Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis penyakit dalam Dr. dr. Soroy Lardo, Sp.PD, K.PTI, FINASIM mengatakan bahwa seseorang yang terkena penyakit demam berdarah dengue (DBD) untuk kedua kalinya memiliki risiko yang lebih berat dibanding serangan pertama.
"Jadi, DBD itu akan menjadi berat kalau serangan yang kedua, namanya infeksi sekunder," kata Soroy dalam taklimat media Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) tentang tata kelola integrasi DBD yang digelar daring dan dipantau dari Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan bahwa menurut sebuah penelitian, infeksi sekunder akan menimbulkan kompleks antibodi.
"Jadi, antibodi yang terbentuk pada DBD yang pertama itu membentuk kompleks sehingga replikasi virus lebih tinggi," ucap Soroy.
Demam berdarah dengue disebabkan oleh infeksi virus dengue, yang umumnya menular melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Virus itu dapat menimbulkan kebocoran pada pembuluh darah. Apabila kebocoran pembuluh darah terjadi, yang salah satunya ditandai dengan trombositopenia atau penurunan jumlah trombosit, hal tersebut akan berkomplikasi pada syok dan pendarahan.
Soroy menyampaikan pemantauan harian menjadi kunci dalam menangani DBD. Ketika trombosit pada tubuh turun di bawah 100.000 mikro liter, perawatan medis harus segera dilakukan.
Gejala klinis yang umumnya dialami penderita DBD antara lain timbulnya demam, nyeri di belakang mata, nyeri sendi, mual, muntah, dan muncul bintik merah pada kulit.
"Kalau sudah demikian maka kita memahami tahap-tahap dari perjalanan klinisnya, ada fase demam satu sampai tiga hari, lalu fase kritis tiga sampai enam hari dan fase pemulihan enam sampai 10 hari," kata Soroy.
Penanganan yang baik pada fase kritis dapat memainkan peran kunci untuk mencegah komplikasi serius. Pada fase pemulihan, pasien umumnya direkomendasikan untuk beristirahat selama lima hari karena sisa virus masih ada dalam tubuh.
Soroy juga mengatakan pasien DBD terkadang masih merasa lemah dalam tiga minggu.
"Jadi, DBD itu akan menjadi berat kalau serangan yang kedua, namanya infeksi sekunder," kata Soroy dalam taklimat media Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) tentang tata kelola integrasi DBD yang digelar daring dan dipantau dari Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan bahwa menurut sebuah penelitian, infeksi sekunder akan menimbulkan kompleks antibodi.
"Jadi, antibodi yang terbentuk pada DBD yang pertama itu membentuk kompleks sehingga replikasi virus lebih tinggi," ucap Soroy.
Demam berdarah dengue disebabkan oleh infeksi virus dengue, yang umumnya menular melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Virus itu dapat menimbulkan kebocoran pada pembuluh darah. Apabila kebocoran pembuluh darah terjadi, yang salah satunya ditandai dengan trombositopenia atau penurunan jumlah trombosit, hal tersebut akan berkomplikasi pada syok dan pendarahan.
Soroy menyampaikan pemantauan harian menjadi kunci dalam menangani DBD. Ketika trombosit pada tubuh turun di bawah 100.000 mikro liter, perawatan medis harus segera dilakukan.
Gejala klinis yang umumnya dialami penderita DBD antara lain timbulnya demam, nyeri di belakang mata, nyeri sendi, mual, muntah, dan muncul bintik merah pada kulit.
"Kalau sudah demikian maka kita memahami tahap-tahap dari perjalanan klinisnya, ada fase demam satu sampai tiga hari, lalu fase kritis tiga sampai enam hari dan fase pemulihan enam sampai 10 hari," kata Soroy.
Penanganan yang baik pada fase kritis dapat memainkan peran kunci untuk mencegah komplikasi serius. Pada fase pemulihan, pasien umumnya direkomendasikan untuk beristirahat selama lima hari karena sisa virus masih ada dalam tubuh.
Soroy juga mengatakan pasien DBD terkadang masih merasa lemah dalam tiga minggu.