Jakarta (ANTARA) - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menegaskan bahwa tidak sembarang orang bisa mendapatkan rekomendasi pemberian kewenangan klinis untuk melakukan praktik.
 
"Harus memenuhi syarat yang terdiri atas pendidikan, perizinan, kegiatan penjagaan mutu profesi, kualifikasi personal, serta pengalaman di bidang keprofesian," kata Anggota Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota PB IDI Dr Dewa Nyoman Sutanaya dalam konferensi pers yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
 
Seorang dokter, kata Dewa, harus lulus dari sekolah kedokteran yang terakreditasi, atau dari sekolah kedokteran luar negeri dan sudah diregistrasi, serta menyelesaikan program pendidikan konsultan.
 
Selain itu, kata dia,, seorang dokter juga harus memiliki surat tanda registrasi yang sesuai dengan bidang profesi, serta memiliki izin praktik dari dinas kesehatan setempat yang masih berlaku.
 
 
Dokter, menurut dia, harus menjadi anggota organisasi yang melakukan penilaian kompetensi bagi anggotanya, serta berpartisipasi aktif dalam proses evaluasi mutu klinis.
 
"Seorang dokter juga harus memenuhi kualifikasi personal yang berupa riwayat disiplin dan etik profesi, keanggotaan dalam perhimpunan profesi yang diakui, dan keadaan sehat jasmani dan mental, termasuk tidak terlibat penggunaan obat terlarang dan alkohol," katanya.
 
Selain itu, kata Dewa, seorang dokter juga harus memiliki pengalaman di bidang keprofesian, berupa riwayat tempat pelaksanaan praktik profesi dan/atau riwayat tuntutan medis atau klaim oleh pasien selama menjalankan profesi.
 
Hal tersebut, kata dia, diwujudkan dengan melakukan verifikasi dokumen di tempat praktik sebelumnya, salah satunya dengan melakukan kontak dengan tempat praktik sebelumnya.
 
"Pada prinsipnya, seorang tenaga medis yang akan berpraktik di suatu tempat pelayanan kesehatan harus melewati tahapan yang berlapis, agar pasien benar-benar ditangani oleh 'dokter asli' bukan 'dokter gadungan'," kata Dewa.
 

 

Pewarta : Sean Muhamad
Editor : Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024