PBB (ANTARA/AFP) - Dewan Keamanan PBB, Jumat, menolak untuk menunda pemungutan suara pekan depan menyangkut pemberlakuan sanksi-sanksi terhadap Eritrea, kata para diplomat.
Pemungutan suara itu akan diselenggarakan Senin tetapi Presiden Issaias Afeworki tidak memiliki waktu yang cukup untuk datang ke New York, kata utusan PBB negara itu. Eritrea dituduh merencanakan satu serangan pada KTT Uni Afrika tahun ini.
Beberapa anggota Dewan Keamanan termasuk Rusia, China dan Afrika Selatan, melakukan perundingan tidak resmi untuk menunda pemungutan suara itu selama dua hari, kata para diplomat. Tetapi dewan yang beranggotakan 15 negara itu tetap pada rencana yang dituntut Amerika Serikat dan Gabon, yang menyusun resolusi itu.
"Pemungutan suara itu akan diselenggarakan Senin," kata Duta Besar Rusia untuk PBB Vitaly Churkin setelah perundingan itu, tetapi ia mengatakan rincian siapa yang akan hadir tidak jelas.
Beberapa menteri Afrika Timur diperkirakan akan berpidato dalam pertemuan melalui jaringan video.
Afeworki Oktober lalu diminta untuk berbicara di Dewan Keamanan yang mengirim undangan itu pekan ini.
Dubes Eritrea untuk PBB Araya Desta mengemukakan kepada AFP Afeworki ingin menghadiri sidang itu tetapi tidak memperoleh visa untuk masuk ke AS tepat waktu untuk mengurus penerbangan.
Akan tetapi para pejabat AS mengatakan visa-visa dapat diberikan dalam beberapa jam setelah permohonan diajukan. Para diplomat mengatakan Afeworki masih memiliki waktu tiga hari untuk datang ke Markas Besar PBB.
Eritrea memisahkan diri dari Ethiopia tahun 1993 dan kedua negara itu masih tetap menjadi musuh bebuyutan sejak itu.
Satu laporan PBB tahun ini menuduh pemerintah Asmara terlibat dalam rencana untuk melancarkan serangan bom pada KTT Uni Afrika di ibu kota Ethiopia, Addis Ababa.
Kenya mengeluh tentang dukungan Eritrea pada gerilyawan ash-Shabaab di Somalia, sementara Djibouti memiliki sengketa perbatasan dengan tetangganya itu.