Resensi Film- Marmut Merah Jambu, Kisah Cinta Pertama

id Marmut Merah Jambu, Kisah Cinta Pertama

Raditya Dika mengibaratkan cinta pertama dengan filosofi marmut merah jambu.
       
Ia membayangkan marmut merah jambu yang berlari di sebuah roda, terus berlari, tetapi nyatanya si marmut merah jambu itu tidak kemana-mana.
       
Begitulah cinta pertama yang masih selalu terkenang. Setidaknya bagi Raditya Dika yang mengenang Ina, sebagai cinta pertamanya di masa SMA.
       
Kisah nyata Raditya Dika itu bisa dinikmati dalam film Marmut Merah Jambu yang disutradarai sendiri olehnya.
 
Ya, inilah debut pertama Dika, begitu ia akrab disapa, sebagai sutradara film dari buku karyanya sendiri dengan judul yang sama. Tidak tanggung-tanggung, selain juga tentu saja sebagai pemain, Dika pun merangkap pula sebagai penulis skenario.
       
Marmut Merah Jambu merupakan buku ketiga karya Dika yang diangkat menjadi film oleh Starvision. Jika film sebelumnya Cinta Brontosaurus dan Manusia Setengah Salmon berkisah tentang Raditya Dika dewasa, dalam Marmut Merah Jambu penonton diajak masuk dalam masa SMA Raditya Dika, yang diperankan oleh Cristoffer Nelwan.
       
Dika semasa SMA ternyata sosok yang canggung dan cenderung pemalu. Namun, ia mencintai seorang siswi paling populer di sekolahnya, Ina, yang diperankan oleh Anjani Dina. Untuk menarik perhatian Ina yang juga menjadi penyiar di salah satu stasiun radio terkenal di Indonesia itu, Dika harus memutar otak. Setidaknya, dalam pikiran Dika, ia harus populer agar dilirik Ina.
        
Bersama sahabatnya Bertus, Dika pun berpetualang mencari kepopuleran. Duet Dika dan Bertus sepanjang film mampu mengocok perut penonton terutama tingkah si Bertus.
        
Akting Julian Liberty yang memerankan Bertus patut diacungi jempol sebagai sosok yang lucu sehingga mampu menjaga rasa komedi sepanjang film tersebut.
        
Aktor Bucek sebagai ayahnya Dika pun tidak kalah lucu. Dengan logat batak yang kental, Bucek turut andil dalam membuat hidup komedi di film tersebut.

    
                       Kisah Tiga Sekawan
   
Akhirnya Dika dan Bertus berhasil menjadi populer setelah sekian kali gagal mencoba beberapa ekskul di sekolah.
       
Mereka membentuk grup detektif Tiga Sekawan bersama Cindy (Sonya Pandarmawan) yang digambarkan sebagai sosok yang pintar dan galak.
        
Ketiganya berhasil memecahkan sejumlah kasus-kasus absurd di sekolah seperti misteri hilangnya bola basket guru olahraga hingga misteri surat ancaman ketua OSIS.
        
Meskipun begitu, Dika belum juga mampu memikat Ina yang sepertinya lebih tertarik dengan cowok idola berambut wangi dan vegetarian, Michael (Axel Matthew Thomas).
        
Ditambah lagi, ada satu kasus yang tidak bisa mereka pecahkan, bahkan oleh Cindy sebagai anggota yang paling pintar (dan sebenarnya yang membuat grup detektif itu bisa memecahkan setiap kasus).
        
Misteri tulisan di sudut tembok sekolah dengan gambar marmut berwarna merah jambu itu sempat membuat persahabatan tiga sekawan merenggang.
        
Raditya Dika menampilkan alur maju-mundur dalam film yang dibanjiri cameo dari sejumlah artis ternama itu.
        
Pada latar masa sekarang, penonton akan dihibur lewat dialog antara Dika dan ayahnya Ina yang diperankan Tio Pakusadewo.
        
Akting Tio sebagai aktor kawakan tidak perlu diragukan lagi. Ia menampilkan seorang bapak dengan logat jawa yang kental, galak, namun akhirnya luluh saat mendengar kisah cintanya Dika kepada putrinya yang akan menikah pada esok hari.
        
Kedatangan Dika ke rumah Ina dengan membawa seribu origami burung bangau ternyata bukan untuk menggagalkan pernikahan Ina sebagaimana sempat dicurigai oleh ayahnya Ina.
        
Ketika Dika selesai menceritakan semuanya kepada ayahnya Ina, ternyata Dika sadar ada yang belum selesai dari masa lalunya. Petualangan Dika pun berlanjut, tetapi kali ini demi kisah cintanya.

    
                    Debut Raditya Dika
   
Raditya Dika ingin mengajak penonton bernostalgia dengan cinta pertama mereka.
        
"Harapan saya sederhana. Saat film ini selesai dan lampu bioskop dinyalakan, saya ingin penonton menelepon cinta pertamanya di SMA dan bertanya: apa kabar?" kata Dika.
        
Selain itu, film ini pun membuktikan kemampuan Dika tidak hanya sebagai penulis buku, aktor, penulis skenario juga stand-up comedian tetapi sutradara.
        
Sentuhan Dika cukup dibilang lumayan untuk film perdananya. Rupanya Dika memang sudah mempunyai modal menyutradarai serial Malam Minggu Miko dimana ia juga harus melakoni peran.
        
"Belajar (jadi sutradara) asal nyebur saja karena dari serial Malam Minggu Miko juga tidak ada pengalaman (jadi sutradara). Kuncinya belajar, belajar, belajar," ujar Dika.
        
Ia mengaku justru lebih banyak mendapat kemudahan meskipun harus merangkap sebagai sutradara, penulis skenario dan pemain.
        
"Yang saya perankan karakter diri sendiri. Skenario juga bikin sendiri, jadi itu yang memudahkan. Sudah ada bayangan filmnya mau diapain saja," jelas Dika yang mengaku tetap lebih memilih profesi penulis.
        
Tio Pakusadewo pun mengacungkan jempolnya untuk Dika dan yakin ia bisa menjadi sineas muda berbakat.
        
"Raditya Dika harus didukung semangat dan kecerdasannya," ujar Tio.


Redaktur : Hisar Sitanggang