Bandarlampung (ANTARA) - Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal menyatakan bahwa adanya swasembada pupuk menjadi kunci menurunkan biaya produksi petani sehingga kesejahteraannya dapat meningkat.

"Untuk menekan biaya produksi petani, kami mendorong terciptanya swasembada pupuk. Sebab harga pokok produksi petani sekitar 70 persen digunakan untuk pembiayaan pupuk," ujar Rahmat Mirzani Djausal berdasarkan keterangannya di Bandarlampung, Selasa.

Ia mengatakan dengan tingginya porsi pembiayaan untuk pembelian pupuk, pemerintah daerah mendorong terciptanya swasembada pupuk.

"Swasembada pupuk menjadi kunci untuk menurunkan biaya produksi dan meningkatkan kesejahteraan petani. Dan ini juga berlaku kepada petani ubi kayu, dengan langkah-langkah strategis tersebut diharapkan kesejahteraan petani salah satunya petani singkong di Provinsi Lampung dapat meningkat," katanya.

Dia melanjutkan salah satu upaya untuk mendukung swasembada pupuk, pemerintah daerah juga membuat program serta memfasilitasi pembuatan pupuk organik di desa-desa di wilayahnya.

"Dengan ini stabilitas harga komoditas terjaga, sehingga memberikan dampak positif bagi petani serta perekonomian daerah," ucap dia.

Menurut dia, selain mendorong swasembada pupuk, pihaknya juga mendorong stabilitas harga ubi kayu di daerahnya, sekaligus menuntaskan permasalahan terkait komoditas unggulan daerah tersebut.

"Mengenai ubi kayu memang masih ada kendala setelah penetapan harga standar, karena beberapa perusahaan tapioka di Lampung Timur memilih tutup dan belum mengindahkan keputusan tersebut," ujar dia.

Ia pun berkomitmen dalam meningkatkan kesejahteraan petani dan mendorong pengusaha untuk mematuhi aturan harga yang telah ditentukan oleh pemerintah pusat. Sebab sinergi antara pemerintah, petani, dan pengusaha dalam menjaga stabilitas ekonomi daerah penting dilakukan.

"Presiden melalui Kementerian Pertanian telah menetapkan harga ubi kayu sebesar Rp1.350 per kilogram dan sudah berlaku mulai 31 Januari 2025. Di provinsi lain harga ubi kayu cenderung mengikuti ketetapan nasional, tapi implementasi harga ini dapat bervariasi tergantung kondisi pasar serta kesepakatan antara petani dan industri," kata dia.

Menurut dia, meskipun terdapat ketetapan harga nasional, perbedaan harga ubi kayu bahan tapioka antara Lampung dan provinsi lainnya dapat terjadi akibat faktor-faktor lokal seperti kebijakan pemerintah daerah, kondisi pasar, kualitas singkong, dan respons industri terhadap kebijakan tersebut.

"Kami berencana untuk kembali bertemu dengan perusahaan ubi kayu di Lampung, guna mencapai formulasi tata niaga ubi kayu yang baik di Lampung," tambahnya.

 


Pewarta : Ruth Intan Sozometa Kanafi
Editor : Agus Wira Sukarta
Copyright © ANTARA 2025