Bandarlampung (ANTARA) - Ekonom Konstitusi Defiyan Cori menilai Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) saat ini masih kurang mumpuni untuk mengelola kebutuhan bahan makanan atau penyediaan pasokan pangan dari dalam negeri.
Menurut dia, Bapanas sejak berdiri pada 2021 tidak memperlihatkan kinerja positif dalam menjaga ketahanan pangan nasional, bahkan pasokan komoditas masih bergantung pada impor pangan sejak awal 2024.
"Berarti tidak ada crash program yang dapat memungkinkan adanya penurunan impor beras atau bahan pangan sampai bulan Desember 2024," ujar Defiyan dalam pernyataan diterima di Bandarlampung, Senin.
Menurut dia, ketergantungan pada impor telah membuat munculnya kasus dugaan penyalahgunaan wewenang seperti biaya denda impor atau demurrage di pelabuhan yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Selain itu, kata Defiyan lagi, impor pangan tersebut justru menciptakan jalur baru yang melahirkan kartel-kartel dalam pengadaan komoditas bahan kebutuhan pokok, seperti beras dari luar negeri.
Kondisi itu, ujar dia, yang menyebabkan petani dalam negeri makin tidak terurus dan tingkat kesejahteraannya menjadi rendah, meski harga beras mengalami kenaikan.
"Permasalahan Bapanas tidak hanya soal adanya jalur baru dalam pengelolaan impor pangan, tetapi juga semakin menjauhkan dari penyelesaian masalah (problem solver) pangan serta pertanian dan hasil pertanian rakyat," katanya.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih juga menginginkan adanya evaluasi kinerja Kepala Bapanas yang dinilai tidak memiliki keberpihakan kepada petani.
Menurut dia, harga gabah yang dijual petani saat ini terlalu rendah dan tidak menguntungkan, padahal harga beras di Indonesia termasuk salah satu yang termahal di Asia Tenggara.
Henry pun mengharapkan adanya figur dalam organisasi Bapanas mempunyai kepedulian terhadap sektor pertanian dan mempunyai keberpihakan untuk meningkatkan kesejahteraan para petani.
Ia menambahkan tata kelola beras nasional juga sebaiknya diserahkan kepada industri kecil dan koperasi, bukan membuka ruang sebebas-bebasnya kepada pelaku bisnis yang berorientasi pada keuntungan semata.
Sebelumnya, Country Director for Indonesia and Timor-Leste Bank Dunia Carolyn Turk memaparkan hasil survei yang menyebut harga beras di Indonesia tertinggi di ASEAN. Namun kesejahteraan petani Indonesia paling turun.
"Konsumen Indonesia telah membayar harga tinggi untuk beras. Harga eceran beras di Indonesia secara konsisten lebih tinggi daripada di negara-negara Asean," ujar Turk dalam kegiatan Indonesia International Rice Conference (IIRC).
Baca juga: Serikat Petani inginkan adanya evaluasi kinerja Kepala Bapanas
Baca juga: Ekonom sebut figur pengganti Kepala Bapanas harus orang yang mumpuni
Menurut dia, Bapanas sejak berdiri pada 2021 tidak memperlihatkan kinerja positif dalam menjaga ketahanan pangan nasional, bahkan pasokan komoditas masih bergantung pada impor pangan sejak awal 2024.
"Berarti tidak ada crash program yang dapat memungkinkan adanya penurunan impor beras atau bahan pangan sampai bulan Desember 2024," ujar Defiyan dalam pernyataan diterima di Bandarlampung, Senin.
Menurut dia, ketergantungan pada impor telah membuat munculnya kasus dugaan penyalahgunaan wewenang seperti biaya denda impor atau demurrage di pelabuhan yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Selain itu, kata Defiyan lagi, impor pangan tersebut justru menciptakan jalur baru yang melahirkan kartel-kartel dalam pengadaan komoditas bahan kebutuhan pokok, seperti beras dari luar negeri.
Kondisi itu, ujar dia, yang menyebabkan petani dalam negeri makin tidak terurus dan tingkat kesejahteraannya menjadi rendah, meski harga beras mengalami kenaikan.
"Permasalahan Bapanas tidak hanya soal adanya jalur baru dalam pengelolaan impor pangan, tetapi juga semakin menjauhkan dari penyelesaian masalah (problem solver) pangan serta pertanian dan hasil pertanian rakyat," katanya.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih juga menginginkan adanya evaluasi kinerja Kepala Bapanas yang dinilai tidak memiliki keberpihakan kepada petani.
Menurut dia, harga gabah yang dijual petani saat ini terlalu rendah dan tidak menguntungkan, padahal harga beras di Indonesia termasuk salah satu yang termahal di Asia Tenggara.
Henry pun mengharapkan adanya figur dalam organisasi Bapanas mempunyai kepedulian terhadap sektor pertanian dan mempunyai keberpihakan untuk meningkatkan kesejahteraan para petani.
Ia menambahkan tata kelola beras nasional juga sebaiknya diserahkan kepada industri kecil dan koperasi, bukan membuka ruang sebebas-bebasnya kepada pelaku bisnis yang berorientasi pada keuntungan semata.
Sebelumnya, Country Director for Indonesia and Timor-Leste Bank Dunia Carolyn Turk memaparkan hasil survei yang menyebut harga beras di Indonesia tertinggi di ASEAN. Namun kesejahteraan petani Indonesia paling turun.
"Konsumen Indonesia telah membayar harga tinggi untuk beras. Harga eceran beras di Indonesia secara konsisten lebih tinggi daripada di negara-negara Asean," ujar Turk dalam kegiatan Indonesia International Rice Conference (IIRC).
Baca juga: Serikat Petani inginkan adanya evaluasi kinerja Kepala Bapanas
Baca juga: Ekonom sebut figur pengganti Kepala Bapanas harus orang yang mumpuni