Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi menyebutkan banyak provinsi di Indonesia yang terlambat memperbarui status kasus COVID-19 hingga lebih dari 21 hari, karena sejumlah kendala.
"Kembali kami ingatkan bahwa meskipun kasus COVID-19 menurun, tapi masih banyak provinsi yang belum memperbaharui status kasusnya yang telah lebih dari 21 hari," katanya dalam agenda Siaran Pers PPKM yang diikuti dari kanal YouTube FMB9ID dari Jakarta, Rabu sore.
Nadia mengatakan keterlambatan dalam melakukan input data kematian ke dalam sistem terjadi karena adanya prosedur administrasi yang berjenjang untuk menyatakan seseorang telah meninggal.
Baca juga: Satgas COVID-19 optimistis Indonesia mampu ubah pandemi jadi endemi
Prosedur itu ditempuh mulai dari level RT, RW, kelurahan, kecamatan hingga dinas kependudukan dan catatan sipil, kata Nadia menambahkan.
"Belum lagi ada keterbatasan dari para tenaga kesehatan untuk langsung menginput pelaporan data kematian karena tingginya beban kerja dalam menangani tingginya kasus aktif yang terjadi pada saat itu," ujarnya.
Nadia mengatakan sebanyak 25,9 persen dari total kasus aktif yang tercatat di database pemerintah pusat adalah kasus yang belum diperbarui statusnya lebih dari 21 hari.
Baca juga: Wamenkes sebut capaian vaksinasi nasional 32,1 persen
"Saat ini tentunya Kemenkes telah melakukan berbagai evaluasi dan ke depannya diharapkan rumah sakit maupun fasyankes lainnya dapat langsung melaporkan data kematian kepada Kemenkes, sehingga keterlambatan pelaporan data kematian ini dapat diminimalisasi di kemudian hari," katanya.
"Kembali kami ingatkan bahwa meskipun kasus COVID-19 menurun, tapi masih banyak provinsi yang belum memperbaharui status kasusnya yang telah lebih dari 21 hari," katanya dalam agenda Siaran Pers PPKM yang diikuti dari kanal YouTube FMB9ID dari Jakarta, Rabu sore.
Nadia mengatakan keterlambatan dalam melakukan input data kematian ke dalam sistem terjadi karena adanya prosedur administrasi yang berjenjang untuk menyatakan seseorang telah meninggal.
Baca juga: Satgas COVID-19 optimistis Indonesia mampu ubah pandemi jadi endemi
Prosedur itu ditempuh mulai dari level RT, RW, kelurahan, kecamatan hingga dinas kependudukan dan catatan sipil, kata Nadia menambahkan.
"Belum lagi ada keterbatasan dari para tenaga kesehatan untuk langsung menginput pelaporan data kematian karena tingginya beban kerja dalam menangani tingginya kasus aktif yang terjadi pada saat itu," ujarnya.
Nadia mengatakan sebanyak 25,9 persen dari total kasus aktif yang tercatat di database pemerintah pusat adalah kasus yang belum diperbarui statusnya lebih dari 21 hari.
Baca juga: Wamenkes sebut capaian vaksinasi nasional 32,1 persen
"Saat ini tentunya Kemenkes telah melakukan berbagai evaluasi dan ke depannya diharapkan rumah sakit maupun fasyankes lainnya dapat langsung melaporkan data kematian kepada Kemenkes, sehingga keterlambatan pelaporan data kematian ini dapat diminimalisasi di kemudian hari," katanya.