Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan penguatan sumber daya manusia (SDM) hingga pengembangan ekonomi hijau akan menjadi fokus pelaksanaan kebijakan fiskal pada 2023.
“Proses pemulihan ekonomi ke depan masih penuh tantangan yang harus direspons dengan kebijakan makro ekonomi dan kebijakan struktural secara tepat,” katanya dalam Rapat Paripurna DPR RI terkait Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) RAPBN 2023 di Jakarta, Jumat.
Sri Mulyani menjelaskan pemerintah akan memfokuskan anggaran untuk penguatan kualitas SDM dan mengakselerasi pembangunan infrastruktur.
Anggaran juga difokuskan untuk reformasi birokrasi dan regulasi, revitalisasi industri sekaligus mendorong pembangunan ekonomi hijau.
Selain itu, pemerintah melalui kebijakan fiskal 2023 akan meningkatkan efektivitas transformasi ekonomi yang didukung reformasi fiskal.
Reformasi fiskal ini dilakukan melalui mobilisasi pendapatan untuk pelebaran ruang fiskal, konsistensi penguatan spending better untuk efisiensi dan efektivitas belanja serta terus pengembangan pembiayaan yang kreatif dan inovatif.
Secara rinci, kebijakan pendapatan negara tahun depan diarahkan untuk mendorong optimalisasi pendapatan dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan dunia usaha serta kelestarian lingkungan.
Hal ini ditempuh dengan menjaga efektivitas reformasi perpajakan (UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan), mendorong agar sistem perpajakan lebih sehat dan adil sehingga dapat mendorong perluasan basis pajak serta peningkatan kepatuhan wajib pajak.
“Melalui implementasi UU HPP yang efektif maka rasio perpajakan akan meningkat,” ujarnya.
Sementara itu, optimalisasi penerimaan negara bukan pajak juga dilakukan dengan peningkatan inovasi layanan dan reformasi pengelolaan aset sehingga akan mendorong peningkatan rasio pendapatan negara tahun depan.
Pendapatan negara 2023 sendiri ditargetkan meningkat di kisaran 11,19 persen sampai 11,70 persen dari PDB sedangkan belanja negara mencapai 13,8 persen sampai 14,6 persen dari PDB.
Kebijakan belanja negara diarahkan untuk menghasilkan output atau outcome yang berkualitas, memberi manfaat yang nyata bagi masyarakat dan perekonomian serta dapat mendorong kondisi ke arah yang lebih baik.
“Proses pemulihan ekonomi ke depan masih penuh tantangan yang harus direspons dengan kebijakan makro ekonomi dan kebijakan struktural secara tepat,” katanya dalam Rapat Paripurna DPR RI terkait Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) RAPBN 2023 di Jakarta, Jumat.
Sri Mulyani menjelaskan pemerintah akan memfokuskan anggaran untuk penguatan kualitas SDM dan mengakselerasi pembangunan infrastruktur.
Anggaran juga difokuskan untuk reformasi birokrasi dan regulasi, revitalisasi industri sekaligus mendorong pembangunan ekonomi hijau.
Selain itu, pemerintah melalui kebijakan fiskal 2023 akan meningkatkan efektivitas transformasi ekonomi yang didukung reformasi fiskal.
Reformasi fiskal ini dilakukan melalui mobilisasi pendapatan untuk pelebaran ruang fiskal, konsistensi penguatan spending better untuk efisiensi dan efektivitas belanja serta terus pengembangan pembiayaan yang kreatif dan inovatif.
Secara rinci, kebijakan pendapatan negara tahun depan diarahkan untuk mendorong optimalisasi pendapatan dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan dunia usaha serta kelestarian lingkungan.
Hal ini ditempuh dengan menjaga efektivitas reformasi perpajakan (UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan), mendorong agar sistem perpajakan lebih sehat dan adil sehingga dapat mendorong perluasan basis pajak serta peningkatan kepatuhan wajib pajak.
“Melalui implementasi UU HPP yang efektif maka rasio perpajakan akan meningkat,” ujarnya.
Sementara itu, optimalisasi penerimaan negara bukan pajak juga dilakukan dengan peningkatan inovasi layanan dan reformasi pengelolaan aset sehingga akan mendorong peningkatan rasio pendapatan negara tahun depan.
Pendapatan negara 2023 sendiri ditargetkan meningkat di kisaran 11,19 persen sampai 11,70 persen dari PDB sedangkan belanja negara mencapai 13,8 persen sampai 14,6 persen dari PDB.
Kebijakan belanja negara diarahkan untuk menghasilkan output atau outcome yang berkualitas, memberi manfaat yang nyata bagi masyarakat dan perekonomian serta dapat mendorong kondisi ke arah yang lebih baik.