Bandarlampung (ANTARA) - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengingatkan pentingnya penggantian Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk penguatan kinerja ketahanan pangan.
Menurut dia, penggantian ini diperlukan karena pimpinan Perum Bulog dan Bapanas diduga terkait dengan kasus biaya denda impor atau demurrage yang telah dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kasus hukum tersebut juga berpotensi mengganggu pengadaan impor beras dari luar negeri serta upaya pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional.
"Kalau memang ingin adanya peningkatan kinerja terkait ketahanan pangan, harus mencari kolaborasi sinergisitas yang ditujukan antara lembaga itu," katanya dalam pernyataan di Bandarlampung, Selasa.
Ia pun turut menilai penggantian Bayu Krisnamurthi sebagai Dirut Perum Bulog juga masih terkait dengan kasus yang menahan peti kemas berisi beras impor di pelabuhan tersebut.
"Belum lagi Bulog selama ini memang kurang transparan kepada publik terkait dengan kebijakan untuk penguatan ketahanan pangan," ujarnya.
Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7), atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di pelabuhan.
Dugaan kerugian demurrage senilai Rp294,5 miliar muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap, sehingga menimbulkan biaya denda peti kemas di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.
Kementerian Perindustrian pun mencatat adanya sekitar 26.425 peti kemas yang masih tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Dari peti kemas tersebut, sebanyak 1.600 diantaranya diduga merupakan beras impor.
Namun, belum ada perkembangan lanjutan terkait penanganan kasus tersebut, meski KPK telah melakukan pemanggilan kepada saksi sebagai bagian dari proses penyelidikan.
Menurut dia, penggantian ini diperlukan karena pimpinan Perum Bulog dan Bapanas diduga terkait dengan kasus biaya denda impor atau demurrage yang telah dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kasus hukum tersebut juga berpotensi mengganggu pengadaan impor beras dari luar negeri serta upaya pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional.
"Kalau memang ingin adanya peningkatan kinerja terkait ketahanan pangan, harus mencari kolaborasi sinergisitas yang ditujukan antara lembaga itu," katanya dalam pernyataan di Bandarlampung, Selasa.
Ia pun turut menilai penggantian Bayu Krisnamurthi sebagai Dirut Perum Bulog juga masih terkait dengan kasus yang menahan peti kemas berisi beras impor di pelabuhan tersebut.
"Belum lagi Bulog selama ini memang kurang transparan kepada publik terkait dengan kebijakan untuk penguatan ketahanan pangan," ujarnya.
Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7), atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di pelabuhan.
Dugaan kerugian demurrage senilai Rp294,5 miliar muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap, sehingga menimbulkan biaya denda peti kemas di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.
Kementerian Perindustrian pun mencatat adanya sekitar 26.425 peti kemas yang masih tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Dari peti kemas tersebut, sebanyak 1.600 diantaranya diduga merupakan beras impor.
Namun, belum ada perkembangan lanjutan terkait penanganan kasus tersebut, meski KPK telah melakukan pemanggilan kepada saksi sebagai bagian dari proses penyelidikan.