Bandarlampung (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak Provinsi Lampung Gunawan Handoko meminta pemerintah daerah setempat segera melakukan vaksinasi kepada pelajar.

"Kita semua tentu bersyukur bahwa di berbagai daerah lain sudah akan membuka sistem belajar tatap muka, namun seluruh pihak juga harus memperhatikan keselamatan guru, siswa dan keluarganya," kata Gunawan Handoko, di Bandarlampung, Minggu.

Menurutnya, akan menjadi percuma apabila hanya tenaga pendidik saja yang menerima ataupun mendapatkan vaksinasi, sedangkan para pelajar atau anak-anak tidak divaksinasi.

"Siapa yang bisa menjamin anak-anak tetap mematuhi protokol kesehatan (prokes) sejak berangkat dari rumah sampai saat berinteraksi dengan teman di sekolah, sehingga guna meminimalkan penularan anak-anak pun perlu segera divaksinasi," kata dia.

Menurutnya, selama ini banyak yang beranggapan bahwa kelompok usia di atas 50 tahun paling banyak berpotensi terkena virus corona, sementara usia anak-anak dianggap memiliki imun yang lebih kuat sehingga tidak perlu dilakukan pencegahan secara khusus. 

Baca juga: IDAI Lampung dorong percepatan vaksinasi bagi pelajar
Baca juga: Dinkes Lampung: Vaksinasi pelajar dilakukan di tahapan selanjutnya

Akibat pemahaman yang salah ini, banyak yang abai sehingga tingkat pemeriksaan atau deteksi dini pada anak pun relatif rendah, bahkan hampir tidak pernah pemerintah melakukan pemeriksaan secara khusus untuk anak-anak.

"Anak baru akan diperiksa jika orang tuanya terbukti positif virus corona. Padahal sesungguhnya, risiko kematian pada anak-anak besar. Bahkan anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan terdampak wabah virus corona," kata dia.

Bahkan, lanjut dia, sejumlah penelitian mengungkap bahwa anak merupakan penyebar virus Covid-19 yang sangat tinggi walaupun mereka tidak memiliki gejala sama sekali.

Baca juga: IDI : Vaksinasi guru dan siswa di Lampung sebelum gelar PTM
Baca juga: Sekolah Kristen IPEKA Pluit buka sentra vaksinasi bagi pelajar

Ia pun mengapresiasi sebab sebelumnya guna memutus penyebaran virus corona terhadap anak-anak, pemerintah telah mengambil kebijakan agar siswa-siswi belajar dari rumah melalui sistem dalam jaringan (daring). 

Namun begitu, ia menilai kebijakan pemerintah tersebut tidak diikuti dengan pemenuhan hak-hak dasar anak, seperti pemberian makanan bergizi untuk meningkatkan kekebalan tubuh, pemberian obat-obatan maupun perlengkapan lain yang diperlukan guna melindungi anak dari penyebaran COVID-19.

Sementara itu, lanjut dia, bantuan sosial kemanusiaan kepada masyarakat hanya berorientasi pada kebutuhan orang dewasa atau keluarga, bukan khusus diberikan kepada anak. Padahal, dengan telah ditetapkannya bencana alam dan nonalam sebagai bencana nasional, maka seharusnya negara wajib untuk menetapkan kebijakan sistem layanan kedaruratan, termasuk “layanan kedaruratan untuk anak”.

"Artinya pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan dan mengupayakan kesehatan yang maksimal kepada anak, baik melalui pencegahan maupun sosialisasi. Hal tersebut sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 yang telah disempurnakan melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. UU ini merupakan konsekuensi bagi Indonesia yang telah menyatakan diri sebagai negara yang meratifikasi Konvensi Persatuan Bnagsa-Bangsa (PBB) tentang Hak Anak.
Baca juga: Presiden saksikan vaksinasi pelajar SMP-SMA di 15 kabupaten/kota
Baca juga: Yogyakarta percepat pelayanan vaksinasi COVID-19 bagi pelajar
Baca juga: Dinkes Balikpapan mulai vaksinasi pelajar usia 12 tahun


Pewarta : Dian Hadiyatna
Editor : Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024