Jakarta (ANTARA) -
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Timur menyiapkan sanksi kepada warga berupa denda Rp50 juta bila ditemukan ada jentik nyamuk Aedes aegypti di dalam rumahnya.
"Ini sebagai upaya menekan angka kasus demam berdarah dengue (DBD) di Jakarta Timur," kata Kepala Satpol PP Jakarta Timur (Jaktim) Budhy Novian di Jakarta, Rabu.
Munculnya denda tersebut berawal dari rapat koordinasi wilayah tingkat wali kota sejak satu bulan lalu bahwa salah satu yang dibahas adalah angka korban demam berdarah.
"Pada bulan Mei lalu angka sudah mencapai 2.290 kasus," ujarnya.
Satpol PP Jakarta Timur kemudian melakukan berbagai upaya untuk berperan menekan demam berdarah. Salah satunya dengan menerapkan peraturan daerah sebagai penindakan."Kami dari Satpol PP menyarankan untuk memutus mata rantai penyebaran nyamuk DBD. Kita mengedepankan penegakan hukum semata tetapi lebih kepada melakukan pemberdayaan masyarakat. PSN juga akan berikan edukasi," ujarnya.
"Pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti juga akan digencarkan," katanya.
Sementara terkait denda, pihaknya hanya menyarankan (sanksi denda) jika Pemprov DKI memberlakukan Pasal 21 dan 22 Ayat 1 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pengendalian Penyakit DBD.
"Bunyinya bahwa pemutusan mata rantai merupakan kewajiban masyarakat termasuk utamanya di tempat perkantoran, tempat usaha dan sekolah, tempat ibadah, di samping rumah warga," katanya.
Ada kewajiban mereka melaksanakan pemutusan mata rantai dengan metode pemberantasan sarang nyamuk. "Artinya menghilangkan jentik yang nantinya berkembangbiak dalam satu minggu menjadi nyamuk kembali," ujarnya.
Sementara terkait dengan sanksi Rp50 juta, kata Budhy, hal itu merupakan amanat perda. Namun sanksi denda tidak langsung dikenakan atau kurungan.
"Di dalam perda diatur secara bertingkat mulai dari teguran tertulis, penempelan stiker terhadap tempat yang ditemukan jentik nyamuk. Kalaupun sanksi denda paling banyak, bukan kemudian langsung didenda Rp50 juta," katanya.
Dalam penerapan denda Rp50 juta, Satpol PP Jakarta Timur akan melibatkan pemangku kepentingan dan petugas ahli yang menentukan jentik nyamuk penyebab DBD atau bukan.
"Jadi upaya pendekatan untuk menekan angka pesakitan DBD ini dengan cara memutus mata rantai lebih dikedepankan pada pemberdayaan masyarakat. Itu upaya terakhir (denda Rp 50 juta)," kata Budhy.
Sementara terkait denda, pihaknya hanya menyarankan (sanksi denda) jika Pemprov DKI memberlakukan Pasal 21 dan 22 Ayat 1 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pengendalian Penyakit DBD.
"Bunyinya bahwa pemutusan mata rantai merupakan kewajiban masyarakat termasuk utamanya di tempat perkantoran, tempat usaha dan sekolah, tempat ibadah, di samping rumah warga," katanya.
Ada kewajiban mereka melaksanakan pemutusan mata rantai dengan metode pemberantasan sarang nyamuk. "Artinya menghilangkan jentik yang nantinya berkembangbiak dalam satu minggu menjadi nyamuk kembali," ujarnya.
Sementara terkait dengan sanksi Rp50 juta, kata Budhy, hal itu merupakan amanat perda. Namun sanksi denda tidak langsung dikenakan atau kurungan.
"Di dalam perda diatur secara bertingkat mulai dari teguran tertulis, penempelan stiker terhadap tempat yang ditemukan jentik nyamuk. Kalaupun sanksi denda paling banyak, bukan kemudian langsung didenda Rp50 juta," katanya.
Dalam penerapan denda Rp50 juta, Satpol PP Jakarta Timur akan melibatkan pemangku kepentingan dan petugas ahli yang menentukan jentik nyamuk penyebab DBD atau bukan.
"Jadi upaya pendekatan untuk menekan angka pesakitan DBD ini dengan cara memutus mata rantai lebih dikedepankan pada pemberdayaan masyarakat. Itu upaya terakhir (denda Rp 50 juta)," kata Budhy.