Bandarlampung (ANTARA) - Pandemi COVID-19 yang masih terus berlangsung hingga kini memang sempat menggemparkan dunia pada awal kehadirannya, tak terkecuali di Lampung.

Hadirnya COVID-19 tak hanya mengganggu kesehatan masyarakat, namun juga mempengaruhi beragam sektor dalam kehidupan.

Hempasan kuat pandemi yang telah berlangsung hampir genap 2 tahun itu, secara nyata telah mempengaruhi perekonomian Sai Bumi Ruwa Jurai.

Dimana berdasarkan data Badan Pusat Statistik pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung pada tahun 2020 silam sempat mengalami minus hingga 1,67 persen. Meski begitu angka itu masih cukup tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi secara nasional yang minus hingga 2,07 persen.

Terkendalanya sektor perekonomian tersebut tidak hanya mempengaruhi perusahaan dan industri besar, tetapi juga mempengaruhi 150.096 orang pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di provinsi yang secara geografis merupakan pintu gerbang Pulau Sumatera.

Beragam upaya dilakukan untuk terus menyelamatkan masyarakat dari keterpurukan dan juga menarik perekonomian dari jurang kehancuran. Salah satu langkah yang dilakukan yakni dengan merubah kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru.

Dari sisi kesehatan pemerintah telah mengeluarkan anjuran penerapan protokol kesehatan dengan ketat. Langkah pengetatan itu tanpa disadari telah mempengaruhi beragam sistem dalam tatanan kehidupan, salah satunya dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi.

Sistem digital menjadi salah satu solusi pemanfaatan kecanggihan teknologi dalam kehidupan masyarakat di masa pandemi COVID-19. Ragam kegiatan harus dilakukan secara kilat dengan mengurangi sentuhan fisik seperti dengan menerapkan digitalisasi pembayaran, penjualan,promosi, hingga mengatur keuangan secara luas.

Tidak hanya itu dalam mendorong kebangkitan UMKM ditengah keterpurukan pemerintah pun telah resmi menggelorakan digitalisasi UMKM, guna membangkitkan gairah serta mengerek perekonomian.

Digitalisasi UMKM itu tidak serta merta dengan mudah  diterima oleh para pelaku UMKM,  yang tanpa disadari masih banyak pula yang gagap akan teknologi. Namun dengan perlahan tapi pasti ragam keuntungan telah dirasakan oleh para pelaku UMKM Lampung melalui digitalisasi tersebut. Salah satu UMKM batik di Lampung. ANTARA/Ruth Intan Sozometa Kanafi.
Keuntungan itu telah dirasakan oleh salah seorang perajin batik tulis Lampung dengan pewarna alami, Sulastri.

Wanita dengan perawakan mungil itu menceritakan bahwa dirinya sempat kesulitan beradaptasi dalam melaksanakan transaksi, promosi, bahkan pencatatan keuangan secara digital. Akibat anggapan bahwa pemanfaatan teknologi cukup sukar dipelajari oleh seseorang yang gagap teknologi terutama ibu rumah tangga.

“Bagaimana mau menerapkan digitalisasi dalam memasarkan produk kalau telepon genggam saja masih ‘jadul’, itu yang selalu dalam benak saya dulu saat orang menawarkan untuk mempromosikan produk secara digital,” ucap perajin batik yang terkenal gemar memanfaatkan kulit jengkol sebagai pewarna kain.

Kini dirinya telah merasakan manfaat yang cukup besar untuk mendorong usaha batik miliknya agar mampu dikenal hingga seantero Indonesia.

"Dahulu memang biasa offline, lalu pandemi COVID-19 datang membuat saya patah arang. Tetapi banyak infomasi dan dorongan untuk promosi melalui media sosial, marketplace seperti Shoppe bahkan ikut pameran virtual, jadi usaha kembali hidup," ujarnya dengan bersemangat.

Menurutnya, peran besar digitalisasi promosi produk UMKM melalui marketplace, media sosial, hingga event virtual tanpa disadari juga membantu melestarikan dan memperkenalkan bahwa Provinsi Lampung kaya akan produk wastra salah satunya batik dengan corak khas Lampung.

“Digitalisasi ini tidak hanya bermanfaat karena kita mendapatkan keuntungan, mudah bertemu konsumen, ataupun memperluas pasar produk. Tetapi ada nilai yang tak terbayar yakni memperkenalkan budaya lokal melalui coretan motif batik khas Lampung kepada banyak orang," katanya.

