Lampung Timur (ANTARA) - Dalam rangka merayakan satu dekade Widya Erti Indonesia (WEI), dengan semangat kontribusi nyata, WEI melaksanakan kegiatan menanam 1000 pohon bertajuk "Menanam Harapan, Menuai Keberlanjutan."
Kegiatan yang diadakan di lima wilayah kerja WEI, yaitu Riau, Sukabumi, Lampung, Tana Toraja, dan Jakarta merupakan wujud komitmen WEI terhadap keberlanjutan ekologi, sosial dan ekonomi.
Setiap lokasi mengusung tema yang disesuaikan dengan karakteristik daerah dan fokus pada program setempat yang menyatukan nilai-nilai lokal dengan visi keberlanjutan global.
Dalam rangka menjaga vegetasi sempadan sungai di Riau, WEI menanam 100 pohon Meranti Merah di Desa Seberida, Kecamatan Batang Gansal.
Direktur Eksekutif WEI, Made Wiranatha Krisna dalam pernyataan di Bandarlampung, Jumat, menyampaikan bahwa penanaman ini menjadi langkah penting untuk menjaga keseimbangan ekologi dan mendukung praktik keberlanjutan petani di wilayah sekitar.
“Riparian sungai adalah salah satu fondasi dalam menjaga kestabilan tepian sungai dan pelestarian air tanah serta dapat menjaga biodiversitas untuk ekosistem kebun yang
mendukung keberlanjutan produktivitas petani.” ungkapnya.
Penanaman di riparian sungai ini bertujuan untuk menjaga kualitas dan daya dukung tanah serta aliran air.
Kunjungan ke Perkumpulan Petani Sawit Swadaya Karya Serumpun (PPSSKS), Gerai kelompok wanita tani (KWT) Karya Serumpun, dan Dapur Gula Sawit melengkapi rangkaian kegiatan dasawarsa WEI di Riau.
WEI juga melaksanakan inisiatif pelestarian pesisir dengan menanam 300 pohon mangrove di Pantai Cikadal, Kabupaten Sukabumi, pada 6 November 2024. Kegiatan ini bertujuan menjaga kelestarian ekosistem sekaligus memperkuat ketahanan pesisir dari abrasi.
Dalam kunjungan ini, Nanang Budiyanto, Dewan Pengawas WEI, juga memberikan masukan mengenai pengelolaan nira, serta mendukung pengembangan dapur komunal sebagai pusat ekonomi yang mendukung kesejahteraan petani.
Perwakilan petani muda, Kang Ujang, juga menyampaikan keinginannya untuk terus meningkatkan keterampilan agar dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat di tempat tinggalnya.
Sebanyak 100 pohon kakao juga ditanam di Lampung Timur untuk mendukung sistem intercropping yang efisien dengan tanaman kelapa genjah dalam penggunaan pencahayaan dan sumber hara.
Prof. Hagus Tarno, Dewan Pembina WEI, yang hadir dalam kegiatan turut menegaskan, “Penanaman kakao sebagai tanaman intercropping dari kelapa genjah bukan sekadar menambah hijau, tetapi langkah konkrit untuk masa depan yang berkelanjutan dan produktif bagi masyarakat.”
Ia berharap bahwa inovasi varietas kelapa genjah yang lebih mudah disadap berpotensi menambah pelibatan peran wanita hingga meningkatkan kesejahteraan petani setempat.
Kabupaten Tana Toraja, khususnya desa (Lembang) Maroson menjadi lokasi penanaman 500 bibit kakao sebagai wujud komitmen WEI mendukung pengembangan sumber daya manusia dan ekonomi melalui program Rural Resilience Initiative (RURISE).
Bibit kakao dibagikan kepada petani di 5 dusun: Randanan, Palakka, Lameme', Rarung, dan Pasang Lambe'.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Lembang Maroson, Petrus Ta'dung menyambut bahagia program ini.
"Lembang Maroson patut berbangga dengan keberadaan program pemberdayaan petani dengan teknik budidaya yang ramah lingkungan dan pelatihan pengolahan produk lokal
berupa cokelat," katanya.
WEI memperkenalkan konsep integrated farming yang memadukan kakao dengan peternakan dan hortikultura, guna meningkatkan produktivitas dan diversifikasi pendapatan masyarakat.
