Jakarta (ANTARA) - Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi yang berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) memberikan cara untuk menangkal misinformasi (hoax) terkait vaksinasi COVID-19.
Co-Founder & Fact-Check Specialist MAFINDO/Siberkreasi, Aribowo Sasmito, mengungkapkan saat ini sudah mulai terjadi infodemik, yakni informasi berlimpah terkait vaksinasi, termasuk upaya disengaja untuk memajukan agenda setting suatu kelompok.
"Infodemik ini tidak kalah berbahaya dengan pandemik itu sendiri karena banyak terdapat informasi-informasi tidak tepat (hoax) yang dapat menggiring opini publik terhadap vaksinasi, dan semakin parah dapat menggagalkan program vaksinasi yang menjadi solusi penanganan pandemi saat ini," kata Aribowo Sasmito, Senin.
Hal pertama untuk menangkal misinformasi, menurut Aribowo Sasmito adalah dengan cara menjaga emosi. Emosi sangat mempengaruhi seseorang dalam menerima informasi. Setinggi apapun jabatan dan intelektual seseorang, jika menerima informasi dengan emosi maka intelektualitas mereka hilang. Jadi sangat mudah terpengaruh dengan berita yang tidak benar.
Kedua, tidak hanya wartawan atau media yang harus memahami dengan benar apa itu 5W1H (What, Where, When, Why, Who & How - Apa, Dimana, Kapan, Kenapa, Siapa, & Bagaimana), tetapi sebagai masyarakat, sudah saatnya untuk memahami konsep 5W1H ini guna memperoleh informasi yang berimbah dan akurat dan tidak mudah termakan oleh hoax.
Ketiga, perbaiki literasi atau jangan malas membaca setiap informasi yang diterima. Teliti dengan sumber informasinya dan jangan hanya sekedar menyebarkan informasi tanpa menyaring dulu pesan yang ada di dalamnya.
Keempat cek fakta. Jika mendapatkan foto, video atau tautan berita, jangan malas untuk mengecek keaslian foto dan video serta sumber berita tersebut. Kamu bisa bisa menggunakan google atau pencarian gambar dan video untuk memastikan video dan foto yang kamu dapatkan merupakan kejadian yang sebenarnya.
Untuk tautan berita, lihatlah dengan teliti apakan berita tersebut berasal dari media yang benar bukan abal-abal.
Kelima, hati-hati dengan kalimat pembuka yang provokatif. Kalimat pembuka provokatif menjadi salah satu penyebab penyebaran informasi hoax semakin luas di masyarakat. Kata-kata yang marak digunakan adalah "viralkan," "sebarkan," "bagikan" bahkan ada yang menggunakan kata ancaman.
"Saat ini situs resmi COVID-19 dari pemerintah telah memiliki fitur pencarian dimana masyarakat bisa mendapatkan informasi akurat mengenai vaksinasi dan juga perkembangan kasus COVID-19 di situs tersebut," ujar Aribowo.
"Selain itu saat ini sudah ada fiturs mesin pencari anti hoax untuk mencari hoax yang sudah dibantahkan. Masyarakat juga bisa bertanya di chat bot anti-hoaks MAFINDO dengan menggunakan kata kunci dan kirim ke nomor 085921600500," dia menambahkan.
Masyarakat Indonesia juga bisa mengakses s.id/infovaksin untuk mendapatkan informasi berimbang seputar vaksin, mengecek kebenaran informasi yang beredar serta peraturan terbaru mengenai vaksin dan COVID-19.
Co-Founder & Fact-Check Specialist MAFINDO/Siberkreasi, Aribowo Sasmito, mengungkapkan saat ini sudah mulai terjadi infodemik, yakni informasi berlimpah terkait vaksinasi, termasuk upaya disengaja untuk memajukan agenda setting suatu kelompok.
"Infodemik ini tidak kalah berbahaya dengan pandemik itu sendiri karena banyak terdapat informasi-informasi tidak tepat (hoax) yang dapat menggiring opini publik terhadap vaksinasi, dan semakin parah dapat menggagalkan program vaksinasi yang menjadi solusi penanganan pandemi saat ini," kata Aribowo Sasmito, Senin.
Hal pertama untuk menangkal misinformasi, menurut Aribowo Sasmito adalah dengan cara menjaga emosi. Emosi sangat mempengaruhi seseorang dalam menerima informasi. Setinggi apapun jabatan dan intelektual seseorang, jika menerima informasi dengan emosi maka intelektualitas mereka hilang. Jadi sangat mudah terpengaruh dengan berita yang tidak benar.
Kedua, tidak hanya wartawan atau media yang harus memahami dengan benar apa itu 5W1H (What, Where, When, Why, Who & How - Apa, Dimana, Kapan, Kenapa, Siapa, & Bagaimana), tetapi sebagai masyarakat, sudah saatnya untuk memahami konsep 5W1H ini guna memperoleh informasi yang berimbah dan akurat dan tidak mudah termakan oleh hoax.
Ketiga, perbaiki literasi atau jangan malas membaca setiap informasi yang diterima. Teliti dengan sumber informasinya dan jangan hanya sekedar menyebarkan informasi tanpa menyaring dulu pesan yang ada di dalamnya.
Keempat cek fakta. Jika mendapatkan foto, video atau tautan berita, jangan malas untuk mengecek keaslian foto dan video serta sumber berita tersebut. Kamu bisa bisa menggunakan google atau pencarian gambar dan video untuk memastikan video dan foto yang kamu dapatkan merupakan kejadian yang sebenarnya.
Untuk tautan berita, lihatlah dengan teliti apakan berita tersebut berasal dari media yang benar bukan abal-abal.
Kelima, hati-hati dengan kalimat pembuka yang provokatif. Kalimat pembuka provokatif menjadi salah satu penyebab penyebaran informasi hoax semakin luas di masyarakat. Kata-kata yang marak digunakan adalah "viralkan," "sebarkan," "bagikan" bahkan ada yang menggunakan kata ancaman.
"Saat ini situs resmi COVID-19 dari pemerintah telah memiliki fitur pencarian dimana masyarakat bisa mendapatkan informasi akurat mengenai vaksinasi dan juga perkembangan kasus COVID-19 di situs tersebut," ujar Aribowo.
"Selain itu saat ini sudah ada fiturs mesin pencari anti hoax untuk mencari hoax yang sudah dibantahkan. Masyarakat juga bisa bertanya di chat bot anti-hoaks MAFINDO dengan menggunakan kata kunci dan kirim ke nomor 085921600500," dia menambahkan.
Masyarakat Indonesia juga bisa mengakses s.id/infovaksin untuk mendapatkan informasi berimbang seputar vaksin, mengecek kebenaran informasi yang beredar serta peraturan terbaru mengenai vaksin dan COVID-19.