New York (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyerukan kepada semua pihak untuk mengurangi ketegangan, kata juru bicara PBB Stephane Dujarric pada hari Selasa.
Sekretaris Jenderal PBB itu mengaku "sangat prihatin" tentang situasi di wilayah Tigray, Ethiopia.
"Di tengah laporan tentang potensi serangan militer ke ibu kota regional Mekelle, dia mendesak para pemimpin Ethiopia untuk melakukan segala kemungkinan untuk melindungi warga sipil, menegakkan hak asasi manusia dan memastikan akses kemanusiaan untuk penyediaan bantuan yang sangat dibutuhkan," kata Dujarric dalam sebuah pernyataan.
Baca juga: Kelompok pemuda Tigray tewaskan 600 warga sipil
Sebelumnya, sekelompok pemuda Tigray menikam, mencekik dan juga memukul hingga tewas sedikitnya 600 warga sipil dengan bersekongkol bersama pasukan keamanan setempat selama pembantaian di Kota Mai Kadra, demikian Komisi HAM Ethiopia pada Selasa.
Serangan 9 November menargetkan penduduk non-Tigray, ungkap komisi yang ditunjuk negara. Reuters tidak langsung dapat memverifikasi laporan itu lantaran jaringan telepon dan internet ke kawasan tersebut terputus dan aksesnya dikontrol secara ketat.
Pemimpin pasukan Tigray tidak bisa dihubungi untuk dimintai komentar. Namun, sebelumnya mereka menolak bertanggung jawab atas pembantaian tersebut.
Menurut laporan, serangan dilakukan terhadap penduduk Mai Kadra dari kelompok etnik Amhara dan Wolkait. Komisi menyebut serangan itu "pembantaian".
Kota Mai Kadra terletak di bagian barat daya Tigray di utara Ethiopia, di mana pasukan pemerintah federal baku hantam dengan pasukan Tigray dalam perang tiga pekan, yang menewaskan ratusan orang sekaligus menyebarkan kekhawatiran global.
Baca juga: Pasukan Ethiopia rebut lagi Tigray, 10.000 tahanan raib
Dalam laporan itu disebutkan bahwa pada pagi hari serangan, polisi setempat mulai memeriksa kartu identitas penduduk guna "membedakan warga non-Tigray yang berasal dari tempat lain."
Sore harinya, sekelompok pemuda yang bernama "Samri" bersama dengan anggota milisi dan polisi setempat mendatangi sebuah daerah di kota tersebut, di mana sebagian besar penduduk non-Tigray tinggal.
Serangan diawali dengan eksekusi terhadap seorang petani Amhara, yang tewas di depan keluarganya sebelumnya rumahnya dibakar dan jasadnya ikut dilemparkan ke api, bunyi laporan tersebut, yang mengutip wawancara dengan istri korban dan saksi mata.
Sumber : Reuters
Sekretaris Jenderal PBB itu mengaku "sangat prihatin" tentang situasi di wilayah Tigray, Ethiopia.
"Di tengah laporan tentang potensi serangan militer ke ibu kota regional Mekelle, dia mendesak para pemimpin Ethiopia untuk melakukan segala kemungkinan untuk melindungi warga sipil, menegakkan hak asasi manusia dan memastikan akses kemanusiaan untuk penyediaan bantuan yang sangat dibutuhkan," kata Dujarric dalam sebuah pernyataan.
Baca juga: Kelompok pemuda Tigray tewaskan 600 warga sipil
Sebelumnya, sekelompok pemuda Tigray menikam, mencekik dan juga memukul hingga tewas sedikitnya 600 warga sipil dengan bersekongkol bersama pasukan keamanan setempat selama pembantaian di Kota Mai Kadra, demikian Komisi HAM Ethiopia pada Selasa.
Serangan 9 November menargetkan penduduk non-Tigray, ungkap komisi yang ditunjuk negara. Reuters tidak langsung dapat memverifikasi laporan itu lantaran jaringan telepon dan internet ke kawasan tersebut terputus dan aksesnya dikontrol secara ketat.
Pemimpin pasukan Tigray tidak bisa dihubungi untuk dimintai komentar. Namun, sebelumnya mereka menolak bertanggung jawab atas pembantaian tersebut.
Menurut laporan, serangan dilakukan terhadap penduduk Mai Kadra dari kelompok etnik Amhara dan Wolkait. Komisi menyebut serangan itu "pembantaian".
Kota Mai Kadra terletak di bagian barat daya Tigray di utara Ethiopia, di mana pasukan pemerintah federal baku hantam dengan pasukan Tigray dalam perang tiga pekan, yang menewaskan ratusan orang sekaligus menyebarkan kekhawatiran global.
Baca juga: Pasukan Ethiopia rebut lagi Tigray, 10.000 tahanan raib
Dalam laporan itu disebutkan bahwa pada pagi hari serangan, polisi setempat mulai memeriksa kartu identitas penduduk guna "membedakan warga non-Tigray yang berasal dari tempat lain."
Sore harinya, sekelompok pemuda yang bernama "Samri" bersama dengan anggota milisi dan polisi setempat mendatangi sebuah daerah di kota tersebut, di mana sebagian besar penduduk non-Tigray tinggal.
Serangan diawali dengan eksekusi terhadap seorang petani Amhara, yang tewas di depan keluarganya sebelumnya rumahnya dibakar dan jasadnya ikut dilemparkan ke api, bunyi laporan tersebut, yang mengutip wawancara dengan istri korban dan saksi mata.
Sumber : Reuters