Jakarta (ANTARA) - Mantan Komisaris PT Wika Beton, Dadan Tri Yudianto divonis pidana lima tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp1 miliar," ujar Teguh dalam sidang putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis.
Teguh mengatakan hukuman tersebut diberikan dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan pengganti selama tiga bulan.
Selain itu, majelis hakim turut menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp7,95 miliar, dengan memperhitungkan harta benda yang telah disita berdasarkan barang bukti sesudah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Namun, lanjut dia, apabila hasil lelang tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka harta benda Dadan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi kekurangan uang pengganti tersebut.
"Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana dengan pidana penjara selama satu tahun," katanya.
Teguh mengungkapkan terdapat beberapa keadaan yang memberatkan Dadan, yakni perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, perbuatan terdakwa merusak kepercayaan masyarakat terhadap MA, serta terdakwa sebagai orang yang menghendaki keuntungan dari tindak pidana.
Sementara keadaan yang meringankan Dadan, lanjut dia, yaitu terdakwa belum pernah dihukum serta terdakwa bersikap sopan selama di persidangan.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Dadan dengan pidana penjara selama 11 tahun dan lima bulan penjara lantaran terbukti menerima uang senilai total Rp11,2 miliar bersama dengan Hasbi Hasan yang merupakan Sekretaris MA saat itu.
Uang tersebut diterima dari debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Heryanto Tanaka yang ketika itu sedang berperkara di MA. Uang tersebut antara lain untuk mengkondisikan pengurusan perkara di MA agar diputus sesuai dengan keinginan Heryanto Tanaka.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Teguh Santoso menyatakan Dadan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp1 miliar," ujar Teguh dalam sidang putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis.
Teguh mengatakan hukuman tersebut diberikan dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan pengganti selama tiga bulan.
Selain itu, majelis hakim turut menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp7,95 miliar, dengan memperhitungkan harta benda yang telah disita berdasarkan barang bukti sesudah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Namun, lanjut dia, apabila hasil lelang tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka harta benda Dadan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi kekurangan uang pengganti tersebut.
"Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana dengan pidana penjara selama satu tahun," katanya.
Teguh mengungkapkan terdapat beberapa keadaan yang memberatkan Dadan, yakni perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, perbuatan terdakwa merusak kepercayaan masyarakat terhadap MA, serta terdakwa sebagai orang yang menghendaki keuntungan dari tindak pidana.
Sementara keadaan yang meringankan Dadan, lanjut dia, yaitu terdakwa belum pernah dihukum serta terdakwa bersikap sopan selama di persidangan.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Dadan dengan pidana penjara selama 11 tahun dan lima bulan penjara lantaran terbukti menerima uang senilai total Rp11,2 miliar bersama dengan Hasbi Hasan yang merupakan Sekretaris MA saat itu.
Uang tersebut diterima dari debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Heryanto Tanaka yang ketika itu sedang berperkara di MA. Uang tersebut antara lain untuk mengkondisikan pengurusan perkara di MA agar diputus sesuai dengan keinginan Heryanto Tanaka.