Jakarta (Antaranews Lampung) - LSM lingkungan Greenpeace menginginkan Pemerintah Indonesia dapat memperbesar penggunaan energi terbarukan sebagai sumber energi untuk menggantikan batu bara yang selama ini masih dominan di Nusantara.
"Langkah lebih konkret yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah dengan merevisi atau mengurangi secara signifikan proporsi batu bara dalam kebijakan bauran energi dan memperbesar porsi energi terbarukan dalam rencana pembangunan Indonesia," kata Penasihat Politik Greenpeace Indonesia, Yuyun Indradi, dalam siaran pers, Sabtu.
Menurut dia, menghentikan kapasitas batu bara juga akan membawa manfaat kesehatan utama dengan mengurangi polusi udara, terutama di Asia, antara lain karena penghapusan bertahap batu bara juga akan mengurangi tekanan pada sumber air tawar.
Diperkirakan bahwa air tawar yang digunakan oleh pembangkit listrik tenaga batu bara dunia akan memenuhi kebutuhan dasar air lebih dari 1 miliar orang.
"Hentikan pembangunan PLTU Batu bara baru untuk menjawab kelebihan pasokan listrik. Hal tersebut akan menjadi langkah progresif dalam percepatan transisi energi dan akan menjadi kontribusi besar Indonesia bagi kemanusiaan," katanya.
Ia menegaskan bahwa pola kecanduan batu bara ini harus segera dihentikan demi masa depan Indonesia yang lebih bersih dan menghindari bencana akibat perubahan iklim.
Sebagaimana diwartakan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mendorong diversifikasi pemanfaatan energi baru dan terbarukan dalam upaya meningkatkan ketahanan energi dan menghindari resiko darurat energi.
"Indonesia terus kita anggap sebagai penghasil minyak, gas dan batubara yang besar di dunia. Namun perlu kita tahu dan sadari bersama, saat ini konsumsi minyak bumi Indonesia melebihi produksi sehingga menjadikan Indonesia sebagai importir minyak bumi," kata Kepala BPPT Unggul Priyanto dalam acara Peluncuran dan Bedah Buku Perspektif, Potensi dan Cadangan Energi di kantor BPPT, Jakarta, Selasa (25/9).
Ia memaparkan bahwa pola konsumsi energi dunia maupun Indonesia saat ini masih didominasi energi fosil dalam bentuk minyak bumi, gas, dan batu bara.
Selain itu, Pemerintah dinilai perlu menyiapkan kebijakan dan regulasi yang dapat menjadi pendorong investasi energi baru terbarukan (EBT) di Tanah Air.
Wakil Ketua Bidang Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) Muhammad Sofyan mengatakan pemerintah juga perlu membangun ruang fiskal dan menyediakan ruang-ruang insentif untuk mendukung investasi di bidang tersebut.
Menurut Sofyan, bauran energi antara fosil dan energi terbarukan untuk keberlanjutan infrastruktur ketenagalistrikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan tenaga listrik nasional akan semakin dibutuhkan.
"Langkah lebih konkret yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah dengan merevisi atau mengurangi secara signifikan proporsi batu bara dalam kebijakan bauran energi dan memperbesar porsi energi terbarukan dalam rencana pembangunan Indonesia," kata Penasihat Politik Greenpeace Indonesia, Yuyun Indradi, dalam siaran pers, Sabtu.
Menurut dia, menghentikan kapasitas batu bara juga akan membawa manfaat kesehatan utama dengan mengurangi polusi udara, terutama di Asia, antara lain karena penghapusan bertahap batu bara juga akan mengurangi tekanan pada sumber air tawar.
Diperkirakan bahwa air tawar yang digunakan oleh pembangkit listrik tenaga batu bara dunia akan memenuhi kebutuhan dasar air lebih dari 1 miliar orang.
"Hentikan pembangunan PLTU Batu bara baru untuk menjawab kelebihan pasokan listrik. Hal tersebut akan menjadi langkah progresif dalam percepatan transisi energi dan akan menjadi kontribusi besar Indonesia bagi kemanusiaan," katanya.
Ia menegaskan bahwa pola kecanduan batu bara ini harus segera dihentikan demi masa depan Indonesia yang lebih bersih dan menghindari bencana akibat perubahan iklim.
Sebagaimana diwartakan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mendorong diversifikasi pemanfaatan energi baru dan terbarukan dalam upaya meningkatkan ketahanan energi dan menghindari resiko darurat energi.
"Indonesia terus kita anggap sebagai penghasil minyak, gas dan batubara yang besar di dunia. Namun perlu kita tahu dan sadari bersama, saat ini konsumsi minyak bumi Indonesia melebihi produksi sehingga menjadikan Indonesia sebagai importir minyak bumi," kata Kepala BPPT Unggul Priyanto dalam acara Peluncuran dan Bedah Buku Perspektif, Potensi dan Cadangan Energi di kantor BPPT, Jakarta, Selasa (25/9).
Ia memaparkan bahwa pola konsumsi energi dunia maupun Indonesia saat ini masih didominasi energi fosil dalam bentuk minyak bumi, gas, dan batu bara.
Selain itu, Pemerintah dinilai perlu menyiapkan kebijakan dan regulasi yang dapat menjadi pendorong investasi energi baru terbarukan (EBT) di Tanah Air.
Wakil Ketua Bidang Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) Muhammad Sofyan mengatakan pemerintah juga perlu membangun ruang fiskal dan menyediakan ruang-ruang insentif untuk mendukung investasi di bidang tersebut.
Menurut Sofyan, bauran energi antara fosil dan energi terbarukan untuk keberlanjutan infrastruktur ketenagalistrikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan tenaga listrik nasional akan semakin dibutuhkan.