Beijing (ANTARA) - Pakar kesehatan China mengingatkan masyarakat di negara itu bahwa virus corona varian Omicron lebih mematikan daripada virus influenza biasa.
Hingga Selasa (5/4) Hong Kong melaporkan lebih dari 1,16 juta kasus positif dengan 8.136 kematian selama gelombang terakhir Omicron.
Itu berarti tingkat kematian akibat varian Omicron mencapai 0,7 persen, jauh lebih tinggi dari tingkat kematian flu biasa yang hanya 0,006-0,09 persen, kata Kepala Pakar Kesehatan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular China (CCDC) Wu Zunyou kepada pers di Beijing, Kamis.
Menurut dia, jumlah kematian akibat gelombang kasus COVID-19 terakhir di Hong Kong jauh lebih tinggi daripada keseluruhan kematian selama empat gelombang COVID sebelumnya.
Kepala Departemen Infeksi Menular Rumah Sakit Universitas Peking Wang Guqiang mengatakan kematian akibat COVID-19 di Hong Kong berkaitan erat dengan vaksinasi.
Ia menyebutkan 3,2 persen kematian menimpa pasien yang tidak divaksin, 0,96 persen terjadi di antara warga yang hanya menerima satu dosis vaksin, 0,14 persen di kalangan penerima dosis lengkap, dan 0,03 persen di antara mereka yang menerima vaksin penguat (booster).
Sementara wabah di Shanghai, kota yang paling parah terkena serangan Omicron hingga beberapa kali lockdown, ternyata didominasi oleh kasus tanpa gejala.
Otoritas kesehatan di Shanghai pada Selasa (5/4) menemukan 16.799 kasus baru tanpa gejala atau hampir 54 kali lipat kasus positif yang hanya 311.
"Kami gencar menggelar tes COVID-19 secara masif dan berkala. Banyak kasus positif ditemukan dalam masa inkubasi," ujarnya.
Penambahan kasus harian di Shanghai melampaui Wuhan, Provinsi Hubei, saat pertama kali wabah COVID-19 ditemukan pada akhir 2019.
Gedung pameran di Distrik Chongming, Shanghai, telah disulap menjadi rumah sakit sementara yang dapat menampung 900 pasien dan anaknya yang berusia di bawah usia 18 tahun untuk menghadapi lonjakan kasus COVID-19.
Bala bantuan kesehatan dari berbagai kota, seperti Wuhan, Fuzhou, dan Xiamen juga telah dikerahkan ke Shanghai.
Para pakar kesehatan setempat masih merekomendasikan kebijakan nol kasus COVID-19 meskipun berbagai negara telah melonggarkan protokol kesehatan.
Hingga Selasa (5/4) Hong Kong melaporkan lebih dari 1,16 juta kasus positif dengan 8.136 kematian selama gelombang terakhir Omicron.
Itu berarti tingkat kematian akibat varian Omicron mencapai 0,7 persen, jauh lebih tinggi dari tingkat kematian flu biasa yang hanya 0,006-0,09 persen, kata Kepala Pakar Kesehatan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular China (CCDC) Wu Zunyou kepada pers di Beijing, Kamis.
Menurut dia, jumlah kematian akibat gelombang kasus COVID-19 terakhir di Hong Kong jauh lebih tinggi daripada keseluruhan kematian selama empat gelombang COVID sebelumnya.
Kepala Departemen Infeksi Menular Rumah Sakit Universitas Peking Wang Guqiang mengatakan kematian akibat COVID-19 di Hong Kong berkaitan erat dengan vaksinasi.
Ia menyebutkan 3,2 persen kematian menimpa pasien yang tidak divaksin, 0,96 persen terjadi di antara warga yang hanya menerima satu dosis vaksin, 0,14 persen di kalangan penerima dosis lengkap, dan 0,03 persen di antara mereka yang menerima vaksin penguat (booster).
Sementara wabah di Shanghai, kota yang paling parah terkena serangan Omicron hingga beberapa kali lockdown, ternyata didominasi oleh kasus tanpa gejala.
Otoritas kesehatan di Shanghai pada Selasa (5/4) menemukan 16.799 kasus baru tanpa gejala atau hampir 54 kali lipat kasus positif yang hanya 311.
"Kami gencar menggelar tes COVID-19 secara masif dan berkala. Banyak kasus positif ditemukan dalam masa inkubasi," ujarnya.
Penambahan kasus harian di Shanghai melampaui Wuhan, Provinsi Hubei, saat pertama kali wabah COVID-19 ditemukan pada akhir 2019.
Gedung pameran di Distrik Chongming, Shanghai, telah disulap menjadi rumah sakit sementara yang dapat menampung 900 pasien dan anaknya yang berusia di bawah usia 18 tahun untuk menghadapi lonjakan kasus COVID-19.
Bala bantuan kesehatan dari berbagai kota, seperti Wuhan, Fuzhou, dan Xiamen juga telah dikerahkan ke Shanghai.
Para pakar kesehatan setempat masih merekomendasikan kebijakan nol kasus COVID-19 meskipun berbagai negara telah melonggarkan protokol kesehatan.