Tidak ada daerah bebas dari kejahatan kepada anak

id lies rosdianty

Tidak ada daerah bebas dari kejahatan kepada anak

Plt Deputi Perlindungan Anak Kementerian PPPA Lies Rosdianty (Foto: net)

Dari data dan fakta yang ada, tidak ada lagi daerah yang bebas atau steril dari isu kejahatan terhadap anak, baik yang disebabkan oleh pornografi dan prostitusi daring ataupun kejahatan siber

Jakarta (Antaranews Lampung) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyatakan berdasarkan survei yang dilakukan, tidak ada daerah di Indonesia yang bebas dari kejahatan kepada anak.

"Dari data dan fakta yang ada, tidak ada lagi daerah yang bebas atau steril dari isu kejahatan terhadap anak, baik yang disebabkan oleh pornografi dan prostitusi daring ataupun kejahatan siber," ujar Plt Deputi Perlindungan Anak Kementerian PPPA Lies Rosdianty di Jakarta, Selasa (6/2).

Lies menuturkan survei yang dilakukan KPPPA bekerja sama dengan Katapedia itu mencatat terdapat 63.066 paparan pornografi melalui Google, Instagram dan berita daring.

Selain itu, buku bacaan seperti komik dan buku cerita yang memasukkan unsur pornografi melalui gambar juga bisa mengancam anak-anak.

Indonesia menempati peringkat enam pengguna media sosial terbanyak di dunia dan jumlah pengguna aktif ponsel yang telah mencapai 281,9 juta orang sehingga peluang terjadinya kejahatan terhadap anak di bidang pornografi semakin besar.

Lies menegaskan perubahan pola pikir di lingkungan keluarga dan masyarakat berperan penting dalam mengentaskan kekerasan pada anak.

"Kita harus mengubah pola pikir yang menerima dan membenarkan kekerasan terhadap anak," ucap dia.

Selain mengajak semua komponen masyarakat berpartisipasi mengakhiri kekerasan pada anak, pihaknya telah memberikan pemahaman kepada orang tua serta anak-anak untuk melindungi diri sendiri.

Berdasarkan hasil penelitian ECPAT Indonesia di enam kabupaten/kota, pada 2017, anak terpapar pornografi melalui gawai dan anak yang mengakses pornografi melakukan kekerasan seksual pada anak lainnya.

Ada pun hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap 4.500 pelajar SMP dan SMA di 12 kota menunjukkan 97 persen pelajar tersebut mengakses pornografi.