Bandarlampung (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Lampung (Unila) Arizka Warganegara PhD menyampaikan perlu reformasi elektoral karena dari sistem pemilu, baik pemilu legislatif, pemilihan kepala daerah maupun pemilihan presiden secara langsung tidak berdampak pada berkembang dan tumbuhnya kesejahteraan rakyat, justru sebaliknya ada semacam "messy" (kekacauan) di tengah masyarakat.
"Pilkada langsung atau pilkadasung jauh dari menghasilkan pemimpin yang visioner dan prorakyat, justru pendulum mengarah pada high cost politics dan itu vis a vis berkembangnya bibit korupsi," kata Arizka, saat dihubungi di Bandarlampung, Sabtu.
Ia pun mengusulkan adanya evaluasi menyeluruh sistem elektoral (pemilu) di Indonesia dan mendorong pilkada tidak langsung atau via DPRD bisa menjadi alternatif.
"Jika pilkadasung tidak dievaluasi, maka saya mengkhawatirkan high cost politics ini akan berdampak pada berkembangnya capitalist elite atau elite kapitalis yang hitungannya hanya untung rugi, tidak mendorong kesejahteraan rakyat," kata pengajar FISIP Unila itu pula.
Arizka menambahkan, kombinasi bisa diusulkan misalkan untuk kabupaten/kota dipilih melalui DPRD, dan gubernur ditunjuk presiden. Pemilihan anggota legislatif DPR dan DPRD tetap dipilih langsung, tapi kembali pada sistem proporsional tertutup, rakyat cukup memilih partai saja bukan nama caleg, sehingga mekanisme internal partai bisa berjalan dan lompat pagar bisa dikurangi.
Ia mencontohkan, negara maju seperti Prancis saja pemilihannya tidak di semua level secara langsung. "Terus terang infrastruktur dan suprastruktur politik kita belum siap," katanya lagi.
Karena itu, lanjut dia, reformasi elektoral mesti segera dilakukan dan menjadi konsern elite.
"Pada awalnya kita sangat mendukung pilkadasung sejak 2005-2019, kalau kita evalusi pilkadasung bagus di awal saja 2005-2010, setelah itu politik menjadi sangat high cost dengan prevalensi politik uang yang tinggi hampir di semua wilayah NKRI," kata dia pula.
Pada akhirnya, lanjut dosen muda itu, reformasi elektoral segera diwujudkan dengan melihat beragam fenomena penyelenggaraan pemilu, baik di level nasional maupun daerah, dari sisi penyelenggara, pemilih, dan peserta.
"Reformasi elektoral menjadi sangat penting untuk menjaga konsistensi nilai demokrasi sebagai bagian dari tuntutan reformasi politik 1998, demokrasi kan alat, bukan tujuan, tujuan bernegara demokrasi adalah keseimbangan antara keterbukaan politik dan kesejahteraan rakyat," kata dia menegaskan.
Berita Terkait
Basarnas Banda Aceh evakuasi warganegara Filipina dari kapal tanker karena sakit
Kamis, 18 Januari 2024 12:11 Wib
Mengamati "koalisi" partai politik Oleh Arizka Warganegara
Minggu, 28 Agustus 2022 12:26 Wib
Pengamat prediksi Pilkada di Bandarlampung bakal menarik dan dinamis
Minggu, 22 Desember 2019 10:34 Wib
Hujan angin kencang landa Manila, bendera kontingen SEA Games 2019 diturunkan
Selasa, 3 Desember 2019 9:11 Wib
Pengamat ingatkan platform politik Jokowi mesti tegas dan jelas
Rabu, 16 Oktober 2019 23:01 Wib
Pemprov Luncurkan Gerakan Lampung Membaca
Kamis, 21 September 2017 9:36 Wib
Pengamat: Golkar Capreskan Jokowi Hal Paling Realistis
Rabu, 7 September 2016 13:55 Wib
Tantangan terbesar kepala daerah baru hadapi MEA
Selasa, 16 Februari 2016 13:45 Wib