Jakarta (ANTARA) - Para keluarga korban kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak melalui Herrmann Law Group menggugat The Boeing Company ke Pengadilan Tinggi King County di Negara Bagian Washington, Amerika Serikat.
"Pada gugatan itu menyatakan Boeing bersalah. Gugatan menuduh Boeing gagal memperingatkan maskapai penerbangan dan pengguna lainnya tentang cacat pada throttle otomatis dan bahaya memarkir pesawat selama beberapa bulan," kata pengacara utama Herrmann Law Group Mark Lindquist melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan sebagai produsen pesawat, Boeing memiliki kewajiban berkelanjutan untuk memperingatkan dan menginstruksikan maskapai penerbangan tentang bahaya yang diketahui atau perlu diketahui oleh produsen terkait pesawat tersebut.
"Ini adalah masalah keamanan bagi seluruh dunia," kata Mark Lindquist.
Pada 14 Mei 2021, Federal Aviation Administration (FAA) mengeluarkan airworthiness notification untuk pesawat Boeing 737-300, 400, dan 500 series berdasarkan informasi yang dipelajari dalam penyelidikan kecelakaan Sriwijaya Air Flight SJ-182.
Pemberitahuan tersebut menyatakan ada kondisi tidak aman di pesawat. FAA menemukan bahwa kegagalan kabel syncho flap mungkin tidak terdeteksi oleh komputer auto-throttle. Cacat tersebut dapat mengakibatkan hilangnya kendali atas pesawat.
Baca juga: Manajemen Sriwijaya Air pastikan penuhi hak ahli waris korban pesawat jatuh SJ-182
Investigasi awal oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menunjukkan adanya dorongan asimetris dari mesin sebelum SJ-182 menukik fatal. Secara spesifik, throttle kiri berkurang sementara throttle kanan tidak.
Sedangkan FAA menyatakan kecil kemungkinan kecelakaan itu terjadi karena akibat langsung dari kegagalan kabel syncho. Laporan awal KNKT menunjukkan bahwa gaya dorong asimetris membuat pesawat terguling dan menukik. Pesawat menukik lebih dari 3.000 meter dalam waktu kurang dari satu menit.
Baca juga: AS ikut selidiki kecelakaan pesawat Sriwijaya
Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 diparkir selama sembilan bulan akibat pandemi COVID-19. Pada 2020, FAA memperingatkan maskapai penerbangan dan produsen pesawat bahwa memarkir pesawat lebih dari tujuh hari dapat mengakibatkan korosi dan masalah lainnya yang berkaitan.
Sebagai tambahan Herrmann Law Group mewakili 50 keluarga korban di Indonesia dan Ethiopia dalam dua kecelakaan Boeing 737 Max 8 baru-baru ini. Hampir semua kasus tersebut berhasil diselesaikan dengan Boeing.
"Pada gugatan itu menyatakan Boeing bersalah. Gugatan menuduh Boeing gagal memperingatkan maskapai penerbangan dan pengguna lainnya tentang cacat pada throttle otomatis dan bahaya memarkir pesawat selama beberapa bulan," kata pengacara utama Herrmann Law Group Mark Lindquist melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan sebagai produsen pesawat, Boeing memiliki kewajiban berkelanjutan untuk memperingatkan dan menginstruksikan maskapai penerbangan tentang bahaya yang diketahui atau perlu diketahui oleh produsen terkait pesawat tersebut.
"Ini adalah masalah keamanan bagi seluruh dunia," kata Mark Lindquist.
Pada 14 Mei 2021, Federal Aviation Administration (FAA) mengeluarkan airworthiness notification untuk pesawat Boeing 737-300, 400, dan 500 series berdasarkan informasi yang dipelajari dalam penyelidikan kecelakaan Sriwijaya Air Flight SJ-182.
Pemberitahuan tersebut menyatakan ada kondisi tidak aman di pesawat. FAA menemukan bahwa kegagalan kabel syncho flap mungkin tidak terdeteksi oleh komputer auto-throttle. Cacat tersebut dapat mengakibatkan hilangnya kendali atas pesawat.
Baca juga: Manajemen Sriwijaya Air pastikan penuhi hak ahli waris korban pesawat jatuh SJ-182
Investigasi awal oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menunjukkan adanya dorongan asimetris dari mesin sebelum SJ-182 menukik fatal. Secara spesifik, throttle kiri berkurang sementara throttle kanan tidak.
Sedangkan FAA menyatakan kecil kemungkinan kecelakaan itu terjadi karena akibat langsung dari kegagalan kabel syncho. Laporan awal KNKT menunjukkan bahwa gaya dorong asimetris membuat pesawat terguling dan menukik. Pesawat menukik lebih dari 3.000 meter dalam waktu kurang dari satu menit.
Baca juga: AS ikut selidiki kecelakaan pesawat Sriwijaya
Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 diparkir selama sembilan bulan akibat pandemi COVID-19. Pada 2020, FAA memperingatkan maskapai penerbangan dan produsen pesawat bahwa memarkir pesawat lebih dari tujuh hari dapat mengakibatkan korosi dan masalah lainnya yang berkaitan.
Sebagai tambahan Herrmann Law Group mewakili 50 keluarga korban di Indonesia dan Ethiopia dalam dua kecelakaan Boeing 737 Max 8 baru-baru ini. Hampir semua kasus tersebut berhasil diselesaikan dengan Boeing.