Bantul (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mendorong pertumbuhan kuliner tradisional khas daerah ini terutama mi untuk mewujudkan rintisan wisata malam yang pernah digagas pemerintah ini.
"Tahun lalu kami pernah merintis wisata malam, dan mi ini kadang-kadang identik dengan malam sekalipun ada yang buka siang tetapi lebih banyak dibuka malam hari," kata Kepala Dinas Pariwisata Bantul Kwintarto Heru Prabowo.
Oleh karena itu, kata dia, sentra kuliner tradisional baik 'mi des' maupun 'mi lethek' di beberapa wilayah Bantul bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan ketika bermalam maupun menginap di Bantul.
"Wisatawan akan tertarik mencicipi mi yang kemudian menginap di Bantul daripada pulang ke tempat lain atau tidak menginap di Bantul dan harus menempuh perjalanan jauh," katanya.
Apalagi, kata dia, di Bantul terdapat beragam 'home stay' bagi wisatawan, sehingga harapannya pertumbuhan ekonomi tidak hanya dinikmati pedagang atau produsen mi, tetapi pelaku usaha rumah menetap wisatawan itu.
"Kalau di home stay wisatawan pasti mendapat sarapan, lalu jalan-jalan ke wilayah Bantul harapannya pertumbuhan di Bantul muncul di sana, sehingga ini bagian dari pemantik yang kami lakukan," katanya.
Kwintarto menjelaskan, apalagi tingkat kunjungan wisata di Bantul per tahun mencapai kurang lebih delapan juta orang, di mana wisatawan berkunjung ke wisata beretribusi hampir 3,7 juta orang dan sisanya nonretribusi.
"Tentunya akan sangat tidak efektif ketika Bantul tidak bisa mempromosikan potensi lokal yang ada, makanya kami coba terus promosikan sehingga harapannya wisatawan di Bantul mudah-mudahan berlama-lama di Bantul," katanya.
Dia juga mengatakan, salah satu upaya promosi kuliner mi sebagai kuliner tradisional lokal dengan festival Mi Bantul dengan mengikutkan kelompok atau produsen mi dari seluruh kecamatan beberapa waktu lalu.
"Target kami wisatawan lebih lama di Bantul, kemudian bagaimana mengembangkan ekonomi masyarakat, juga pariwisata Bantul semakin bergairah dan nyaman karena ada produk lokal yang kalau dinikmati membuat ketagihan," katanya.
"Tahun lalu kami pernah merintis wisata malam, dan mi ini kadang-kadang identik dengan malam sekalipun ada yang buka siang tetapi lebih banyak dibuka malam hari," kata Kepala Dinas Pariwisata Bantul Kwintarto Heru Prabowo.
Oleh karena itu, kata dia, sentra kuliner tradisional baik 'mi des' maupun 'mi lethek' di beberapa wilayah Bantul bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan ketika bermalam maupun menginap di Bantul.
"Wisatawan akan tertarik mencicipi mi yang kemudian menginap di Bantul daripada pulang ke tempat lain atau tidak menginap di Bantul dan harus menempuh perjalanan jauh," katanya.
Apalagi, kata dia, di Bantul terdapat beragam 'home stay' bagi wisatawan, sehingga harapannya pertumbuhan ekonomi tidak hanya dinikmati pedagang atau produsen mi, tetapi pelaku usaha rumah menetap wisatawan itu.
"Kalau di home stay wisatawan pasti mendapat sarapan, lalu jalan-jalan ke wilayah Bantul harapannya pertumbuhan di Bantul muncul di sana, sehingga ini bagian dari pemantik yang kami lakukan," katanya.
Kwintarto menjelaskan, apalagi tingkat kunjungan wisata di Bantul per tahun mencapai kurang lebih delapan juta orang, di mana wisatawan berkunjung ke wisata beretribusi hampir 3,7 juta orang dan sisanya nonretribusi.
"Tentunya akan sangat tidak efektif ketika Bantul tidak bisa mempromosikan potensi lokal yang ada, makanya kami coba terus promosikan sehingga harapannya wisatawan di Bantul mudah-mudahan berlama-lama di Bantul," katanya.
Dia juga mengatakan, salah satu upaya promosi kuliner mi sebagai kuliner tradisional lokal dengan festival Mi Bantul dengan mengikutkan kelompok atau produsen mi dari seluruh kecamatan beberapa waktu lalu.
"Target kami wisatawan lebih lama di Bantul, kemudian bagaimana mengembangkan ekonomi masyarakat, juga pariwisata Bantul semakin bergairah dan nyaman karena ada produk lokal yang kalau dinikmati membuat ketagihan," katanya.