Baginya pemanfaatan teknologi melalui digitalisasi yang dahulu menjadi momok menakutkan, kini menjadi salah satu keharusan dan bagaikan rekan kerja yang menemani setiap hari. Sebab mempromosikan, hingga jual beli produk batik miliknya kini telah bergantung pada kecanggihan teknologi.

Dengan adanya adaptasi yang cukup cepat oleh pelaku UMKM dan dorongan positif dari masyarakat yang bangga membeli produk lokal. Telah menempatkan UMKM menjadi salah satu sektor penopang perekonomian Lampung.

Hal tersebut terbukti nyata dari data yang dihimpun oleh Bank Indonesia Perwakilan Lampung pada 2020 silam, dimana dari 2.970 UMKM yang menjadi responden. Sebanyak 83 persen terdampak COVID-19, dan 70 persen dari jumlah tersebut dinyatakan mampu bertahan karena memanfaatkan digitalisasi dalam pemasaran produk.

Tidak hanya Sulastri yang mampu merasakan manfaat penerapan kecanggihan teknologi bagi pelaksanaan bisnis mikro, adapula cerita sukses salah seorang pelaku UMKM camilan berbahan kulit ikan patin yang kini telah mampu memasarkan produknya hingga luar negeri akibat memanfaatkan digitalisasi UMKM.

Rafin's Snack menjadi salah satu UMKM yang mampu bertahan di tengah pandemi COVID-19 bahkan mampu membentuk kepercayaan pasar internasional untuk mencicipi citarasa keripik kulit ikan patin yang renyah dan familiar di lidah semua orang.

Rospawati pemilik Rafin's Snack menceritakan bahwa pemanfaatan teknologi dalam pengembangan usaha mikro menjadi salah satu jembatan yang mengantarkan produk yang ia kelola bersama putranya mampu dikenal hingga pasar global.

Baginya melalui marketplace dan reseller yang menjual kembali produknya secara daring dapat menghantarkan produk UMKM asal Kabupaten Pringsewu, Lampung itu  langsung bisa masuk pasar global, salah satunya di Mesir dan Timur Tengah. 

Menurutnya, digitalisasi itu diibaratkan sebagai gerbang dan jembatan untuk memperluas pasar, dan memperkenalkan produk lokal kepada konsumen di belahan dunia lain.

“Camilan dari kulit ikan patin tidak cukup awam dikenal konsumen, jadi memang  awal pemasaran bertepatan dengan kedatangan pandemi COVID-19 jadi butuh tenaga ekstra untuk mempromosikan. Dan untungnya ada banyak media sosial dan marketplace yang dapat digunakan sebagai sarana promosi,” ucapnya.

Melalui digitalisasi UMKM pandemi COVID-19 bukanlah menjadi penghalang bagi pelaku UMKM untuk melangkah ke tingkat yang lebih tinggi, melainkan menjadi batu pijakan untuk mengantarkan UMKM Lampung naik kelas, hingga bertahan dari himpitan perekonomian.

Pertemuan antara sektor UMKM dengan sistem digital tidak terjadi serta merta terjadi tanpa subjek yang menjadi perantara dan memberi stimulan. Dalam hal ini pemerintah daerah pun berperan aktif dalam menjembatani pertemuan pelaku UMKM dengan marketplace untuk berkenalan langsung dan menjalin ikatan bisnis yang saling menguntungkan.

Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Lampung, Syamsurizal Ari memaparkan bahwa peran pemerintah sebagai perantara dilakukan salah satunya dengan cara memfasilitasi pertemuan 50 orang perwakilan pelaku UMKM yang rerata merupakan wanita untuk berkomunikasi langsung dengan marketplace.

“Kita mendukung  UMKM di Lampung agar naik kelas, dengan mempertemukan mereka dengan marketplace untuk berkomunikasi dan menjalin kemitraan secara langsung. Ini juga menjadi langkah untuk membantu para wanita bertahan bagi keluarga di tengah pandemi COVID-19, sebab banyak pelaku UMKM kita ini ibu rumah tangga,” kata Syamsurizal Ari.
 
Dalam mendorong para pelaku UMKM Lampung naik kelas dan cepat dalam memanfaatkan digitalisasi perlu pula peranan agregator yang bertugas menghubungkan serta menghimpun UMKM dengan pasar, dan juga perlu peranan dari pihak yang memfasilitasi berkembangnya usaha yang baru dirintis menjadi usaha mapan atau yang dikenal sebagai inkubator.
Baca juga: Youtap meluncurkan fitur "Belanja Stok" dan "PHP"
Baca juga: Pemprov Lampung sebut UMKM dapat bertahan karena digitalisasi

Pewarta : Ruth Intan Sozometa Kanafi
Editor : Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024