Dengan fokus pada pengembangan kelas bahasa Inggris untuk anak-anak dan pemberdayaan petani kakao. RURISE diharapkan menjadi model keberlanjutan bagi desa-desa lain di Toraja dan Indonesia.
Di Jakarta, kegiatan yang diadakan pada tanggal 7 November 2024 di Kelurahan Kebagusan, Jakarta Selatan, melibatkan penanaman 10 pohon produktif, termasuk buni, matoa, dan kecapi.
Tiga wilayah Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Kelurahan Kebagusan (RPTRA Kecapi, RPTRA Perdamaian, dan RPTRA Bagus) jadi simbol awal merawat masa depan yang lebih hijau.
"Tanaman ini bukan hanya penghijauan, namun juga dapat bermanfaat untuk warga dan masyarakat sekitar,” ungkap Rudi Budijanto, Lurah Kebagusan.
Jakarta dipilih sebagai simbol transformasi kota besar menuju masa depan yang lebih hijau. Sebagai puncak perayaan 10 tahun WEI menanam, Widya Erti Indonesia (WEI) berencana meluncurkan Rural Resilience Initiative (RURISE) sebagai pendekatan utama dalam setiap programnya. RURISE akan menjadi wujud nyata dari misi WEI untuk Educate, Empower, Engage.
Melalui pendekatan ini, WEI berfokus memperkuat ketahanan masyarakat pedesaan dengan meningkatkan pengetahuan (educate), memberdayakan warga desa,petani, dan komunitas (empower), serta memperkuat keterlibatan aktif multi-pihak (engage) melalui pertanian berkelanjutan, pendidikan alternatif, dan pengembangan kapasitas petani.
RURISE berusaha menciptakan dampak jangka panjang, memanfaatkan kolaborasi multi-pihak untuk meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan ekonomi masyarakat di daerah terpencil.
10 Tahun berjalan, WEI berupaya mewujudkan harapan dari komunitas marginal, warga desa, petani, perempuan, pemuda, dan anak-anak dampingan di berbagai wilayah melalui berbagai program pendampingan dengan terus berkolaborasi bersama berbagai pihak.
"Menanam Harapan, Menuai Keberlanjutan” bukanlah sekadar jargon, WEI upayakan jadi arah strategis yang selalu dituju.
Kegiatan yang diadakan di lima wilayah kerja WEI, yaitu Riau, Sukabumi, Lampung, Tana Toraja, dan Jakarta merupakan wujud komitmen WEI terhadap keberlanjutan ekologi, sosial dan ekonomi.
Setiap lokasi mengusung tema yang disesuaikan dengan karakteristik daerah dan fokus pada program setempat yang menyatukan nilai-nilai lokal dengan visi keberlanjutan global.
Dalam rangka menjaga vegetasi sempadan sungai di Riau, WEI menanam 100 pohon Meranti Merah di Desa Seberida, Kecamatan Batang Gansal.
Direktur Eksekutif WEI, Made Wiranatha Krisna dalam pernyataan di Bandarlampung, Jumat, menyampaikan bahwa penanaman ini menjadi langkah penting untuk menjaga keseimbangan ekologi dan mendukung praktik keberlanjutan petani di wilayah sekitar.
“Riparian sungai adalah salah satu fondasi dalam menjaga kestabilan tepian sungai dan pelestarian air tanah serta dapat menjaga biodiversitas untuk ekosistem kebun yang
mendukung keberlanjutan produktivitas petani.” ungkapnya.
Penanaman di riparian sungai ini bertujuan untuk menjaga kualitas dan daya dukung tanah serta aliran air.
Kunjungan ke Perkumpulan Petani Sawit Swadaya Karya Serumpun (PPSSKS), Gerai kelompok wanita tani (KWT) Karya Serumpun, dan Dapur Gula Sawit melengkapi rangkaian kegiatan dasawarsa WEI di Riau.
WEI juga melaksanakan inisiatif pelestarian pesisir dengan menanam 300 pohon mangrove di Pantai Cikadal, Kabupaten Sukabumi, pada 6 November 2024. Kegiatan ini bertujuan menjaga kelestarian ekosistem sekaligus memperkuat ketahanan pesisir dari abrasi.
