Bandarlampung (ANTARA) - Sebanyak enam dari 36 orang tenaga kesehatan (nakes) dan umum mempertanyakan transparansi rekrutmen pegawai kontrak yang dilaksanakan oleh Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Demang Sepulau Raya, Lampung Tengah, Provinsi Lampung.
Ke-36 orang tenaga kesehatan yang terdiri dari bidan dan perawat itu mempertanyakan sikap transparansi pihak RSUD Demang Sepulau Raya terkait nilai hasil tes baik pengisian soal hingga wawancara.
"Rekan nakes yang terdiri dari bidan dan perawat ini hanya ingin mempertanyakan transparansi pihak dari RSUD Demang Sepulau Raya," kata enam dari 36 nakes yang memberi kuasa kepada penasihat hukumnya Ari Fitrah Anugrah bersama Ivin Aidyan saat jumpa pers di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Bandarlampung, Minggu.
Ari melanjutkan dalam perkara tersebut pihaknya menerima kuasa dari enam nakes yang menuntut transparansi pihak rumah sakit. Enam nakes tersebut telah mengabdi di rumah sakit setempat selama 17 tahun.
Ia menjelaskan peristiwa tersebut berawal pada 11 Februari 2022 adanya rekrutmen yang dilaksanakan RSUD Demang Sepulau Raya baik untuk masyarakat umum maupun untuk para nekes dan bagian umum yang telah bekerja di rumah sakit setempat.
Dalam penerimaan tersebut, lanjut dia, kliennya yang telah bekerja selama belasan tahun itu juga diminta untuk mengikuti tes ulang. Karena jika tidak mengikuti tes ulang maka pihak rumah sakit menyatakan para pegawai kontrak dianggap telah mengundurkan diri.
"Saat memasuki pengumuman, timbul masalah bahwa mereka tidak diprioritaskan lagi di rumah sakit itu yang ditandai dengan kekecewaan mereka, karena mereka termasuk 30 orang pegawai lainnya dinyatakan tidak lulus namun tidak dibuktikan dengan nilai hanya melalui lisan pihak manajemen rumah sakit saja," kata dia.
Ari menilai hal tersebut akibat tidak adanya kebijakan dari pihak rumah sakit khususnya Pemkab Lampung Tengah. Apalagi nakes tersebut turut berjuang selama pandemi COVID-19 bahkan hingga ada yang terpapar COVID-19.
Dalam rekrutmen tersebut, pihaknya merasa ada kejanggalan lantaran ada penambahan sembilan nama yang tidak tercantum dalam pengumuman. Dalam proses tes, sembilan orang tersebut mengikuti sesi wawancara, tertulis, dan lainnya namun dalam sesi awal administrasi sembilan orang tersebut namanya tidak terdaftar.
"Ditambah lagi yang dibutuhkan rumah sakit ada 266 orang tapi faktanya yang lulus ada 301 orang, artinya ada penambahan sekitar 35 orang. Ini yang menjadi kejanggalan, bahkan kami menduga ada indikasi bermain apalagi tidak adanya transparan nilai," kata dia.
Ari menambahkan enam nakes tersebut pernah mencoba menghubungi pihak rumah sakit untuk meminta kejelasan. Namun pihak rumah sakit hanya berjanji bahkan ingin kembali menarik 36 nakes dan bidang umum untuk bekerja di rumah sakit tersebut.
Bahkan pihaknya juga telah mengirimkan surat kepada Bupati Lampung Tengah, Gubernur Lampung, Inspektorat, hingga ke Presiden Joko Widodo untuk meminta kejelasan terkait transparansi rekrutmen pegawai kontrak di rumah sakit setempat.
"Kami terus bertanya, bahkan sudah tiga bulan ini tidak ada kejelasan," katanya.
Eni Ratna Ningrum (42), seorang perawat yang tidak lolos sangat berharap atas kejelasan yang diberikan pihak rumah sakit. Ia hanya minta kejelasan pihak rumah sakit tersebut agar tidak muncul dugaan adanya kecurangan bahkan adanya oknum yang bermain.
"Kami hanya ingin kejelasan saja, kalau pun nilai kami tidak masuk karena kecil kami akan terima," katanya.
Ia menambahkan akibat pemberhentian secara massal tersebut, banyak yang berdampak tidak bekerja menjadi pengangguran akibat faktor umur sehingga tidak dapat lagi diterima di seluruh rumah sakit.
Eni yang mempunyai tiga orang anak tersebut sangat kebingungan untuk membiayai keperluan anak-anaknya kelak.
"Suami saya hanya bekerja sebagai wiraswasta, jika saya tidak bekerja bagaimana nasib anak-anak saya. Selama ini kami hidup dari biaya selama bekerja di rumah sakit. Saya berharap pihak rumah sakit maupun Pemkab Lampung Tengah dapat mengerti perasaan kami," katanya.
Hal sama dikatakan seorang bidan bernama Cynthia Trigita (26). Ia tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya dapat menunggu kepastian dari pihak rumah sakit untuk dapat memperkerjakannya kembali sesuai dengan hasil tes yang telah diikutinya.
"Kami semua hanya bisa menunggu, karena upaya telah kami lakukan mulai dari Pemkab Lampung Tangah, DPRD Lampung Tengah, Gubernur Lampung, hingga Presiden," tutupnya.
Plt Direktur RSUD Demang Sepulau Raya, Taufik Joni Prasetyo belum bisa dikonfirmasi terkait persoalan adanya dugaan kecurangan dalam rekrutmen pegawai kontrak di rumah sakit setempat.
