Bandarlampung (ANTARA) - Institut Teknologi Sumatera (Itera) memelopori pembentukan masyarakat tanggap bencana (MTB) di lingkungan kampus di Provinsi Lampung.
“Tim Masyarakat Tanggap Bencana (MTB) Itera beranggotakan sivitas akademika Itera, mulai dari dosen, tenaga kependidikan hingga mahasiswa yang ditetapkan langsung oleh Rektor Itera Ofyar Z Tamin melalui surat keputusan rektor,” kata Wakil Rektor Itera Bidang Akademik Mitra Djamal, di Bandarlampung, Senin.
Menurutnya, pembentukan MTB Itera merupakan peran aktif Itera membantu permasalahan yang timbul akibat terjadinya bencana di masyarakat dengan berkolaborasi bersama instansi terkait baik BPBD hingga Basarnas.
Selain itu, pembentukan MTB Itera juga menjadi sumbangsih dalam melakukan manajemen bencana, baik berupa prabencana, tanggap darurat, dan pascabencana melalui Pusat Riset dan Inovasi Mitigasi Bencana dan Deteksi Dini Kebakaran Hutan (Purino Mide) yang dimiliki.
MTB Itera juga melibatkan para mahasiswa yang tergabung dalam Satgas Generasi Tanggap Bencana Itera (Gatera) yang sebelumnya diprakarsai oleh Kepala UPT MKG Itera Zadrach L Dupe, sehingga para mahasiswa telah dibekali kemampuan tanggap bencana oleh BPBD Lampung, dan Basarnas serta aktif melakukan kegiatan kerelawanan tanggap darurat bencana
Pengukuhan tim MTB Itera dilakukan bersamaan dengan seminar dalam jaringan kebencanaan Itera yang digagas Purino Mide dan UPT MKG Itera menghadirkan narasumber Ketua Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Didi Hamzar, Plt Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB yang diwakili oleh Linda Lestari, Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Lampung Rudi Syawal Sugiarto, dan Ahli Kebencanaan Indonesia IABI Harkunti Pertiwi Rahayu.
Seminar daring tersebut dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Non Akademik Itera Sukrasno.
Dalam sambutan Wakil Rektor Bidang Non Akademik Itera Sukrasno mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang subur dengan kekayaan alam yang luar biasa, namun di balik semua kenikmatan tersebut kita juga harus menghadapi banyaknya bencana. Generasi muda khususnya para mahasiwa diharapkan menjadi pionir, pelopor dan teladan bagi masyarakat dalam kesiapsiagaan bencana.
“Untuk itulah kita perlu bijak untuk menyiasati dalam menghadapi bencana-bencana dengan kesiapsiagaan, sehingga melalui webinar ini diharapkan memberikan manfaat untuk berbagai pihak,” ujar Sukrasno.
Webinar yang mengusung tema “Pemerintah, Institusi dan Masyarakat dalam Pengelolaan Kesiapsiagaan Bencana Nasional” tersebut diikuti sebanyak 163 peserta, dari berbagai kalangan, mulai dari berbagai instansi baik pemerintah maupun swasta, komunitas dan forum pemerhati kesiapsiagaan bencana, serta akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Sementara bertindak sebagai moderator dosen Teknik Geofisika Itera yang juga ahli kebencanaan Erlangga Ibrahim Fattah.
Dalam sesi pemaparan, Ketua Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Didi Hamzar menyampaikan bahwa Basarnas bertanggung jawab pada pencarian dan pertolongan pada kecelakaan kapal dan pesawat udara, kecelakaan khusus, bencana pada tahap tanggap darurat, dan kondisi yang membahayakan manusia. Dalam bertugas Basarnas harus mampu bekerja dengan meminimalkan risiko dan cepat.
Didi memaparkan, berdasarkan data, pada tahun 2020 terdapat 2.526 total kejadian bencana. Bencana yang paling banyak menelan korban jiwa adalah bencana yang terjadi di wilayah perairan. Mengingat Indonesia dua pertiga wilayahnya merupakan perairan, sehingga banyak potensi bencana yang akan terjadi, untuk itu Didi juga mengimbau agar seluruh masyarakat Indonesia mempunyai kemampuan berenang.
Pemateri kedua Harkunti Pertiwi Rahayu sebagai Ahli Kebencanaan Indonesia IABI menyampaikan bahwa dalam 100 tahun terakhir bencana dengan frekuensi tinggi, yaitu bencana banjir. Sedangkan untuk high impack dengan frekuensi yang jarang, yaitu bencana tsunami. Frekuensi bencana dengan kejadian terbesar masih terjadi di Pulau Jawa, dengan jumlah populasi yang padat.
Harkunti menyebut, kemampuan masyarakat Indonesia dalam menerima peringatan dini bencana dan memetakan bencana masih sangat rendah. Karena itu, dibutuhkan pentingnya peran dari perguruan tinggi untuk penangan bencana, menyiapkan teknologi untuk tanggap darurat, memberikan edukasi kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat memahami tentang pengurangan risiko.
Pelaksana Kepala BPBD Provinsi Lampung Rudi Syawal Sugiarto dalam kesempatan tersebut memaparkan bahwa risiko bencana di Provinsi Lampung termasuk dalam kategori tinggi. Untuk itu rencana pembangunan penanggulangan bencana merupakan hal yang penting untuk Pemerintah Provinsi Lampung.
Sebagai pemateri terakhir Perwakilan BNPB Linda Lestari memaparkan bahwa hampir 95 persen bencana Indonesia terkait bencana hidrometeorologi. Lebih dari 53 ribu desa di Indonesia dikategorikan desa rawan bencana.
“Untuk itu kita harus bersama-sama bersinergi dalam upaya pencegahan bencana,” ujar Linda.
Baca juga: Ketua Baznas: Lampung perlu bentuk baznas tanggap bencana
Baca juga: Pemkot Bandarlampung alokasikan anggaran tanggap darurat Rp5 miliar