Jakarta (ANTARA) - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengungkapkan ada indikasi peningkatan suplai magma sejak dua pekan terakhir di Gunung Merapi.
Kepala PVMBG Hendra Gunawan dalam laporan yang diterima di Jakarta, Senin, mengatakan fenomena itu terekam melalui data seismisitas dan deformasi.
Sejak memasuki masa erupsi efusif, PVMBG mencatat ada 622 kejadian awan panas guguran di Gunung Merapi. Jarak luncur maksimum awan panas guguran sejauh 5.000 meter ke arah Sungai Gendol yang terjadi pada tanggal 9-10 Maret 2022.
Aktivitas awan panas guguran dominan terjadi di sisi barat daya (Sungai Bebeng dan Krasak), yaitu sebanyak 502 kejadian, sisi tenggara (Sungai Gendol) sebanyak 65 kejadian, dan sisi selatan (Sungai Boyong) sebanyak 55 kejadian.
Selama periode erupsi tersebut, telah terjadi 10 kali peningkatan intensitas erupsi termasuk yang terjadi pada 4 Maret 2024.
Hendra menuturkan aktivitas vulkanik Gunung Merapi masih berada pada tingkat level III atau siaga.
Potensi bahaya saat ini masih tetap berupa guguran lava dan awan panas pada sektor selatan hingga barat daya meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal lima kilometer, Sungai Bedog, Krasak, Bebeng sejauh maksimal tujuh kilometer.
Pada sektor tenggara meliputi Sungai Woro sejauh maksimal tiga kilometer dan Sungai Gendol sejauh lima kilometer. Sedangkan, lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius tiga kilometer dari puncak.
"Data pemantauan menunjukkan suplai magma masih berlangsung yang dapat memicu terjadinya awan panas guguran di dalam daerah potensi bahaya," pungkas Hendra.
Gunung Merapi secara administratif terletak di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; dan Kabupaten Magelang, Boyolali, Klaten di Provinsi Jawa Tengah.
Gunung Merapi dipantau secara visual dan instrumental dari lima pos pengamatan gunung api yang berada di Pos Kali urang (Kabupaten Sleman), Pos Ngepos dan Babadan (Kabupaten Magelang), serta Pos Jrakah dan Selo (Kabupaten Boyolali).