Pesan melalui WhatsApp yang dikirimkan ke ponselnya belum mendapat respon terkait persoalan tersebut. Selain itu pula, panggilan telepon ke ponselnya juga belum direspon.
Ke-36 orang tenaga kesehatan yang terdiri dari bidan dan perawat itu mempertanyakan sikap transparansi pihak RSUD Demang Sepulau Raya terkait nilai hasil tes baik pengisian soal hingga wawancara.
"Rekan nakes yang terdiri dari bidan dan perawat ini hanya ingin mempertanyakan transparansi pihak dari RSUD Demang Sepulau Raya," kata enam dari 36 nakes yang memberi kuasa kepada penasihat hukumnya Ari Fitrah Anugrah bersama Ivin Aidyan saat jumpa pers di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Bandarlampung, Minggu.
Ari melanjutkan dalam perkara tersebut pihaknya menerima kuasa dari enam nakes yang menuntut transparansi pihak rumah sakit. Enam nakes tersebut telah mengabdi di rumah sakit setempat selama 17 tahun.
Ia menjelaskan peristiwa tersebut berawal pada 11 Februari 2022 adanya rekrutmen yang dilaksanakan RSUD Demang Sepulau Raya baik untuk masyarakat umum maupun untuk para nekes dan bagian umum yang telah bekerja di rumah sakit setempat.
Dalam penerimaan tersebut, lanjut dia, kliennya yang telah bekerja selama belasan tahun itu juga diminta untuk mengikuti tes ulang. Karena jika tidak mengikuti tes ulang maka pihak rumah sakit menyatakan para pegawai kontrak dianggap telah mengundurkan diri.
"Saat memasuki pengumuman, timbul masalah bahwa mereka tidak diprioritaskan lagi di rumah sakit itu yang ditandai dengan kekecewaan mereka, karena mereka termasuk 30 orang pegawai lainnya dinyatakan tidak lulus namun tidak dibuktikan dengan nilai hanya melalui lisan pihak manajemen rumah sakit saja," kata dia.
Ari menilai hal tersebut akibat tidak adanya kebijakan dari pihak rumah sakit khususnya Pemkab Lampung Tengah. Apalagi nakes tersebut turut berjuang selama pandemi COVID-19 bahkan hingga ada yang terpapar COVID-19.
Dalam rekrutmen tersebut, pihaknya merasa ada kejanggalan lantaran ada penambahan sembilan nama yang tidak tercantum dalam pengumuman. Dalam proses tes, sembilan orang tersebut mengikuti sesi wawancara, tertulis, dan lainnya namun dalam sesi awal administrasi sembilan orang tersebut namanya tidak terdaftar.
"Ditambah lagi yang dibutuhkan rumah sakit ada 266 orang tapi faktanya yang lulus ada 301 orang, artinya ada penambahan sekitar 35 orang. Ini yang menjadi kejanggalan, bahkan kami menduga ada indikasi bermain apalagi tidak adanya transparan nilai," kata dia.
Ari menambahkan enam nakes tersebut pernah mencoba menghubungi pihak rumah sakit untuk meminta kejelasan. Namun pihak rumah sakit hanya berjanji bahkan ingin kembali menarik 36 nakes dan bidang umum untuk bekerja di rumah sakit tersebut.
Bahkan pihaknya juga telah mengirimkan surat kepada Bupati Lampung Tengah, Gubernur Lampung, Inspektorat, hingga ke Presiden Joko Widodo untuk meminta kejelasan terkait transparansi rekrutmen pegawai kontrak di rumah sakit setempat.
"Kami terus bertanya, bahkan sudah tiga bulan ini tidak ada kejelasan," katanya.
Eni Ratna Ningrum (42), seorang perawat yang tidak lolos sangat berharap atas kejelasan yang diberikan pihak rumah sakit. Ia hanya minta kejelasan pihak rumah sakit tersebut agar tidak muncul dugaan adanya kecurangan bahkan adanya oknum yang bermain.
"Kami hanya ingin kejelasan saja, kalau pun nilai kami tidak masuk karena kecil kami akan terima," katanya.
Ia menambahkan akibat pemberhentian secara massal tersebut, banyak yang berdampak tidak bekerja menjadi pengangguran akibat faktor umur sehingga tidak dapat lagi diterima di seluruh rumah sakit.
Eni yang mempunyai tiga orang anak tersebut sangat kebingungan untuk membiayai keperluan anak-anaknya kelak.
"Suami saya hanya bekerja sebagai wiraswasta, jika saya tidak bekerja bagaimana nasib anak-anak saya. Selama ini kami hidup dari biaya selama bekerja di rumah sakit. Saya berharap pihak rumah sakit maupun Pemkab Lampung Tengah dapat mengerti perasaan kami," katanya.
Hal sama dikatakan seorang bidan bernama Cynthia Trigita (26). Ia tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya dapat menunggu kepastian dari pihak rumah sakit untuk dapat memperkerjakannya kembali sesuai dengan hasil tes yang telah diikutinya.
"Kami semua hanya bisa menunggu, karena upaya telah kami lakukan mulai dari Pemkab Lampung Tangah, DPRD Lampung Tengah, Gubernur Lampung, hingga Presiden," tutupnya.
Plt Direktur RSUD Demang Sepulau Raya, Taufik Joni Prasetyo belum bisa dikonfirmasi terkait persoalan adanya dugaan kecurangan dalam rekrutmen pegawai kontrak di rumah sakit setempat.
Pesan melalui WhatsApp yang dikirimkan ke ponselnya belum mendapat respon terkait persoalan tersebut. Selain itu pula, panggilan telepon ke ponselnya juga belum direspon.