Lubukbasung (ANTARA) - Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Agam, Sumatera Barat mencatat kematian ikan di Danau Maninjau bertambah menjadi 362 ton akibat kekurangan oksigen di perairan danau vulkanik itu.
"Ini data yang kita peroleh dari petani keramba jaring apung di empat nagari atau desa adat," kata Kepala Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan Agam, Rosva Deswira di Lubukbasung, Senin.
Ia mengatakan, sebelumnya kematian ikan hanya 350 ton pada Minggu (12/12) sore tersebar di Nagari Tanjung Sani 50 ton dan Nagari Koto Kaciak 300 ton.
Namun kematian ikan itu bertambah 12 ton, di Nagari Koto Gadang 10 ton dan Nagari Koto Malintang dua ton pada Senin (13/12).
Ke-362 ton ikan jenis nila dan mas berbagai ukuran itu, tambahnya, milik puluhan petani.
"Kerugian akibat kematian ikan itu sekitar Rp7,2 miliar dengan perkiraan harga Rp20 ribu per kilogram," katanya.
Ia mengakui, kematian ikan secara massal itu terjadi setelah curah hujan disertai angin kencang melanda daerah itu.
Akibatnya, terjadi pembalikan massa air, sehingga berkurangnya oksigen di danau vulkanik tersebut.
Setelah itu ikan mengalami pusing. Beberapa jam setelah itu, ikan menjadi mati dan mengapung ke permukaan.
"Kita mengimbau petani untuk mengumpulkan bangkai ikan yang sudah mati untuk dikubur, agar tidak terjadi pencemaran air dan udara di daerah itu," katanya.
Ia menambahkan, pihaknya telah mengimbau petani untuk tidak menebar bibit ikan dari Agustus sampai Januari, karena curah hujan cukup tinggi disertai angin kencang.
Imbauan itu setiap tahun diberikan dan bahkan papan imbauan telah dipasang.
"Imbauan setiap tahun kita sampaikan dalam meminimalisir kematian ikan," katanya.
"Ini data yang kita peroleh dari petani keramba jaring apung di empat nagari atau desa adat," kata Kepala Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan Agam, Rosva Deswira di Lubukbasung, Senin.
Ia mengatakan, sebelumnya kematian ikan hanya 350 ton pada Minggu (12/12) sore tersebar di Nagari Tanjung Sani 50 ton dan Nagari Koto Kaciak 300 ton.
Namun kematian ikan itu bertambah 12 ton, di Nagari Koto Gadang 10 ton dan Nagari Koto Malintang dua ton pada Senin (13/12).
Ke-362 ton ikan jenis nila dan mas berbagai ukuran itu, tambahnya, milik puluhan petani.
"Kerugian akibat kematian ikan itu sekitar Rp7,2 miliar dengan perkiraan harga Rp20 ribu per kilogram," katanya.
Ia mengakui, kematian ikan secara massal itu terjadi setelah curah hujan disertai angin kencang melanda daerah itu.
Akibatnya, terjadi pembalikan massa air, sehingga berkurangnya oksigen di danau vulkanik tersebut.
Setelah itu ikan mengalami pusing. Beberapa jam setelah itu, ikan menjadi mati dan mengapung ke permukaan.
"Kita mengimbau petani untuk mengumpulkan bangkai ikan yang sudah mati untuk dikubur, agar tidak terjadi pencemaran air dan udara di daerah itu," katanya.
Ia menambahkan, pihaknya telah mengimbau petani untuk tidak menebar bibit ikan dari Agustus sampai Januari, karena curah hujan cukup tinggi disertai angin kencang.
Imbauan itu setiap tahun diberikan dan bahkan papan imbauan telah dipasang.
"Imbauan setiap tahun kita sampaikan dalam meminimalisir kematian ikan," katanya.