Bandarlampung (ANTARA) - Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno (UBK) Hudi Yusuf menilai harus ada kejelasan dari kelanjutan kasus Payment Gateway Kemenkumham yang mangkrak hampir selama 10 tahun atau sejak 2015.
"Sudah ada tersangkanya, endingnya seperti apa harus jelas. Apakah di SP3, apakah dijadikan penuntutan, ada juga di kejaksaan istilahnya, tidak menuntut. Karena untuk ketertiban umum yang penting ada statusnya, semua harus jelas," ujar Hudi dalam pernyataan di Bandarlampung, Minggu.
Kasus Payment Gateway Kemenkumham yang kembali mencuat usai eks Wamenkumham Denny Indrayana menyinggung status tersangka yang disandangnya akan genap berusia 10 tahun, pada Februari 2025.
Namun, belum ada perkembangan penanganan dari kasus yang sepertinya masih jalan di tempat dan belum ada tanda-tanda kelanjutan dari perkara terkait pengadaan sistem pembayaran pembuatan paspor elektronik ini.
Ia mengharapkan pemerintahan baru bisa segera menuntaskan kasus tersebut, karena ketidakjelasan atas penanganan kasus dugaan korupsi tersebut bisa menjadi preseden buruk.
"Ini kasus pidana khusus yang merugikan seluruh bangsa, karena itu semua yang terlibat dikorupsi harus diusut tuntas," kata Hudi.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung pernah menyatakan bahwa kasus yang diduga merugikan keuangan negara Rp32,09 miliar itu masih terhenti di Tim Penyidik Bareskrim Polri.
Meski demikian, menurut pelapor kasus tersebut, Andi Syamsul Bahri, perkara itu sudah selesai diperiksa di Bareskrim dan telah dianggap P-21 memenuhi syarat penuntutan oleh Kejaksaan Agung.
"Sudah ada tersangkanya, endingnya seperti apa harus jelas. Apakah di SP3, apakah dijadikan penuntutan, ada juga di kejaksaan istilahnya, tidak menuntut. Karena untuk ketertiban umum yang penting ada statusnya, semua harus jelas," ujar Hudi dalam pernyataan di Bandarlampung, Minggu.
Kasus Payment Gateway Kemenkumham yang kembali mencuat usai eks Wamenkumham Denny Indrayana menyinggung status tersangka yang disandangnya akan genap berusia 10 tahun, pada Februari 2025.
Namun, belum ada perkembangan penanganan dari kasus yang sepertinya masih jalan di tempat dan belum ada tanda-tanda kelanjutan dari perkara terkait pengadaan sistem pembayaran pembuatan paspor elektronik ini.
Ia mengharapkan pemerintahan baru bisa segera menuntaskan kasus tersebut, karena ketidakjelasan atas penanganan kasus dugaan korupsi tersebut bisa menjadi preseden buruk.
"Ini kasus pidana khusus yang merugikan seluruh bangsa, karena itu semua yang terlibat dikorupsi harus diusut tuntas," kata Hudi.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung pernah menyatakan bahwa kasus yang diduga merugikan keuangan negara Rp32,09 miliar itu masih terhenti di Tim Penyidik Bareskrim Polri.
Meski demikian, menurut pelapor kasus tersebut, Andi Syamsul Bahri, perkara itu sudah selesai diperiksa di Bareskrim dan telah dianggap P-21 memenuhi syarat penuntutan oleh Kejaksaan Agung.