Bengkulu (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Bengkulu memproyeksikan sebanyak 46 persen wilayah berjuluk "Bumi Rafflesia" tersebut untuk program Indonesia Forestry and Other Land Uses (Folu Net Sink) 2030.
"Sebesar 46 persen itu kawasan hutannya saja, tapi itu bukan hanya sektor kehutanan saja nantinya, tapi ada sektor pertanian, peternakan dan lautnya juga. Jadi bukan hutan saja yang berkontribusi, tapi memang lebih dari 60 persen yang berkontribusi itu hutan," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Bengkulu Safnizar, di Bengkulu, Selasa.
Folu Net-Sink 2030 merupakan suatu kondisi dimana tingkat serapan karbon sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya sudah berimbang atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi yang dihasilkan sektor tersebut pada tahun 2030
Proyeksi tersebut, kata dia. baru dalam tahap penghitungan tim ahli, setelah final baru diserahkan ke Gubernur Bengkulu untuk disetujui dan disahkan, kemudian diajukan ke pemerintah pusat."Nanti akan ada pengasahan dari bapak gubernur, setelah itu baru menjadi dokumen resmi yang akan kami usulkan sebagai insentif kompensasi (partisipasi dalam upaya pengurangan emisi) karbon ke Kementerian Keuangan," kata dia.
Sesuai perhitungan tim, kata dia, Bengkulu diprediksi bisa mendapatkan insentif kompensasi dari program tersebut yang akan berjalan hingga 2030 yakni senilai Rp202 miliar.
Program Pemerintah Indonesia Folu Net Sink 2030, kata Safnizar, merupakan program untuk mengurangi angka deforestasi dan menekan emisi karbon.
Sebelumnya, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah mengatakan Bumi Rafflesia bisa mendapatkan kompensasi terkait kewajiban dalam melestarikan hutan lindung yang berperan penting untuk menghadapi tantangan perubahan iklim dan upaya mengurangi emisi karbon.
"Kalau bisa direalisasikan, karena kami ingin Bengkulu lebih bisa 'menjual' hutan tapi tanpa harus menebang pohonnya," katanya.
"Sebesar 46 persen itu kawasan hutannya saja, tapi itu bukan hanya sektor kehutanan saja nantinya, tapi ada sektor pertanian, peternakan dan lautnya juga. Jadi bukan hutan saja yang berkontribusi, tapi memang lebih dari 60 persen yang berkontribusi itu hutan," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Bengkulu Safnizar, di Bengkulu, Selasa.
Folu Net-Sink 2030 merupakan suatu kondisi dimana tingkat serapan karbon sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya sudah berimbang atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi yang dihasilkan sektor tersebut pada tahun 2030
Proyeksi tersebut, kata dia. baru dalam tahap penghitungan tim ahli, setelah final baru diserahkan ke Gubernur Bengkulu untuk disetujui dan disahkan, kemudian diajukan ke pemerintah pusat."Nanti akan ada pengasahan dari bapak gubernur, setelah itu baru menjadi dokumen resmi yang akan kami usulkan sebagai insentif kompensasi (partisipasi dalam upaya pengurangan emisi) karbon ke Kementerian Keuangan," kata dia.
Sesuai perhitungan tim, kata dia, Bengkulu diprediksi bisa mendapatkan insentif kompensasi dari program tersebut yang akan berjalan hingga 2030 yakni senilai Rp202 miliar.
Program Pemerintah Indonesia Folu Net Sink 2030, kata Safnizar, merupakan program untuk mengurangi angka deforestasi dan menekan emisi karbon.
Sebelumnya, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah mengatakan Bumi Rafflesia bisa mendapatkan kompensasi terkait kewajiban dalam melestarikan hutan lindung yang berperan penting untuk menghadapi tantangan perubahan iklim dan upaya mengurangi emisi karbon.
"Kalau bisa direalisasikan, karena kami ingin Bengkulu lebih bisa 'menjual' hutan tapi tanpa harus menebang pohonnya," katanya.