Bandarlampung (ANTARA) - Ketua Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Provinsi Lampung, Hanan A Rozak  mengapresiasi pelaku usaha atau pengusaha pengolahan ubi kayu Lampung yang telah berani berkomitmen membeli singkong petani dengan harga di atas Rp900/kg. 

"Kami apresiasi pengusaha yang berkomitmen membeli singkong dengan harga minimal Rp900 bahkan sampai Rp1.200/kg," kata Hanan A Razak  di Bandarlampung,  Rabu. 

Namun demikian lanjutnya, masih ada petani yang berharap harga potongan timbangan (rafraksi) bisa lebih kecil dari 15 persen bahkan sampai lima persen saja.

Baca juga: Petani lada Lampung mulai kembangkan tanaman malada cegah kerugian

Karena itu, ia bersama KTNA telah memberikan pengarahan agar petani melakukan panen di atas sembilan bulan agar tercapai kadar pati yang sesuai standar.

"Saya sampaikan pada para petani agar panen sembilan bulan ke atas supaya kadar patinya sesuai yang diharapkan. Kalau kadar patinya masih di bawah 20 persen jangan panen dulu, kalau kadar patinya sesuai standar tentu harganya akan lebih tinggi, " ujarnya. 

Saat ini perusahaan membeli ubi kayu di atas Rp900/kg. Harga bervariasi antara Rp1.040 sampai dengan Rp1.453/kg.

Baca juga: Pemprov Lampung rencanakan revitalisasi 1.000 hektare tanaman kopi

Namun, lanjut  Hanan, untuk penentuan rafaksi maksimal 15 persen tidak dapat dilaksanakan oleh semua perusahaan, masih ada perusahaan yang memberikan rafaksi lebih dari 15 persen hingga 27 persen dikarenakan masih banyak petani yang menyertakan bonggol dan tanah dalam jumlah besar.

Gubernur Lampung Arinal Djunaidi menyampaikan bahwa saat ini singkong sudah menjadi komoditas utama, untuk itu diperlukan langkah-langkah yang selain dapat meningkatkan kesejahteraan petani, juga menguntungkan pengusaha. 

Baca juga: Petani Lampung mulai budidayakan porang tingkatkan ekonomi

Hal tersebut, lanjut dia,  tentunya dengan didukung oleh kebijakan pemerintah daerah bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan.

"Prinsip saya adalah petani sejahtera, pengusaha untung, kita permudah dengan kebijakan. Jangan sampai kita tekan petani untuk meningkatkan produksi tapi masih ada perusahaan yang impor, itu tidak benar, kita kawal terus," tambah Arinal.

Pewarta : Agus Wira Sukarta
Editor : Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2024