Bandarlampung (ANTARA) - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung menegaskan bahwa pihaknya akan mendengar dan menaati atau "Sami'na wa Atho'na" dengan keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terkait Pemilu 2024 mendatang.
"PBNU melarang penggunaan lambang atau simbol NU untuk kepentingan pribadi demi menjaga netralitas NU. Kami (PWNU Lampung) tegak lurus dengan kebijakan PBNU tersebut," kata Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung Puji Raharjo, di Bandarlampung, Minggu.
Bahkan, ia mengatakan, PWNU Lampung telah menginstruksikan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) di kabupaten dan kota untuk mendengarkan dan menaati keputusan PBNU itu.
"Instruksinya PWNU Lampung ke PCNU garis lurus dengan PBNU, sami'na wa atho'na, bahwa NU berdiri di atas semuanya," kata dia.
Dengan demikian, lanjut Puji, nahdliyin bisa menyalurkan aspirasi politiknya di partai manapun dengan membawa misi besar NU berdasarkan prinsip dasar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD NKRI 1945.
"Politik Nahdlatul Ulama itu politik kebangsaan. Keselamatan bangsa dan masa depan bangsa itu yang paling utama di atas segalanya, sehingga kami berharap pemimpin yang terpilih nantinya benar-benar mampu membawa Indonesia ke arah yang lebih baik dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan persatuan," kata dia.
Puji menegaskan kembali bahwa NU sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan tidak berpolitik praktis.
"Kontestasi politik itu kontestasi antarpartai politik, sementara NU adalah ormas keagamaan. Ini yang harus kita pahami bersama. Sebagai organisasi keagamaan, NU lebih fokus pada pembinaan umat dan pemberdayaan masyarakat daripada berkecimpung langsung dalam dunia politik," kata dia.
Keberadaan NU tidak hanya sebagai ormas keagamaan, tetapi juga sebagai wadah sosial yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat, mulai dari pendidikan, sosial, hingga budaya.
Namun begitu, Puji melihat suara nahdliyin selalu menjadi primadona dalam agenda politik lima tahunan sekali itu, mengingat jumlah nahdliyin yang sangat signifikan di Indonesia.
"Jadi NU itu netral seperti ASN pada Pemilu 2024. Maka dari itu NU tidak memiliki agenda untuk mencalonkan atau mendukung calon tertentu dalam pemilihan umum," kata dia.
"PBNU melarang penggunaan lambang atau simbol NU untuk kepentingan pribadi demi menjaga netralitas NU. Kami (PWNU Lampung) tegak lurus dengan kebijakan PBNU tersebut," kata Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung Puji Raharjo, di Bandarlampung, Minggu.
Bahkan, ia mengatakan, PWNU Lampung telah menginstruksikan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) di kabupaten dan kota untuk mendengarkan dan menaati keputusan PBNU itu.
"Instruksinya PWNU Lampung ke PCNU garis lurus dengan PBNU, sami'na wa atho'na, bahwa NU berdiri di atas semuanya," kata dia.
Dengan demikian, lanjut Puji, nahdliyin bisa menyalurkan aspirasi politiknya di partai manapun dengan membawa misi besar NU berdasarkan prinsip dasar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD NKRI 1945.
"Politik Nahdlatul Ulama itu politik kebangsaan. Keselamatan bangsa dan masa depan bangsa itu yang paling utama di atas segalanya, sehingga kami berharap pemimpin yang terpilih nantinya benar-benar mampu membawa Indonesia ke arah yang lebih baik dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan persatuan," kata dia.
Puji menegaskan kembali bahwa NU sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan tidak berpolitik praktis.
"Kontestasi politik itu kontestasi antarpartai politik, sementara NU adalah ormas keagamaan. Ini yang harus kita pahami bersama. Sebagai organisasi keagamaan, NU lebih fokus pada pembinaan umat dan pemberdayaan masyarakat daripada berkecimpung langsung dalam dunia politik," kata dia.
Keberadaan NU tidak hanya sebagai ormas keagamaan, tetapi juga sebagai wadah sosial yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat, mulai dari pendidikan, sosial, hingga budaya.
Namun begitu, Puji melihat suara nahdliyin selalu menjadi primadona dalam agenda politik lima tahunan sekali itu, mengingat jumlah nahdliyin yang sangat signifikan di Indonesia.
"Jadi NU itu netral seperti ASN pada Pemilu 2024. Maka dari itu NU tidak memiliki agenda untuk mencalonkan atau mendukung calon tertentu dalam pemilihan umum," kata dia.