Bandarlampung (Antara Lampung) - Hakim Pengadilan Negeri Liwa, Lampung Barat, menjatuhkan vonis hukuman pidana lima tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan kepada 10 terdakwa perusak konservasi cagar alam laut Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC).
        
"Putusan hakim sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum. Kami puas dengan putusan yang menghukum berat perusak konservasi laut. Semoga ini menjadi preseden yang membuat efek jera," kata Komisaris Utama PT Adhiniaga Kreasinusa (TWNC) Ronni Sihombing di Liwa, Selasa.
        
Terkait putusan majelis hakim pada Senin (21/12), ia mengaku sudah sesuai dengan perbuatan para terdakwa. Putusan itu, memberitahukan kepada seluruh masyarakat agar mengetahui dampak dari perbuatan pengeboman ikan di laut khususnya di cagar alam laut atau areal konservasi.
        
Vonis hakim itu, lanjutnya, juga menjadi preseden bagi para penegak hukum agar jangan ragu untuk menegakkan hukum yang tegas terhadap pelaku pengrusakan kawasan konservasi baik di darat maupun di laut dan tidak pandang bulu dan tuntutan pidana dan vonis tersebut dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam penegakan hukum selanjutnya.
        
Menurutnya, bagi masyarakat, putusan tersebut juga bisa jadi preseden bahwa perusak konservasi alam dan laut bisa dihukum berat, sehingga bisa menimbulkan efek jera dan pengeboman ikan tidak terjadi lagi dikemudian hari.
        
"Putusan hakim menunjukkan bahwa penegak hukum sudah fair dan memberi efek jera," tambahnya.
        
Ia menuturkan peristiwa penangkapan pencuri ikan dengan bahan peledak itu bermula dari laporan pihak keamanan perusahaan pada 27 Oktober 2015 ada kapal menangkap ikan di kawasan cagar alam laut.
        
Selanjutnya, pihak keamanan pengelola TWNC melakukan patroli dan mendapati tiga kapal yang diduga melakukan penangkapan ikan di kawasan itu.
         
"Pada saat diberikan peringatan mereka berupaya jahat untuk melempar bom dan buang barang bukti. Satu kapal tertangkap sedangkan dua lainnya lolos," katanya.
        
Berbeda dengan putusan Pengadilan Negeri Tanggamus sebelumnya yang menjatuhkan hukuman masing-masing satu bulan penjara kepada enam pelaku pembakaran dan pengrusakan pos keamanan PT Adhiniaga Kreasinusa (TWNC) dan Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) pada 6 Oktober 2014.
        
Bagi pelaku konservasi yang sehari-hari menjaga hutan beserta flora dan faunanya di taman nasional, hukuman satu bulan penjara bagi pembakar dan perusak pos-pos keamanan TNBBS dirasakan masih terlalu ringan sehingga tidak membuat efek jera.
        
"Bagi pelaku konservasi yang dengan serius menjaga aset-aset negara tentu hukuman itu sebetulnya tidak fair. Mestinya hukuman lebih berat supaya ada efek jera," kata Ronni.
        
Sekarang ini, lanjut Ronni, konservasi telah menjadi agenda internasional dan di Paris, Prancis, beberapa waktu lalu berlangsung konferensi internasional perubahan iklim yang dikenal COP 21.
        
"TWNC diundang untuk mempresentasikan bagaimana kontribusinya dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Kami menjelaskan bagaimana seriusnya merawat dan menjaga hutan. Makanya kami merasa kurang fair jika perusak kawasan konservasi dihukum ringan,¿ ujarnya.
        
Ia mempertanyakan dua putusan yang berbeda. Satu kasus bisa dihukum berat sampai lima tahun penjara, yang lain hanya dihukum satu bulan penjara.

Pewarta : Agus Wira Sukarta
Editor :
Copyright © ANTARA 2024