Oslo (ANTARA) - Dua jurnalis yang karyanya telah memicu kemarahan otoritas di Filipina dan Rusia dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian sebagai penghormatan atas hak untuk kebebasan berbicara yang terancam di seluruh dunia.
Maria Ressa dan Dmitry Muratov diberi penghargaan "atas perjuangan mereka yang berani demi kebebasan berekspresi di Filipina dan Rusia", kata Ketua Komite Nobel Norwegia Berit Reiss-Andersen dalam konferensi pers, Jumat."Pada saat yang sama, mereka akan perwakilan dari semua jurnalis yang membela cita-cita tersebut di dunia di mana demokrasi dan kebebasan pers menghadapi kondisi yang semakin buruk," kata Reiss-Andersen.
Hadiah Nobel Perdamaian itu pertama kali diberikan kepada jurnalis sejak Carl von Ossietzky dari Jerman memenanginya pada tahun 1935 karena mengungkap program rahasia persenjataan kembali negaranya pascaperang.
"Jurnalisme bebas, independen, dan berbasis fakta berfungsi untuk melindungi dari penyalahgunaan kekuasaan, kebohongan, dan propaganda perang," kata Reiss-Andersen.
Muratov adalah pemimpin redaksi surat kabar investigasi Rusia Novaya Gazeta, yang telah menentang Kremlin di bawah Presiden Vladimir Putin dengan penyelidikan atas kesalahan dan korupsi. Ia juga secara ekstensif meliput konflik di Ukraina.
Dia adalah orang Rusia pertama yang memenangi Hadiah Nobel Perdamaian sejak pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev, yang membantu mendirikan Novaya Gazeta dengan uang yang dia terima saat memenangi penghargaan itu pada 1990.
Sementara Ressa mengepalai Rappler, sebuah perusahaan media digital yang ia dirikan bersama pada tahun 2012. Media itu tumbuh menonjol lewat liputan investigasi, termasuk pembunuhan skala besar selama kampanye polisi melawan narkoba.
"Saya kaget," kata Ressa kepada Rappler.
Pada Agustus, pengadilan Filipina menolak kasus pencemaran nama baik terhadap Ressa, salah satu dari beberapa tuntutan hukum yang diajukan terhadap jurnalis itu.
Ressa mengatakan dia menjadi sasaran karena laporan kritis situs beritanya tentang Presiden Rodrigo Duterte.
Nasib Ressa, salah seorang jurnalis yang dinobatkan sebagai Person of the Year oleh Majalah Time pada 2018 karena memerangi intimidasi media, telah menimbulkan kekhawatiran internasional tentang pelecehan media di Filipina, negara yang pernah dipandang sebagai pembawa standar kebebasan pers di Asia.
Di Moskow, Nadezhda Prusenkova, seorang jurnalis di Novata Gazeta, mengatakan kepada Reuters bahwa staf perusahaan surat kabar itu merasa terkejut dan senang.
"Kami terkejut. Kami tidak tahu. Tentu saja kami senang dan ini sangat keren," kata Prusenkova.
Pemerintah Rusia sendiri mengucapkan selamat kepada Muratov atas penghargaan tersebut.
"Dia terus bekerja sesuai dengan cita-citanya sendiri, dia mengabdi pada cita-cita itu, dia berbakat, dia berani," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.
Penghargaan itu akan memberi kedua jurnalis tersebut kesempatan untuk dikenal secara internasional dan dapat menginspirasi generasi jurnalis baru, kata Direktur Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm Dan Smith.
"Kami biasanya berharap bahwa kesempatan untuk dikenal lebih luas sebenarnya berarti perlindungan yang lebih besar untuk hak-hak dan keselamatan individu yang bersangkutan," kata Smith kepada Reuters.
Hadiah Nobel Perdamaian akan diberikan pada 10 Desember, bertepatan dengan peringatan kematian industrialis Swedia Alfred Nobel yang mendirikan penghargaan tersebut dalam wasiatnya tahun 1895.
Sumber: Reuters