Denpasar (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali bersama Dharma Wanita Persatuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melepasliarkan puluhan ekor tukik jenis sisik dan lekang di Pantai Sanur.
"Ada 40 ekor yang terdiri dari dua jenis yaitu pertama jenis Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) sebanyak 29 ekor masing masing berumur dua hari 10 ekor, berumur tiga bulan sembilan ekor dan berumur lima bulan 10 ekor. Jenis kedua adalah jenis Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) berumur 13 hari 11 ekor," kata Kepala BKSDA Bali R. Agus Budi Santosa dalam siaran persnya di Denpasar, Kamis.
Ia menekankan tujuan dari pelepasan itu sebenarnya untuk aspek konservasi, guna menambah ketersediaan penyu.
"Karena kita ingin Pulau Bali ini kembali seperti 20-30 tahun yang lalu menjadi surganya untuk penyu bertelur. Sekarang ini kan mulai banyak aktivitas yang memanfaatkan garis pantai sehingga penyu sekarang juga mulai enggan untuk bertelur," katanya.
Dia mengatakan beberapa tempat di bibir pantai itu kemudian diberi bangunan untuk pemecahan ombak.
"Kalau sudah dikasih bangunan pemecah ombak kan penyu tidak bisa bertelur karena pasirnya sudah tidak ada lagi," katanya.
"Ada 40 ekor yang terdiri dari dua jenis yaitu pertama jenis Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) sebanyak 29 ekor masing masing berumur dua hari 10 ekor, berumur tiga bulan sembilan ekor dan berumur lima bulan 10 ekor. Jenis kedua adalah jenis Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) berumur 13 hari 11 ekor," kata Kepala BKSDA Bali R. Agus Budi Santosa dalam siaran persnya di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan semakin tua usia penyu maka semakin besar dorongan untuk bertahan. Namun, di sisi lain biaya pakan juga terlalu besar kalau ditahan terlalu lama.
"Jadi memang beberapa literatur juga menyebutkan sebaiknya dilepas sebelum umur enam hari, karena apa, karena dia masih punya cadangan sampai umur enam hari penyu tidak perlu makan, nanti setelah di laut dia akan mengenali makanan makanan di habitat aslinya," katanya.
Ia menekankan tujuan dari pelepasan itu sebenarnya untuk aspek konservasi, guna menambah ketersediaan penyu.
"Karena kita ingin Pulau Bali ini kembali seperti 20-30 tahun yang lalu menjadi surganya untuk penyu bertelur. Sekarang ini kan mulai banyak aktivitas yang memanfaatkan garis pantai sehingga penyu sekarang juga mulai enggan untuk bertelur," katanya.
Hal tersebut kerap menjadi masalah karena lokasi penyu di pantainya disertai lampu.
"Padahal kalau penyunya tidak gelap kan tidak mau datang bertelur. Selain itu, suara nyaring, bising, juga penyu tidak mau," katanya.
"Padahal kalau penyunya tidak gelap kan tidak mau datang bertelur. Selain itu, suara nyaring, bising, juga penyu tidak mau," katanya.
Dia mengatakan beberapa tempat di bibir pantai itu kemudian diberi bangunan untuk pemecahan ombak.
"Kalau sudah dikasih bangunan pemecah ombak kan penyu tidak bisa bertelur karena pasirnya sudah tidak ada lagi," katanya.