Jakarta (ANTARA) - Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan meminta tiga belanja pemerintah diutamakan pada 2021 untuk mendorong perekonomian nasional yang terimbas pandemi COVID-19.

“Kami harapkan APBN 2021 itu merupakan APBN pandemi COVID yanpg artinya sumber daya di dalamnya itu bisa didedikasikan untuk penanganan COVID-19,” katanya dalam diskusi daring “Belanja prioritas tahun pemulihan di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, tiga agenda prioritas itu adalah investasi di sektor kesehatan publik, ekonomi digital menyeluruh hingga ke perdesaan serta peningkatan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan upaya mengatasi pengangguran.

Untuk itu, ia mendorong evaluasi besaran anggaran yang akan dialokasikan dalam belanja kementerian dan lembaga dalam Rancangan APBN 2021 karena dinilai belum sesuai dengan dampak lanjutan COVID-19.

Ia menyoroti anggaran dalam RAPBN 2021 di Kementerian Kesehatan yang mencapai Rp84,3 triliun atau masih lebih rendah dibandingkan anggaran di Kementerian PUPR yang justru meningkat signifikan mencapai Rp150 triliun.

Kemudian, lanjut dia, anggaran di Kementerian Pertahanan mencapai Rp137 triliun, dan Polri Rp112 triliun.

Ia menyimpulkan anggaran pertahanan, keamanan dan ketertiban yang lebih besar itu dinilai kurang tepat mengingat imbas pandemi COVID-19 diperkirakan belum mereda pada  2021.

Ekonom ini juga menyarankan insentif pajak diperbesar pada 2021 karena dianggarkan mencapai Rp20,4 triliun, atau lebih rendah dibandingkan insentif pada pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2020 yang mencapai Rp120,6 triliun.
 

Secara keseluruhan, lanjut dia, dengan postur anggaran itu diperkirakan belum dapat mendukung target pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi pada 2021 yang mencapai 5,5 persen.

“RAPBN 2021 ini masih memiliki prioritas yang salah arah karena anggaran penanganan kesehatan lebih rendah dibandingkan ketertiban dan keamanan,” katanya.


Pewarta : Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor : Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024