Bandarlampung (ANTARA) - Hasil panen raya kopi robusta di wilayah Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung dan sekitarnya rata-rata hanya menghasilkan 700 kilogram (kg) per hektare (ha).
"Saat ini masa panen kopi di wilayah Tanggamus dan sekitarnya. Panen kopi tahun ini turun dari 1 ton/ha pada musim panen lalu kini hanya 700 kg/ha," kata Triyatno, petani kopi asal Desa Ngarip, Kecamatan Ulubelu, Kabupaten Tanggamus, saat dihubungi di Bandarlampung, Sabtu.
Ia menyebutkan, hasil panen kopi turun karena pada tahun lalu curah hujan cukup tinggi yang mengakibatkan bunga bakal buah kopi banyak yang rontok.
Selain itu, juga karena faktor kopi yang terserang hama penyakit penggerek buah kopi (PBK) yang mengakibatkan produksi turun dan kualitasnya rendah.
Dia mengatakan serangan hama penggerek buah ini hampir terjadi di setiap musim kopi dan sebagian besar menyerang buah yang sudah tua atau siap dipanen.
"Kendati panen kopi turun dibandingkan tahun lalu karena faktor curah hujan tinggi. Tapi, produksinya kami rasa masih cukup baik," katanya.
Menurutnya, hampir semua petani produksi kopinya di wilayah Tanggamus dan sekitarnya pada tahun ini turun, meski tak terlalu anjlok.
Kendati produksi turun, ujarnya, harga biji kopi robusta saat ini cukup bagus yakni Rp35.000/kg atau lebih tinggi dari beberapa bulan lalu yang hanya Rp25.000/kg.
Raidi, petani kopi lainnya mengatakan panen raya kopi saat ini tak maksimal mengingat produksinya rata-rata 700 kg/ha.
"Harusnya panen kopi bisa di atas 700 kg/ha karena faktor cuaca dan masalah hama penggerek buah kopi, produksi jadi turun," katanya.
Karena itu, ia juga meminta petani kopi di daerahnya untuk mengatasi hama tersebut salah satunya dengan cara pemeliharaan tanaman.
"Meski sudah terserang hama, petani masih banyak yang kurang peduli untuk memelihara tanaman kopinya," kata dia.
Meski demikian, ia menambahkan, petani kopi di Tanggamus merasa senang mengingat harga biji kopi robusta cukup tinggi mencapai Rp35.000/kg.
Luas lahan kopi di Tanggamus mencapai 41.611 ha yang terbagi menjadi tiga golongan, yakni tanaman belum menghasilkan seluas 830 ha, tanaman menghasilkan ada 37.630 ha, dan tanaman rusak seluas 3.131 ha.
Di Tanggamus hampir seluruh kecamatan sudah menjadi sentra penghasil kopi, dan kecamatan tersebut sudah dijadikan sebagai wilayah pembuatan peta kebun kopi.
Kecamatan tersebut yakni Kecamatan Cukuh Balak, Talang Padang, Wonosobo, Pugung, Pulau Panggung, Sumberejo, Ulu Belu, Pematang Sawa, Kelumbaya, Semaka, Kota Agung, Kota agung timur, kota agung barat, Gisting, Gunung Alif, Limau, Air Naningan, Bandar Negri Semuong, kelumbayan Barat dan Kecamatan Bulok.
"Saat ini masa panen kopi di wilayah Tanggamus dan sekitarnya. Panen kopi tahun ini turun dari 1 ton/ha pada musim panen lalu kini hanya 700 kg/ha," kata Triyatno, petani kopi asal Desa Ngarip, Kecamatan Ulubelu, Kabupaten Tanggamus, saat dihubungi di Bandarlampung, Sabtu.
Ia menyebutkan, hasil panen kopi turun karena pada tahun lalu curah hujan cukup tinggi yang mengakibatkan bunga bakal buah kopi banyak yang rontok.
Selain itu, juga karena faktor kopi yang terserang hama penyakit penggerek buah kopi (PBK) yang mengakibatkan produksi turun dan kualitasnya rendah.
Dia mengatakan serangan hama penggerek buah ini hampir terjadi di setiap musim kopi dan sebagian besar menyerang buah yang sudah tua atau siap dipanen.
"Kendati panen kopi turun dibandingkan tahun lalu karena faktor curah hujan tinggi. Tapi, produksinya kami rasa masih cukup baik," katanya.
Menurutnya, hampir semua petani produksi kopinya di wilayah Tanggamus dan sekitarnya pada tahun ini turun, meski tak terlalu anjlok.
Kendati produksi turun, ujarnya, harga biji kopi robusta saat ini cukup bagus yakni Rp35.000/kg atau lebih tinggi dari beberapa bulan lalu yang hanya Rp25.000/kg.
Raidi, petani kopi lainnya mengatakan panen raya kopi saat ini tak maksimal mengingat produksinya rata-rata 700 kg/ha.
"Harusnya panen kopi bisa di atas 700 kg/ha karena faktor cuaca dan masalah hama penggerek buah kopi, produksi jadi turun," katanya.
Karena itu, ia juga meminta petani kopi di daerahnya untuk mengatasi hama tersebut salah satunya dengan cara pemeliharaan tanaman.
"Meski sudah terserang hama, petani masih banyak yang kurang peduli untuk memelihara tanaman kopinya," kata dia.
Meski demikian, ia menambahkan, petani kopi di Tanggamus merasa senang mengingat harga biji kopi robusta cukup tinggi mencapai Rp35.000/kg.
Luas lahan kopi di Tanggamus mencapai 41.611 ha yang terbagi menjadi tiga golongan, yakni tanaman belum menghasilkan seluas 830 ha, tanaman menghasilkan ada 37.630 ha, dan tanaman rusak seluas 3.131 ha.
Di Tanggamus hampir seluruh kecamatan sudah menjadi sentra penghasil kopi, dan kecamatan tersebut sudah dijadikan sebagai wilayah pembuatan peta kebun kopi.
Kecamatan tersebut yakni Kecamatan Cukuh Balak, Talang Padang, Wonosobo, Pugung, Pulau Panggung, Sumberejo, Ulu Belu, Pematang Sawa, Kelumbaya, Semaka, Kota Agung, Kota agung timur, kota agung barat, Gisting, Gunung Alif, Limau, Air Naningan, Bandar Negri Semuong, kelumbayan Barat dan Kecamatan Bulok.