Bandarlampung (ANTARA) - LSM LAdA Damar Lampung meminta pemerintah daerah di provinsi ini segera mengambil langkah konkret guna mencegah kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
"Dinas pendidikan baik provinsi maupun kabupaten dan kota betul-betul konsentrasi ke institusi pendidikan agar tidak terulang lagi kasus kekerasan terhadap anak yang melibatkan tenaga pendidik," kata Direktur Eksekutif LAdA Damar Lampung, Sely Fitriani, dihubungi, di Bandarlampung, Senin.Dia pun berharap terdapat satu mekanisme pencegahan kekerasan seksual yang dibuat di lembaga pendidikan. Pencegahan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan bisa dilakukan melalui skrining tenaga pendidik ataupun siswa apakah mereka memiliki pemahaman tentang bagaimana menghormati tubuh dan sensualitas seseorang.
"Kemudian menyediakan ruang aman untuk anak-anak ataupun siswa, kemudian melakukan dokumentasi dan verifikasi laporan-laporan kasus sehingga tercipta kegiatan akademik yang nyaman bagi siswa, khususnya perempuan," kata dia.
Ia pun sangat mengutuk kejadian kekerasan seksual kepada siswa di Kabupaten Mesuji yang dilakukan oleh oknum kepala sekolah yang seharusnya menjadi pelindung korban.
"Sayangnya kepala sekolah yang seharusnya menjadi jaminan perlindungan, justru oknum ini yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak dan itu sudah sangat jelas melanggar terhadap pemenuhan hak anak agar bisa hidup tumbuh berkembang berpartisipasi bebas dari kekerasan," kata dia.
Sely pun merasa miris terhadap jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Lampung pada awal tahun ini.
"Setidaknya kami mencatat ada sembilan atau sepuluh kasus kekerasan seksual terhadap anak di provinsi ini, baik yang dilakukan di lingkungan pendidikan, pesantren ataupun rumah sendiri," kata dia.
Sebelumnya seorang oknum Kepala Yayasan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Way Serdang, Mesuji, Lampung, berinisial AT (50) ditangkap polisi setelah diduga melakukan pelecehan terhadap dua siswinya.
AT diduga mencabuli dua siswi berinisial N dan A yang keduanya masih berumur 12 tahun dengan modus berpura-pura menanyakan atau memberikan konseling terhadap kedua siswi tersebut.