Dalam kunjungan ini, Nanang Budiyanto, Dewan Pengawas WEI, juga memberikan masukan mengenai pengelolaan nira, serta mendukung pengembangan dapur komunal sebagai pusat ekonomi yang mendukung kesejahteraan petani.
Perwakilan petani muda, Kang Ujang, juga menyampaikan keinginannya untuk terus meningkatkan keterampilan agar dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat di tempat tinggalnya.
Sebanyak 100 pohon kakao juga ditanam di Lampung Timur untuk mendukung sistem intercropping yang efisien dengan tanaman kelapa genjah dalam penggunaan pencahayaan dan sumber hara.
Prof. Hagus Tarno, Dewan Pembina WEI, yang hadir dalam kegiatan turut menegaskan, “Penanaman kakao sebagai tanaman intercropping dari kelapa genjah bukan sekadar menambah hijau, tetapi langkah konkrit untuk masa depan yang berkelanjutan dan produktif bagi masyarakat.”
Ia berharap bahwa inovasi varietas kelapa genjah yang lebih mudah disadap berpotensi menambah pelibatan peran wanita hingga meningkatkan kesejahteraan petani setempat.
Kabupaten Tana Toraja, khususnya desa (Lembang) Maroson menjadi lokasi penanaman 500 bibit kakao sebagai wujud komitmen WEI mendukung pengembangan sumber daya manusia dan ekonomi melalui program Rural Resilience Initiative (RURISE).
Bibit kakao dibagikan kepada petani di 5 dusun: Randanan, Palakka, Lameme', Rarung, dan Pasang Lambe'.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Lembang Maroson, Petrus Ta'dung menyambut bahagia program ini.
"Lembang Maroson patut berbangga dengan keberadaan program pemberdayaan petani dengan teknik budidaya yang ramah lingkungan dan pelatihan pengolahan produk lokal
berupa cokelat," katanya.
WEI memperkenalkan konsep integrated farming yang memadukan kakao dengan peternakan dan hortikultura, guna meningkatkan produktivitas dan diversifikasi pendapatan masyarakat.
Dengan fokus pada pengembangan kelas bahasa Inggris untuk anak-anak dan pemberdayaan petani kakao. RURISE diharapkan menjadi model keberlanjutan bagi desa-desa lain di Toraja dan Indonesia.
Di Jakarta, kegiatan yang diadakan pada tanggal 7 November 2024 di Kelurahan Kebagusan, Jakarta Selatan, melibatkan penanaman 10 pohon produktif, termasuk buni, matoa, dan kecapi.
Tiga wilayah Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Kelurahan Kebagusan (RPTRA Kecapi, RPTRA Perdamaian, dan RPTRA Bagus) jadi simbol awal merawat masa depan yang lebih hijau.
"Tanaman ini bukan hanya penghijauan, namun juga dapat bermanfaat untuk warga dan masyarakat sekitar,” ungkap Rudi Budijanto, Lurah Kebagusan.
Jakarta dipilih sebagai simbol transformasi kota besar menuju masa depan yang lebih hijau. Sebagai puncak perayaan 10 tahun WEI menanam, Widya Erti Indonesia (WEI) berencana meluncurkan Rural Resilience Initiative (RURISE) sebagai pendekatan utama dalam setiap programnya. RURISE akan menjadi wujud nyata dari misi WEI untuk Educate, Empower, Engage.
Melalui pendekatan ini, WEI berfokus memperkuat ketahanan masyarakat pedesaan dengan meningkatkan pengetahuan (educate), memberdayakan warga desa,petani, dan komunitas (empower), serta memperkuat keterlibatan aktif multi-pihak (engage) melalui pertanian berkelanjutan, pendidikan alternatif, dan pengembangan kapasitas petani.
RURISE berusaha menciptakan dampak jangka panjang, memanfaatkan kolaborasi multi-pihak untuk meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan ekonomi masyarakat di daerah terpencil.
10 Tahun berjalan, WEI berupaya mewujudkan harapan dari komunitas marginal, warga desa, petani, perempuan, pemuda, dan anak-anak dampingan di berbagai wilayah melalui berbagai program pendampingan dengan terus berkolaborasi bersama berbagai pihak.
"Menanam Harapan, Menuai Keberlanjutan” bukanlah sekadar jargon, WEI upayakan jadi arah strategis yang selalu dituju.