Bandarlampung (ANTARA) - Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menginginkan adanya evaluasi kinerja Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang dinilai tidak memiliki keberpihakan kepada petani.
Menurut dia, harga gabah yang dijual petani saat ini terlalu rendah dan tidak menguntungkan, padahal harga beras di Indonesia termasuk salah satu yang termahal di Asia Tenggara.
"Gabah yang dijual petani hanya dihargai Rp6.000 per kilogram. Setelah diolah dan dikemas, dijual dengan mengikuti harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan Bapanas, cukup tinggi, lebih dari Rp15.000 per kilogram," ujar Henry dalam pernyataan diterima di Bandarlampung, Kamis.
Henry pun mengharapkan adanya figur dalam organisasi Bapanas mempunyai kepedulian terhadap sektor pertanian dan mempunyai keberpihakan untuk meningkatkan kesejahteraan para petani.
Menurut dia, tata kelola beras nasional juga sebaiknya diserahkan kepada industri kecil dan koperasi, bukan membuka ruang sebebas-bebasnya kepada pelaku bisnis yang berorientasi pada keuntungan semata.
"Satu lagi, Perum Bulog lebih diberdayakan. Kami melihat, Bulog punya keterbatasan keuangan, sehingga tidak bisa menyerap gabah petani secara maksimal," kata Henry.
Ia juga mengingatkan pentingnya keberadaan lahan garapan untuk mendorong produktivitas pangan, mengingat saat ini terjadi kesenjangan lahan pertanian yang makin besar di daerah sentra produksi.
Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Ketum Perpadi) Sutarto Alimoeso turut mengatakan panjangnya rantai pasokan menjadi salah satu mahalnya harga beras di Indonesia.
Selain itu, lanjut dia, masih ada kelompok tani yang sulit mendapatkan kebutuhan utama untuk menanam padi, seperti pupuk hingga benih unggulan.
"Petani yang bekerja empat bulan mendapatkan pupuknya susah, mendapatkan benih yang berkualitas juga susah, sehingga ada yang beli melalui online, tapi online kualitasnya tidak jelas. Yang begini harusnya dikontrol, agar produktivitas tidak terganggu," kata eks Direktur Utama Perum Bulog itu.
Sebelumnya, Country Director for Indonesia and Timor-Leste Bank Dunia Carolyn Turk memaparkan hasil survei yang menyebut harga beras di Indonesia tertinggi di Kawasan ASEAN, tetapi kesejahteraan petani Indonesia paling rendah.
"Konsumen Indonesia telah membayar harga tinggi untuk beras. Harga eceran beras di Indonesia secara konsisten lebih tinggi daripada di negara-negara ASEAN," ungkap Turk dalam Indonesia International Rice Conference (IIRC).
Baca juga: BPS: Harga gabah kering giling di Lampung naik 5,12 persen
Baca juga: HKTI usulkan HPP gabah tingkat petani naik jadi Rp6.757/kg
Menurut dia, harga gabah yang dijual petani saat ini terlalu rendah dan tidak menguntungkan, padahal harga beras di Indonesia termasuk salah satu yang termahal di Asia Tenggara.
"Gabah yang dijual petani hanya dihargai Rp6.000 per kilogram. Setelah diolah dan dikemas, dijual dengan mengikuti harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan Bapanas, cukup tinggi, lebih dari Rp15.000 per kilogram," ujar Henry dalam pernyataan diterima di Bandarlampung, Kamis.
Henry pun mengharapkan adanya figur dalam organisasi Bapanas mempunyai kepedulian terhadap sektor pertanian dan mempunyai keberpihakan untuk meningkatkan kesejahteraan para petani.
Menurut dia, tata kelola beras nasional juga sebaiknya diserahkan kepada industri kecil dan koperasi, bukan membuka ruang sebebas-bebasnya kepada pelaku bisnis yang berorientasi pada keuntungan semata.
"Satu lagi, Perum Bulog lebih diberdayakan. Kami melihat, Bulog punya keterbatasan keuangan, sehingga tidak bisa menyerap gabah petani secara maksimal," kata Henry.
Ia juga mengingatkan pentingnya keberadaan lahan garapan untuk mendorong produktivitas pangan, mengingat saat ini terjadi kesenjangan lahan pertanian yang makin besar di daerah sentra produksi.
Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Ketum Perpadi) Sutarto Alimoeso turut mengatakan panjangnya rantai pasokan menjadi salah satu mahalnya harga beras di Indonesia.
Selain itu, lanjut dia, masih ada kelompok tani yang sulit mendapatkan kebutuhan utama untuk menanam padi, seperti pupuk hingga benih unggulan.
"Petani yang bekerja empat bulan mendapatkan pupuknya susah, mendapatkan benih yang berkualitas juga susah, sehingga ada yang beli melalui online, tapi online kualitasnya tidak jelas. Yang begini harusnya dikontrol, agar produktivitas tidak terganggu," kata eks Direktur Utama Perum Bulog itu.
Sebelumnya, Country Director for Indonesia and Timor-Leste Bank Dunia Carolyn Turk memaparkan hasil survei yang menyebut harga beras di Indonesia tertinggi di Kawasan ASEAN, tetapi kesejahteraan petani Indonesia paling rendah.
"Konsumen Indonesia telah membayar harga tinggi untuk beras. Harga eceran beras di Indonesia secara konsisten lebih tinggi daripada di negara-negara ASEAN," ungkap Turk dalam Indonesia International Rice Conference (IIRC).
Baca juga: BPS: Harga gabah kering giling di Lampung naik 5,12 persen
Baca juga: HKTI usulkan HPP gabah tingkat petani naik jadi Rp6.757/kg