Bandarlampung (ANTARA) - Sejumlah kelompok masyarakat konservasi dari Kabupaten Lampung Barat, Tanggamus, dan Pesisir Barat berlatih menghalau satwa gajah liar ketika gajah masuk kawasan ladang atau permukiman masyarakat.
Latihan tersebut dilakukan oleh kelompok masyarakat konservasi yang sedang melakukan studi banding penanganan konflik manusia dan satwa ke Desa Braja Harjo Sari, Kecamatan Braja Selebah, Kabupaten Lampung Timur.
Anggota Elephant Respon Unit, sebuah lembaga mitra konservasi Balai Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Mbah Rebo atau Suyono di objek wisata Padang Savana, Desa Braja Harjosari, Lampung Timur, mensimulasi caranya menghalau gajah.
Baca juga: Masyarakat konservasi studi banding penanganan konflik manusia dan satwa
Mbah Rebo membagi tim menjadi empat, satu tim sebagai pengawas atau pengintai satwa, tiga tim lainnya bersiaga untuk menghalau gajah.
“Hati-hati, jaga jarak, jangan terlalu dekat,” kata Mbah Rebo mengingatkan.
Dia meminta tiga tim lainnya bersiaga, menunggu aba-aba dari tim pertama yang bertugas mengintai pergerakan gajah.
“Jika gajah mulai mendekat, teriaki berkali-kali, hayoooo, agar gajah kembali ke tempatnya,” tambahnya.
Baca juga: Anggota Komisi XI DPR minta aktivis lingkungan berdayakan masyarakat sekitar Way Kambas
Pawang senior gajah jinak Balai TNWK ini berpesan kepada peserta studi banding dalam menghalau gajah dengan tidak menyakiti mamalia berbadan besar itu, karena satwa gajah dilindungi.
Rumah Kolaborasi (RUKO) mengajak kelompok masyarakat konservasi dari Kabupaten Lampung Barat, Tanggamus, dan Pesisir Barat studi banding penanganan konflik manusia dan satwa ke Desa Braja Harjo Sari, Kecamatan Braja Selebah, Kabupaten Lampung Timur, selama tiga hari.
Kelompok masyarakat itu antara lain dari Tim Satgas Konflik Pekon Margo Mulyo, Tim Satgas Konflik Pekon Sedayu, Tim Satgas Konflik Gapoktanhut Lestari Sejahtera, Tim Satgas Konflik Sumber Rejo, Tim Satgas Konflik Pemerihan, Forum Sahabat Gajah Pemerihan, Tim Satgas Konflik Pekon Suka Marga dan Tim Satgas Konflik Pekon Bumi Hantatai.
Latihan tersebut dilakukan oleh kelompok masyarakat konservasi yang sedang melakukan studi banding penanganan konflik manusia dan satwa ke Desa Braja Harjo Sari, Kecamatan Braja Selebah, Kabupaten Lampung Timur.
Anggota Elephant Respon Unit, sebuah lembaga mitra konservasi Balai Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Mbah Rebo atau Suyono di objek wisata Padang Savana, Desa Braja Harjosari, Lampung Timur, mensimulasi caranya menghalau gajah.
Baca juga: Masyarakat konservasi studi banding penanganan konflik manusia dan satwa
Mbah Rebo membagi tim menjadi empat, satu tim sebagai pengawas atau pengintai satwa, tiga tim lainnya bersiaga untuk menghalau gajah.
“Hati-hati, jaga jarak, jangan terlalu dekat,” kata Mbah Rebo mengingatkan.
Dia meminta tiga tim lainnya bersiaga, menunggu aba-aba dari tim pertama yang bertugas mengintai pergerakan gajah.
“Jika gajah mulai mendekat, teriaki berkali-kali, hayoooo, agar gajah kembali ke tempatnya,” tambahnya.
Baca juga: Anggota Komisi XI DPR minta aktivis lingkungan berdayakan masyarakat sekitar Way Kambas
Pawang senior gajah jinak Balai TNWK ini berpesan kepada peserta studi banding dalam menghalau gajah dengan tidak menyakiti mamalia berbadan besar itu, karena satwa gajah dilindungi.
Rumah Kolaborasi (RUKO) mengajak kelompok masyarakat konservasi dari Kabupaten Lampung Barat, Tanggamus, dan Pesisir Barat studi banding penanganan konflik manusia dan satwa ke Desa Braja Harjo Sari, Kecamatan Braja Selebah, Kabupaten Lampung Timur, selama tiga hari.
Kelompok masyarakat itu antara lain dari Tim Satgas Konflik Pekon Margo Mulyo, Tim Satgas Konflik Pekon Sedayu, Tim Satgas Konflik Gapoktanhut Lestari Sejahtera, Tim Satgas Konflik Sumber Rejo, Tim Satgas Konflik Pemerihan, Forum Sahabat Gajah Pemerihan, Tim Satgas Konflik Pekon Suka Marga dan Tim Satgas Konflik Pekon Bumi Hantatai.