalitas kader yang sangat besar terhadap ketua umum masing-masing. Ketua umum partai mempunyai pengaruh dan peran yang sangat besar. Kedua partai itu menempati urutan tertinggi dalam perolehan suara pada Pemilu 2019.
"Gerindra dan PDIP, kadernya sudah sangat percaya dengan ketua umum partainya. Jadi mereka tegak lurus," tegasnya.
Sementara itu, Pengamat politik dan Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya menyatakan bahwa Puan Maharani perlu memperkuat "personal branding", bukan sekadar dikenal sebagai cucu proklamator maupun Ketua DPR RI.
"Mbak Puan harus berani menerobos pandangan lama yang muncul tentang dirinya, sering dilihat normatif, ada keterbatasan sebagai Ketua DPR, dan lebih bergantung pada sosok atau trah keluarga. Dia harus menunjukkan 'personal branding'-nya secara pribadi," ujarnya.
Selama ini masyarakat mengenal Puan sebagai keturunan Soekarno, prestasinya semasa menjabat di Kabinet Kerja Tahun 2014-2019, dan Ketua DPR RI. Namun menurut Yunarto, Puan masih perlu terus turun ke masyarakat.
"Jadi dia harus berani berbicara tentang apa yang ada di lapangan, isu-isu terkini termasuk banyak turun di lapangan, bukan cuma dalam kapasitas sebagai Ketua DPR. Dia harus datang sebagai kader PDIP dan mungkin dari situ kedekatan dengan masyarakat bisa lebih muncul," kata Yunarto.